Lihat ke Halaman Asli

Balya Nur

Yang penting masih bisa nulis

Sandiaga Uno, "Man of The Match" Debat

Diperbarui: 18 Januari 2019   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Saya sampai di rumah kurang lebih pukul setengah sembilan malam. Acara debat di televisi sudah berlangsung. Bisa saja saya membatalkan salah satu kegiatan saya di luar rumah demi menonton debat antar Capres/Cawapres dari awal. Tapi dari awal saya memang kurang tertarik.

Debat yang terlalu banyak peraturannya, dibatasi waktu, terlalu formal, pasti kurang menarik. Format debat pilkada DKI 2017 lalu malah jauh lebih menarik. Dan benar saja. Saya nonton sampai akhir debat, secara substansi hanya pengulangan saja.

Ketika ditanya soal hukum yang tajam ke bawah, tumpul ke atas dengan contoh kasus, Jokowi berkali-kali bilang, " Kalau ada kasus, ya laporkan saja pada Polisi. " Justru persoalannya kan pada lapor polisinya itu. Banyak sekali contoh kasus yang dilaporkan ke polisi tapi tidak ditindaklanjuti karena yang dilaporkan pro penguasa.

Masa sih Jokowi nggak tahu kasus Laiskodat yang dilaporkan oleh beberapa Parpol oposisi, nggak jelas juntrungannya. Kalau Ade Armando yang sudah entah berapa kali dilaporkan tapi belum juga tersentuh hukum barangkali Jokowi memang nggak tahu, tapi itu sebuah fakta. 

Sementara kasus yang sama, misalnya editan gambar KHMA yang dipakaikan topi santa, cepat sekali diproses. Hal itu kan sudah jadi bahan perdebatan di medsos sampai bosan.

Tapi saya masih bisa menikmati panggung teaternya. Nampak sekali KHMA demam panggung. Itulah pentingnya melakukan simulasi secara serius, terutama soal menyiasati waktu. 

KHMA katanya sebelum debat sudah dipoles, tapi hasilnya tidak nampak di acara debat. Makanya tidak heran kalau dia lebih banyak menjadi pendengar yang baik, atau tukang ambil undian pertanyaan.

Sekalinya bicara, kehabisan waktu. Misalnya, ketika bicara penanganan disabilitas. Baru saja dia ingin mengutip contoh yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW, waktunya habis. Saya sih paham apa yang ingin dicontohkan. Dia ingin memberi contoh seperti tertulis pada surah "Abasa." Ketika Rasulullah mengacuhkan Abdullah bin Umi Maktum yang buta, Allah menegur Nabi.

Jika misalnya diberikan waktu satu atau dua menit pun, contoh peristiwa itu tidak cukup. Bahkan bisa disalah tafsirkan jika dibatasi waktu. Bisa ada yang beranggapan Nabi tidak perhatian pada orang buta, lebih mementingkan pembeasar Quraisy. 

Padahal waktu itu Nabi sedang berda'wah pada pembesar Quraisy, dengan asumsi, jika para pembesar Quraisy masuk Islam, tentu jalan da'wah Nabi lebih lancar. Tapi Allah tetap memberi teguran, walaupun secara substansi Nabi tidak bersalah. Allah memberi pelajaran pada Nabi agar menghormati disabilitas.

Nah, menyiasati waktu ini menjadi bagian penting, dan memerlukan latihan. Jadi jangan sombong bilang, masa debat saja perlu latihan. Dalam hal menyiasati waktu, Sandiaga sangat taktis. Maklum saja, beredar video saat Sandi berlatih menyiasati waktu. Sandiaga tidak malu, bahkan bangga kalau dia benar-benar serius menghadapi debat ini dengan berlatih simulasi waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline