Saya bekerja di sebuah kantor hukum yang dapat dikatakan memiliki rasa sosial yang sangat kuat.
Bukan bermaksud sombong, akan tetapi dibandingkan dengan orang-orang yang suka beramal sambil mencari publikasi dengan mengumpulkan saudara-saudara kita yang masih kekurangan dan dengan berdarah dingin membiarkan mereka beradu badan satu sama lain seperti binatang, hanya untuk memberikan mereka Rp. 50.000 (orang-orang yang saya sendiri terkadang bingung mereka itu memiliki jiwa sosial tinggi tapi malas memikirkan cara agar bisa bersedekah yang tidak menyiksa orang, atau mereka sebenarnya hanya psychopath yang gemar melihat orang saling beradu badan seperti para penduduk Romawi yang gemar menyaksikan para gladiator saling bertarung sampai mati di zaman dahulu?!), maka boss saya masih layak untuk sedikit dipuji. Daripada membuat 'festival gladiator kecil-kecilan' macam orang-orang yang saya sebutkan sebelumnya, beliau lebih memilih untuk mendirikan sebuah sekolah gratis dengan asrama dan fasilitas penunjang lainnya untuk anak-anak berbakat (gifted) yang berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Lalu apa yang salah dan apa hubungannya dengan judul dari tulisan saya??
Ada dong, saya jadi terinspirasi untuk membuat tulisan ini karena karena kalimat di bawah ini di dalam brosur tentang sekolah gratis milik kantor kami:
"sebuah sekolah gratis dengan asrama dan fasilitas penunjang lainnya untuk anak-anak berbakat (gifted) dari keluarga yang tidak mampu"
Betul, saya terganggu karena ternyata sekolah gratis yang didirikan oleh boss saya itu hanya ditujukan untuk anak-anak yang berbakat. Berdasarkan informasi dari mbah saya yang super sakti, mbah Google, anak berbakat adalah anak didik atau siswa yang memiliki kemampuan akademis yang tinggi secara umum, yang biasanya ditandai dengan skor IQ yang tinggi pada pengerjaan tes kecerdasan/intelegensi. Untuk dapat bersekolah di sekolah milik kantor kami itu, setiap anak harus terlebih dahulu dites dan hanya yang telah diakui sebagai anak yang berbakat lah yang bisa siswa disana. Lebih lanjut, untuk dapat masuk ke dalam sekolah gratis milik kantor kami, selain berbakat ada satu lagi syarat yang harus dipenuhi, yaitu 'berasal dari keluarga tidak mampu'. Jika kedua syarat sudah dipenuhi, baru calon siswa boleh bersekolah di sekolah milik kami.
Hal ini sangat mengganggu saya. Terlebih lagi, dari pengalaman saya, hampir semua beasiswa yang ada hampir semuanya memiliki target dan kriteria yang sama, ditujukan khususnyta untuk anak-anak yang berbakat dan berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka sama sekali tidak salah, karena mereka bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih baik bagi para anak-anak yang sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar (karena mereka 'berbakat') namun berada di dalam keluarga yang kurang beruntung secara finansial sehingga dapat menghambat perkembangan akademis mereka. Selain itu, beasiswa juga biasanya diberikan kepada anak-anak yang memiliki prestasi akademis yang baik namun berasal dari keluarga tidak mampu. Anak-anak ini biasanya meskipun tidak berbakat namun memiliki kemauan yang sangat keras untuk bersekolah dan belajar, sehingga menurut saya tidak ada salahnya juga untuk membantu mereka dengan memberikan beasiswa.
Lalu apa yang salah? Tidak ada salah dalam memberikan beasiswa atau sekolah gratis khusus untuk anak-anak 'baik' yang berasal dari keluarga tidak mampu itu. Hanya saja, saya hanya jadi bertanya-tanya, lalu bagaimana dengan anak-anak yang tidak berbakat, tidak rajin belajar, tidak punya kemauan keras untuk bersekolah, dan berasal dari keluarga miskin? (saya hanya membicarakan yang dari keluarga miskin, karena untuk yang berasal dari keluarga kaya, berdasarkan pengamatan saya mereka akan baik-baik saja)
Terlepas dari beberapa sekolah gratis kecil disana-sini, yang pada kesempatan ini saya juga hendak menyampaikan penghormatan saya yang setinggi-tingginya kepada mereka-mereka yang mendirikan sekolah-sekolah itu, saya belum pernah melihat ada beasiswa atau sekolah berkualitas yang khusus ditujukan atau ditargetkanuntuk anak-anak yang tidak berbakat, malas, dan miskin. Lalu kalau tidak ada yang memberikan kepada mereka beasiswa dan pendidikan yang berkualitas, apa yang akan terjadi kepada mereka? Apa mereka memang menjadi suatu korban seleksi alam dan menjadi pihak yang kalah karena mereka dikatakan tidak berbakat dan tidak rajin belajar, sehingga mereka dianggap sebagai anak-anak yang tidak berpotensi dan tidak perlu dibantu?
Dari pengalaman saya memimpin beberapa organisasi, saya mempelajari satu hal penting yaitu semua orang memiliki potensi besar di dalam dirinya. Masalahnya adalah tidak semua orang menyadari atau mengetahui potensi mereka, dan disini lah peran orang lain, contohnya saya sebagai pemimpin atau guru dalam konteks anak-anak sekolah, untuk menyadarkan dan mengarahkan mereka untuk menggali dan mengasah potensi mereka masing-masing, baik potensi di bidang akademik maupun potensi di bidang non-akademik.
Karena hal ini pula lah menurut saya anak-anak yang tidak berbakat, malas belajar, dan miskin ini, yang biasanya sudah terlanjur dicap sebagai anak yang 'nakal/berandalan', memiliki signifikansi yang paling tinggi dibandingkan anak-anak lainnya untuk mendapatkan beasiswa dan dapat bersekolah dan diajar oleh guru-guru yang berkualitas tinggi. Di antara semua golongan anak-anak, mereka ini lah yang seharusnya menjadi prioritas untuk dibantu. Tapi mengapa hanya sedikit sekali orang-orang yang perduli dengan mereka? Mengapa orang-orang seperti terpaku dan terlalu fokus membantu anak-anak yang berbakat dan/atau yang rajin belajar, yang menurut saya kurang memiliki signifikansi untuk dibantu (bukan tidak boleh dibantu ya) apabila dibandingkan dengan anak-anak yang 'nakal' seperti yang saya sebutkan sebelumnya.