Lihat ke Halaman Asli

Bambang Hermawan

abahnalintang

Lenyapnya Sawit Pedesaan

Diperbarui: 11 Desember 2020   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

illustrasi kompas

Lenyapnya Sawit Pedesaan

Agustus yang gersang, tandus, dan gerah itu kini telah hilang dimakan waktu sampai tak terdengar lagi kabar tentang agustus itu. Begitu juga kabar seorang keamanan yang tewas karna mencoba melarang gerombolan pemuda untuk tidak meneguk minuman keras ditempat kegiatan pengembangan potensi kaum muda yang sedang berjalan, supaya tidak terjadi kerusuhan. Memang kerusuhan tidak terjadi, namun pembunuhanlah yang menampakkan diri hingga membuat penghuni Desa Rahayu geram, takut, dan khawatir.

Ditengah kegalauan antara cuaca panas dan kasus pembunuhan yang sangat mengejutkan hati penghuni Desa Rahayu, Ilham pun pergi ke pesawahan hijau yang keadaan pesawahan itu mengalami perubahan keadaan. Kesentosaan pesawahan saat itu, tidak terasa sepenuhnya menggambarkan keindahan alam yang rindang dedaunan hijau, gemercik air sungai, siul burung senja. Pesawahan itu benar-benar berbeda dari kondisi sebelumnya. Merengeklah wahai pesawahan.

Setelah menapaki garis-garis tanah ditengah pesawahan, Ilham pun menghentikan langkah kakinya dan duduk pada sebuah saung yang biasa dipakai petani merebahkan dan memanjakan diri setelah seharian bergelut dengan kepenatan mencangkul. Disela-sela duduknya, Ilham pun sesekali mengernyitkan keningnya yang kecoklatan itu sebab merasa aneh. Kok bisa kejadian hal diluar pikir warga desa yang selalu tentram, semacam menghilangkan nyawa seorang manusia?! Dalam hatinya bertanya, siapa yang mesti bertanggung jawab atas kejadian ini?dan apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Tak habis piker aku jadinya, keluh Ilham.

Desa Rahayu, adalah sebuah desa yang ada di bagian kecamatan Margaasih, kabupaten Bandung. Desa ini dikenal dengan basis kajian wawasan keagamaan, terbukti banyaknya mesjid yang berdiri, pesantren -- pesantren megah yang menghasilkan ahli -- ahli agama yang cukup terkenal di kawasan Cigondewah.

Aneh. . . .Aneh. . . .Aneh.

Ilham mengungkapkan isi hatinya dalam kondisi mental yang galau, namun daya tak kuasa nasib sudah menjadi gugus. Semua mesti terjadi, hanya keridhoan dan kerelaan hatilah yang dapat mencegah dari rasa sakit hati yang berkepanjangan, dendam diri yang membara dan kearoganan yang membabi buta.

Sempat juga hati Ilham teriris serasa disayat pisau tajam yang ujungnya dihiasi kain sutra tipuan, kala teringat keadaan pesawahan yang sedang dia singgahi saat ini mengalami perubahan warna, dimana sewaktu kecil Ilham tahu, pesawahan yang sedang ia singgahi itu sangatlah kaya dengan rerumputan yang kadang bergoyang kala ditebak angin, pepohonan hijau yang rindang sarat kesentosaan, sawit yang luas seluas puncak asmara pesona, semuanya lenyap, sirna saat keambisian perkotaan datang tanpa tawar harga mengubah pesawahan hijau menjadi komplek perumahan yang dihuni oleh para tamu yang datang dari sebrang, pabrik -- pabrik luas yang pegawainya khusus orang yang berpendidkan tinggi dan berwawasan luas.

Sedangkan mereka yang tak sempat mengenyam pendidkan tinggi, nasibnya tak seindah yang mempunyai pengalaman. Mereka yang nasibnya nyaris tak dapat keberpihakan, hanya menjadi pembersih tempat kotoran manusia yang bekerja di pabrik itu. Sungguh keji, ketidakadilan mulai menampakan diri seakan yang lemah tak usah kenal dan akrab dengan keadilan.

Bukanlah Ilham, kalau tidak mendendangkan syair saat suka dan duka bertamu di peraduannya. Kali ini juga ia mengalunkan sebuah kumandang kehilangan ketentraman utusan bulldozer perkotaan yang berubah warna kilauan;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline