Malam begitu pekat. Dingin terasa menyayat seribu kelaraan angan sang fana utusan awan kelabu. Bulan, bintang pun bersembunyi di balik mega kebiruan. Suasana mencekam membawa khayal sang kelana terbang melambung tinggi ke arah bukit puncak nan jauh di mata, sulit tergapai tangan tempat persinggahan sejenak sang gadis mungil sarat akan misteri pesona nyanyian alam.
Ilham lirih dalam suasana sunyi yang menerpa akibat rindu tak berujung yang tak tersampaikan. seiring 3 tahun lamanya memendam perasaan pada Isma teman semasa sekolahnya sewaktu SMA. Dalam termangu Ilham dilanda ingatan yang kuat terhadap sosok Isma yang kini sudah tidak bisa lagi dilihat secara jarak dekat karena sang perempuan sudah bergeser meninggalkan Bandung dan menetap di Bogor.
"Hati terusik rasa ingin bertemu dan menyampaikan segala isi bahasanya," ucap Ilham dengan bibir terbata akibat suasana malam sepi yang meyisakan dingin.
Lamanya tak jumpa memunculkan naluri kelelakian Ilham yang seakan merengek, meronta memohon untuk mendapat pinta berupa ucap sua dari sang perempuan. Saking dalamnya mengingat, di bagian tepi barat seolah terdengar mengalun nyanyian Isma oleh Ilham. "Kalau kau rindu, kemari temui aku," bahasa samar yang terngiang sewaktu Ilham dalam lamunan.
Alunan bahasa samar tersebut seolah membuka gerbang untuk Ilham melangkah, mengirimkan kado ramadhan pada Isma yang sudah lama tidak dijumpainya karena keadaan jarak yang terasa jauh akibat tidak ada pengetahuan mengenai lokasi tempat tinggal Isma di Bogor. Selama masa perkenalan Ilham sadar betul, sang gadis tak pernah melirik sedikit pun akan kehadirannya. Namun kini dalam khayalnya Ilham merasa Isma mulai merapuh kala tahu akan maksud arah tujuan Ilham yang senantiasa berkalungkan sorban bertemankan seruling bambu kecoklatan itu sewaktu menitipkan surat melalui Fauziah adiknya Isma.
Di dalam surat yang dibuatnya, disampaikan segala isi perasaan yang tersimpan selama tiga tahun lamanya. Namun sayang hingga surat dititipkan kepada adiknya Isma, Ilham tak kunjung mendapatkan jawab.
Setelah semalaman larut dalam lamunan, esok harinya sewaktu sungai mengalirkan embun lembayu utusan senja terputih, Ilham pun mendapat bisikan untuk mengungkap arti penantian kiriman sang gadis misteri. Seberkas surat Ilham terima, dengan tutur kata yang halus, sang gadis ucapkan janji suci akan dayung bersambut pada Ilham melalui surat balasan.
"Kelana, isi hatimu aku telah paham, namun daya tak kuasa untuk aku berbagi selendang kemuning bersamamu saat ini, sebab pengakuan akan pengalaman belum aku raih, kuharapkan engkau sabar menanti akan hadirku di haribaanmu yang tak pasti. Nantikanlah aku di batas waktu, wahai Ilha!" Isi surat Isma kepada Ilham.
Kesesakan di dada Ilham semakin nyata terasa adanya setelah membaca surat balasan. Namun ia memilih untuk mengerti akan suatu harapan besar yang diberikan Isma kepadanya. Bersamaan dengan pekat yang hampir sirna ditelan lembayu fajar, Ilham pun menghitam mencari dermaga tempat berlabu antara asa dan harap. Menghitamlah Ilham dalam arti sebuah penantian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H