Lihat ke Halaman Asli

Bumi Tak Pernah Tidur

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kita terlalu egois menutupi retak cermin
Atas nama kenikmatan, alam tergadaikan
Tanah tandus tak kenal hutan dan semak
Sementara laut tak bersahabat dengan pantai

Gunung semakin resah
Ingin memuntahkan magma yang menyesak dada
Bernafsu membasahi sungaisungai dan lembah
yang tak lagi basah
Sementara, orangorang tak sadar
terbuai kenikmatan yang memperkosa raga

Sesungguhnyalah musim menyimpan duka
dan kita telah lupa akan badai
Ketika tunas dan bunga tumbuh terkulai
Ketika angin membawa rantai petaka
kata pun tersekat di kerongkongan…

Bumi tak pernah tidur
Dia kan melonjak mengangkat kepalanya
Berontak, nyalakan cahaya di padang kuburan
Kita cuma bisa ketakutan, resah dipeluk putus asa


Dari bukit, gunung, hingga pantai berair merah
Awan tak berbintang, tak bermatahari
Penjara duka, mengepulkan asap dupa berbaur anyir darah
Kita akan kembali menyimak dongeng
orangorang kuno di tanah ini

Pelepat, 081111

-Badai menyapu negeriku-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline