Pada 11 Januari hari selasa tahun 1966 Soe Hok Gie meng-Arsiteki Gerakan Long March yang teridiri dari 50 orang mahasiswa dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia yang menentang kenaikan BBM serta mendesak pemerintah agar membubarkan PKI.
Namun dibalik aksi tersebut ada kejadian yang sedikit lucu serta konyol, diceritakan dalam catatan Harian Gie bahwa ketika Demonstran melewati Hotel Indonesia, semua mahasiswa berhenti dan masuk ke dalam Hotel Indonesia dengan tujuan meminta lem perekat serta alat tulis lainnya untuk menempelkan pamflet sebagai bahan propaganda mahasiswa dalam menentang kebijakan presiden Soekarno yang cenderung menyusahkan rakyat, kertas-kertas yang berisi Propaganda dan Agitasi itu kemudian akan di tempelkan di mobil-mobil, serta tembok-tembok Jakarta.
Namun rupanya pihak Hotel Indonesia panik hingga mengira mahasiswa marah-marah didepan Hotel Indonesia di kiranya karena lapar, dan tanpa kordinasi terlebih dahulu akhirnya pihak Hotel Indonesia membelikan nasi bungkus untuk para demonstran, sontak para mahasiswa menjadi marah dan melempar nasi bungkus tersebut ke lantai Hotel Indonesia yang mengkilap lantaran merasa di hina oleh pihak hotel Indonesia dengan memberikan nasi bungkus itu.
Kejadian itu sontak membuat pihak Hotel Indonesia menjadi bingung dan serba salah, hingga kemudian pihak Hotel berdialog dengan perwakilan demonstran dan akhirnya pihak hotel mengerti, kemudian memberikan Lem perekat beserta alat tulis lainnya untuk mahasiswa namun mahasiswa justru menolaknya karena Lem yang diberikan dianggap lem nya kaum Borjuis dan tidak bisa di kobok-kobok, hingga akhirnya terpaksa pihak Hotel Indonesia pun memasak tepung kanji se-ember untuk dijadikan lem, baru setelah itu mahasiswa puas setelah diberikan Lem, Spidol dan kertas beberapa Rim kepada mahasiswa, dan mahasiswa pun Kembali melanjutkan aksi nya dengan memberhentikan laju mobil-mobil disekitar Hotel Indonesia untuk di tempeli pamflet serta mencoret-coret body mobil-mobil orang kaya yang kedapatan melintas disekitar Jalanan Hotel Indonesia.
Dan kelucuan dalam aksi ini ialah ketika Mahasiswi yang ikut melakukan aksi dan dengan getol menempelkan Pamflet-pamflet di mobil-mobil yang melintas itu mendapati nama bapaknya yang ternyata masuk ke dalam propaganda pamflet tersebut dengan tulisan "Gantung (nama bapaknya)", sontak mata mahasiswi itu terbelalak dan kaget melihat tulisan yang akan ditempelkan ke mobil-mobil itu, karena bapaknya adalah Danrem Cakrabirawa dan tergolong Perwira Angkatan Darat yang cukup berpengaruh kala itu, namun Soe Hok Gie tidak peduli dan terus melakukan aksi tersebut sampai selesai, begitupun mahasiswi tersebut juga mengikut aksi tersebut sampai tuntas dan semua peserta Long March Kembali pulang ke rawamangun.
Keberanian Soe Hok Gie memang tidak diragukan lagi, keberaniannya serta kemampuannya dalam mengorganisir serta me-menejemen emosi mahasiswa yang kemudian dikemas dalam beberapa Gerakan mahasiswa sungguh sangat matang dan penuh ke hati-hatian, terbukti aksi-aksi yang di arsiteki oleh Soe Hok Gie jarang sekali Chaos, karena Gie lebih mengedepankan substansi ketimbang eksistensi, juga membuktikan ke masyarakat luas kalau mahasiswa tidak hidup di Menara gading, dan soal kenaikan BBM adalah perosalan paling fundamental yang pasti berdampak pada kenaikan bahan pokok lainnya.
Dan gaya Soe Hok Gie dalam menganalisa situasi pada saat itu juga terhitung sangat cerdik, Gie tahu bahwa kenaikan BBM adalah upaya pemerintah dalam mengalihkan issue yang sedang terjadi hingga kemudian Gie meng-counter itu dengan memutuskan Mahasiswa harus turun ke jalan agar tidak gampang chaos. Dan strategi Counter Attack akhirnya mampu menumbangkan kekuasaan Soekarno.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari sebuah kisah yang dicatat oleh Soe Hok Gie, terutama tentang kemanusian, kita boleh saja berbeda dalam segala hal, baik ras, agama maupun golongan, tapi tidak dengan kemanusiaan dan Gie dalam catatannya mengungkapkan "Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: 'dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan'. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurdlah hidup kita".
Semoga banyak manfaat yang kita dapat setelah membaca dan mempelajari semua tulisan-tulisan Soe Hok Gie yang kemudian bisa menjadi standard bagi generasi saat ini tentang bagaimana caranya mencintai suatu bangsa yang dimana didalamnya Indonesia adalah bangsa yang majemuk.