Lihat ke Halaman Asli

Renjana

Diperbarui: 8 Agustus 2024   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Kamu, tegak lah seperti pohon oak, terlihat tenang namun kuat. Jika tangis mu adalah nyanyian alam, biarlah hujan menjadi l harmonisasi sekaligus penyeka airmata itu. 

Tidak perlu gontai dalam berjalan di tengah binatang-binatang lapar akan sanjungan, yakini saja bahwa roda hidup memang berputar. 

Kamu, tetaplah tersenyum ditengah kegetiran dan gelapnya jalan lorong kota, bukankah cahaya temaram mengaburkan kedukaan, maka nikmatilah sebagaimana setiap tetesnya air hujan menyejukkan relung-relung hati mu.

Tetaplah tenang, karena api bisa meluluhkan lantakkan kebahagiaan dan merampas semuanya. Kesombongan serta angkuh sekitar adalah nyanyian sunyi ditengah hutan, tidak meracuni rerumputan dan pepohonan, tidak akan mati atau layu karenanya. 

Senyum manismu tidak boleh hilang, kekasih. Jangan lekang oleh waktu dan tenggelam dalam sunyi. Mulailah berdiri dan tegak kembali, kemudian berjalan. Hadapi semuanya secara hormat dan bermartabat. Karena setiap bulir keringat mu, dan tetesan air mata mu adalah harga diri.

Aku, tidak tahu seberapa jauh menemani langkah mu, mengisi ruang kosong dalam hidupmu, dan selalu ada dalam setiap langkah mu. 

Seperti renjana terkungkung dalam balutan kabut tipis, menusuk pelan namun pasti. Bahwa kerinduan tidak perlu di definisikan. Tersirat dalam setiap celah cahaya mata mu. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline