Lihat ke Halaman Asli

Balya Nur

Yang penting masih bisa nulis

Orang Pintar Minum Minyak Angin

Diperbarui: 27 Maret 2019   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Orang pintar minum tolak angin, orang dungu minum minyak angin. Jauh sebelum Profesor Rhenald Kasali minum tolak angin, saya sudah minum duluan. Kalau cuma masuk angin, cukup dikerokin pakai minyak angin, minum tolak angin, selimutan, angin pun ngacir tanpa permisi. Tetap saja saya tidak merasa lebih pintar. Karena yang saya bisa kibulin cuma angin.

Mentang-mentang sering minum tolak angin, Profesor Rhenald mengajari Rocky Gerung agar membaca referensi soal hoax secara utuh, bukan hanya dari satu sumber saja. "Saya kira referensi itu tidak cukup membaca satu. Anda harus banyak membaca buku," sanggah Rhenald.

Saya kira ada yang baru soal hoax. Ternyata apa yang Prof Kasali ajarkan pada Rocky sudah pernah saya baca berkat bantuan mbah gugel, cara paling primitif mencari tahu segala hal. Jadi, kalau cuma mau tahu sejarah kata hoax yang berasal dari hocus pocus, mantra para penyihir, nggak perlu repot ngubek-ngubek perpustakaan, cari buku "A Glossary: Or, Collection of Words, Phrases, Names dan Allusions to Customs", karangan Robert Nares yang terbit pertama kali pada 1822 di London. Cukup tulis asal kata hoax, mbah gugel sambil kerokan bisa kasih tahu.

Lagi pula, Prof. Rhenald bicara soal asal usul kata hoax, sedangkan Rocky memberi contoh, tidak semua hoax itu ajaran iblis seperti yang dikatakan Prof. Rhenald.

114 tahun kemudian, tahun 1996, Alan Sokal seorang profesor fisika di New York University, seperti diceritakan oleh Rocky Gerung, menggunakan hoax untuk menguji standar intelektual akademisi humaniora di Amerika Serikat.

Alan Sokal mengirimkan paper "Transgressing the Boundaries: Towards a Transformative Hermeneutics of Quantum Gravity" yang berisi argumen dan fakta palsu ke jurnal Social Text.


Beberapa minggu setelah paper Sokal terbit, Alan Sokal menulis esai berjudul "Physicist Experiments with Cultural Studies" yang terbit di jurnal Lingua Franca pada 15 April 1996. Dalam esainya, Sokal membeberkan bahwa papernya yang terbit di Social Text itu hanyalah parodi untuk mengejek para pemikir posmodern. Di kemudian hari insiden ini masyhur dikalangan publik akademisi dengan nama hoax Sokal.

Menurut Rocky, hal yang sama ketika kita ajukan ujian kepada kekuasaan. Kemudian, kekuasan bereaksi negatif. "Artinya, kekuasan juga gak berpikir."

Prof. Rhenald cari pembenaran lain. "Hari ini bukan orang dungu yang dikelabui. Orang-orang pandai, orang-orang yang ibadahnya baik pun dikelabui," katanya.

Lho? Bukankah Prof. Rhenald malah membenarkan pertanyaan Rocky yang mengatakan, orang pintar bisa dikibulin hoax karena malas berpikir? Cuma bisa marah-marah saja?

Saya jadi berpikir keras. Penyebar hoax seberapa banyak minum tolak angin ? Sepintar apa penyebar hoax itu hingga orang pintar, ahli ibadah bisa dikelabui oleh penyebar hoax? Repot kalau orang pintar hanya mengandalkan tolak angin. Seperti Popeye yang baru bisa pintar kalau sudah minum sekaleng bayam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline