Lihat ke Halaman Asli

Bambang Iman Santoso

CEO Neuronesia Learning Center

Kecenderungan Perilaku Konsumen di Masa Pandemi

Diperbarui: 29 April 2020   09:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi konsumen di sebuah supermarket | Gambar oleh ElasticComputeFarm dari Pixabay

Memasuki bulan ketiga masa-masa sulit pandemi kebanyakan warga telah rutin menyibukan aktivitasnya di rumah. Hampir seluruh kegiatan dilakukan di rumah atau dari rumah. Selain seperti kerja dari rumah, termasuk berkomunikasi dengan anak lebih intens karena harus mendampingi anak sekolah di rumah. 

Beberapa teman juga jadi pandai memasak, menyuci pakaian dan menyeterika baju. Serta banyak cerita manfaat positif lainnya yang mengharukan. Kegiatan rumah tangga dan bersih-bersih rumah dijalankan dengan semangat dan bahagia, karena yakin gerakan fisik mereka di rumah dapat menggantikan olahraga yang berarti memperkuat dan memilihara sistem imun tubuh lebih baik. Working-living-playing.

Melalui webinar, seminar online, ada beberapa diskusi menarik yang membahas perilaku konsumen dan masyarakat pada umumnya selama pandemi ini.  Salah satu pertanyaannya yang menarik bahwa apakah pandemi dapat memengaruhi seseorang sampai dengan kepribadiannya berubah. 

Jawabannya masih mengambang. Namun yang jelas jika masa sulit ini berlangsung lama hingga lebih setahun mungkin saja perilaku bahkan kepribadiannya berubah.

 Kedua, untuk beberapa orang yang kebetulan anggota keluarganya terjangkit virus ini hingga meninggal, mungkin akan shock berat dan berpotensi merubah connectome seseorang. Harus dilakukan segera trauma healing secepatnya. 

Jangan terlambat lebih dari sebulan, akan menyimpan memori pahit jangka panjangnya di hippocampus dan memicu rekaman negatifnya di amygdala pada sistem limbik otak yang bersangkutan. Hal ini berdampak buruk, baik depresi dan stres berkepanjangan, maupun berpotensi trauma yang menetap ke depannya.

Perubahan perilaku sangat penting untuk diamati terutama untuk para marketer dan kita sebagai pengusaha atau pebisnis. Bukan bermaksud mendulang keuntungan di atas penderitaan orang lain. Justru berinisiatif dan berniat baik, yaitu; membantu teman, tetangga, saudara dan kerabat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya selama di rumah. 

Dari data yang beredar viral di medsos; banyak korban nyawa akibat covid-19 memunculkan aslinya manusia sebagai mahluk sosial (social brain), yang melahirkan masyarakat baru yang penuh empati, welas asih, sarat solidaritas sosial (sumber: inventure knowledge). 

Seperti yang pernah dibahas pada tulisan saya sebelumnya, bahwasannya MNS (mirror neurons system) di masing-masing pikiran kepala kita sangat aktif bekerja. Orang-orang yang mengalami kelainan atau kerusakan pada fungsi MNS ini, akan bermasalah juga dengan fungsi empatinya.

Terkait dengan urusan kemanusiaan ini kita dapat melibatkan diri, dan bahkan berpeluang mendirikan usaha sosial. Misal; membantu mendistribusikan pasokan APD (alat pelindung diri) dan alat pendukung medis lainnya. 

Atau menyalurkan bantuan sembako kepada warga yang terdampak pandemi dan lain sebagainya. Bukan berarti tak boleh branding dan memperoleh keuntungan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline