Tugas kaum intelektual adalah mendidik serta menyiapkan dan membekali masyarakat bawah dengan ilmu pengetahuan agar kemudian mampu membangun argumentasi yang terstruktur untuk melakukan perlawanan ketika pemerintah atau pemangku kebijakan keluar dari garis-garis perjuangan bangsa ini, serta cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kondisi hari ini seperti anomali di tengah gempuran modernisasi bangsa yang agraris, bangsa yang kaya akan kandungan sumberdaya alamnya. Kendati ada ribuan bahkan jutaan ibu-ibu yang resah terkait kebutuhan gizi anaknya, karena kesempatan ibu-ibu untuk mendapatkan suplai gizi yang baik dibatasi oleh berbagai macem regulasi dan aturan, diantaranya akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga para orang tua mampu mencukupi kebutuhan Gizi anak-anaknya. Kemudian diperparah sempitnya lapangan pekerjaan dan kesempatan hidup yang layak bagi generasi setelahnya.
Kemudian Ada jutaan bapak-bapak yang dalam diamnya menahan tangis serta sesak di dada karena kebingungan tentang masa depan keluarga dan anak-anaknya. Karena kesempatan dan lahan pekerjaan mereka dalam mengais rejeki sudah tidak mudah lagi di dapat , padahal ini adalah tanggung jawab negara sesuai amanat UUD 45.
Katanya bangsa kita bangsa agraris, kenapa lahan pertanian di tanami beton dan gedung-gedung.
Kita, diluar sana di kenal dunia sebagai bangsa maritim, dengan luasan laut dan sumberdaya alamnya mampu menghidupi satu negara, tapi kenapa nelayan kita dilarang dengan berbagai macam aturan, laut di reklamasi dan kemudian berdiri gedung-gedung pembatas Borjuis dan Proletar.
Baru saja bangsa ini merayakan kemerdekaan dari belenggu penjajahan kolonialis, namun absurd karena tangis kelaparan masih saja terdengar di seluruh pelosok negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H