Lihat ke Halaman Asli

TKI Harus Tes Mental dan Psikologis, Solusi Tepat Masalah TKI?

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2011, secara khusus pada Pasal 4, disebutkan bahwa setiap calon TKI yang akan diberangkat ke luar negeri wajib terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kesehatan dan psikologi.

Dari sejak saya pertama kali mendengar informasi tentang Perpres ini, saya mendengar ada dua kubu, yang optimis dan pesimis, yang pendapatnya bertentangan dalam menanggapi dikeluarkannya peraturan baru ini. Karena sering dengar, saya jadi tertarik untuk membahasnya disini dan menanyakan pendapat dari rekan-rekan semua.

Dari kacamata seorang optimis, hal tersebut tentu merupakan suatu kabar yang sangat menggembirakan. Karena dengan demikian maka kedepannya setiap TKI yang diberangkat ke luar negeri adalah orang-orang terpilih yang telah terseleksi secara kesehatan dan psikologis. Ditambah dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, para TKI kini sudah seperti sekelompok pasukan elit yang telah ditempa terlebih dahulu dan telah disertifikasi sebelum diterjunkan ke medan laga. Jika sebelumnya persyaratan lebih banyak bersifat formal dan teknis, kini dengan adanya persyaratan kesehatan dan psikologis tentu akan menelurkan para TKI yang sudah sangat mumpuni untuk bekerja di negeri orang. Hal ini tentu akan mengangkat kredibilitas para TKI itu sendiri, dan pada akhirnya diharapkan dapat meminimalisir stigma-stigma maupun perlakuan kepada para TKI, khususnya yang bekerja di sektor informal, yang selama ini seperti dipandang sebelah mata.

Namun, jika dilihat dari perspektif seorang pesimis, sudah barang tentu pendapat yang keluar adalah peraturan ini tidak akan membawa perubahan menuju kebaikan bagi para TKI dan disinyalir hanya akan menjadi satu lagi lahan pungli terhadap mereka.

Yah, mungkin memang tidak ada yang benar ataupun salah dari kedua pandangan tersebut, tetapi saya tertarik untuk sedikit membahas fakta di lapangan berdasarkan pengetahuan saya yang sedikit tentang hal ini. Sebagai catatan, khusus untuk artikel ini, yang saya maksud dengan TKI adalah TKI yang bekerja di sektor informal yang mayoritas bekerja sebagai PRT.

Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, sebagian besar masalah TKI yang ada diakibatkan oleh hal-hal berikut ini:


  1. TKI (meskipun telah mendapat sertifikasi keahlian dan bahasa) ternyata tidak memiliki kemampuan yang sesuai dengan kualifikasi sertifikatnya;
  2. TKI memiliki dokumen-dokumen yang 'aspal' (asli tapi palsu, biasanya pemalsuan umur);
  3. TKI ditipu oleh agen 'nakal' yang mengirimnya.


Jadi sebelum kita memikirkan solusi-solusi yang hebat-hebat, seperti membuat persyaratan baru untuk para TKI atau bahkan moratorium, alangkah baiknya jika kita berkonsentrasi terlebih dahulu dan memfokuskan diri untuk mencari solusi dari ketiga permasalahan di atas, karena jika ketiga permasalahan berhasil ditangani, saya yakin jumlah insiden yang menimpa TKI pasti bisa ditekan dalam persentase yang sangat signifikan!

Pertama, terkait dengan fakta bahwa banyak TKI yang dikirim ke luar negeri, namun ternyata tidak memiliki kemampuan memadai, mulai dari hal yang primer seperti dari segi bahasa dan skill kerja sampai kemampuan sekunder terkait dengan pemahaman terhadap budaya sosial di negara tujuan. Sebenarnya jika kita melihat kepada peraturan yang ada, setiap TKI yang dikirimkan ke luar negeri sudah mendapatkan pembekalan yang cukup dan akan dilegitimasi melalui penerbitan sertifikat-sertifikat oleh pihak-pihak yang memiliki kewenangan berdasarkan ketentuan Pemerintah yang berlaku. Lalu bagaimana mungkin ada TKI yang sudah sampai di negara tujuan, yang notabene sudah tersertifikasi dan lulus seleksi di dalam negeri, namun ternyata tidak bisa bahasa setempat, tidak mengerti kultur budaya setempat, dan tidak memiliki kemampuan kerja yang memadai? Jawabannya mudah saja sebenarnya, ada yang salah dengan otoritas yang bertugas memberikan sertifikasi kepada para TKI!

Jika ada TKI yang diketahui telah diberangkatkan ke luar negeri namun ternyata kemudian diketahui bahwa ia tidak memiliki kemampuan yang memadai sebagaimana dicantumkan oleh sertifikat keahliannya, maka tidak perlu berpikir panjang-panjang, langsung saja dipanggil dulu pejabat yang membertugas memeriksa kualifikasi si TKI yang bersangkutan. Patut dipertanyakan keputusannya yang meloloskan sang TKI, karena secara tidak langsung, ia telah menyatakan bahwa TKI yang bersangkutan telah memiliki kemampuan yang memadai. Oleh karena itu, jika dikemudian hari keputusannya itu ternyata terbukti salah, dan si TKI ternyata tidak memiliki kemampuan yang memadai, maka ia harus bertanggungjawab secara penuh. Hal ini tidak bisa dianggap enteng, karena ketidaksiapan TKI untuk dikirim ke negara tujuan, pada akhirnya dapat menjadi penyebab masalah mulai dari penyiksaan, perkosaan, bahkan pembunuhan!

Terkait dengan hal tersebut, maka Pemerintah sudah selayaknya untuk bersikap lebih tegas dan lebih teliti dalam mengawasi dan menseleksi para pejabat yang akan bertanggungjawab dalam proses sertifikasi TKI. Pemerintah juga harus memberikan sanksi yang tegas, termasuk sanksi pidana, bagi para pejabat yang terbukti telah lalai meluluskan TKI yang tidak kompeten. Mengingat implikasi yang dapat ditimbulkan, mulai dari dapat menyebabkan insiden kekerasan terhadap para TKI, kematian, maupun dapat memberikan dampak negatif dalam hubungan antar dua negara, maka sangat tidak proporsional apabila kelalaian pejabat yang bersangkutan hanya dihukum dengan tindakan administratif.

Guna menanggulangi permasalahan ini, ada baiknya Pemerintah mendata pejabat-pejabat 'penjaga pintu', yaitu pejabat yang bertugas meloloskan seorang TKI untuk dapat diberangkatkan ke luar negeri. Dengan demikian, jika seorang TKI terlibat masalah Pemerintah bisa dengan cepat mengetahui siapa pejabat yang bertanggungjawab meloloskan TKI yang bersangkutan dan dapat dengan cepat dimintai keterangan serta pertanggungjawabannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline