Foto disadur dari sampul buku 50 tahun Kompas : Memanggungkan Indonesia, dan diedit sendiri dengan aplikasi PlaySture
Wartawan senior Kompas St Sularto menyebut Almarhun Ahmad Syafii Maarif sebagai "maha guru moralitas," beliau disandingkan dengan ilmuan-ilmuan besar Tanah Air dalam buku Syukur Tiada Akhir : Jejak Langkah Jakob Oetama (cetakan Juni 2015).
"Guru moralitas dan kebenaran" tulis St.Sularto." Menurutnya, Almarhum Buya Syafii menjadi teladan untuk menata kembali peradaban bangsa.
Ia mengajarkan moralitas hidup yang istiqomah dalam kampanye anti korupsi, hidup bersih, lurus, dan bersikap "kritis" terhadap pemerintah.
Ia membawa ormas Muhammadiyah modern dan maju serta tidak tergoda oleh politik praktis. Ia menyebut dirinya "anak panah" Muhammadiyah.
Terkadang saya kalau menjenguk keluarga sakit di Rumah Sakit Islam Namira Selong, Lombok Timur dan melihat masjid Subulussalam yang kedua-duanya merupakan milik Muhammadiyah, saya teringat Buya Syafii Maarif.
Begitu ramah dan disiplinnya perawat dan dokter-dokternya. Mereka mungkin telah dididik untuk memperhatikan orang yang lemah sebagaimana kandungan Suroh Al Ma'un yang menurut Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al Lubabnya yang mengulas pelajaran diantanya : pertama, salah satu bukti utama kesadaran beragama adalah perhatian kepada kaum yang lemah, kedua, Melakukan langkah konkrit menyangkut hal tersebut, ketiga, Mengundang partisipasi dan merasakan kaum yang lemah, keempat, Ibadah ritual harus menghasilkan dampak sosial, terakhir, Melakukannya dengan penuh keikhlasan demi karena Allah SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H