Lihat ke Halaman Asli

Balya Nur

Yang penting masih bisa nulis

Buah Simalakama Perda Syariah

Diperbarui: 21 November 2018   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Presiden Jokowi pasrah saja setelah MK "mempereteli" kewenangan  Mendagri dalam hal mencabut perda yang bermasalah . 4 April 2017, MK  membatalkan kewenangan Menteri Dalam Negeri mencabut peraturan daerah  bermasalah berlaku setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang  diajukan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan  sejumlah pihak.

 Sebelumnya, Presiden Jokowi semangat banget  memerintahkan Mendagri untuk membatalkan sejumlah Perda. " Ndak usah  dikoja-kaji lagi, batalkan saja! " perintahnya. Walhasil, Presiden Joko  Widodo mengumumkan pembatalan 3.143 peraturan daerah yang disebutnya  bermasalah. 

Diantara ribuan perda bermasalah itu kebanyakan soal  investasi dan ekeonomi. Perda yang disebut intoleransi atau sekarang  yang lebih dikenal dengan perda syariah cuma 25 persen.

 Tapi  bukan soal 25 persennya itu. Soal apa yang dimaksud perda syariah itu  tidak jelas. Seberapa kadar syariahnya hingga perda itu bisa disebut  perda syariah. Soalnya, 25 persen itu tidak termasuk Perda Nomor 20  Tahun 2010 tentang penertiban penyakit masyarakat yang berlaku di Kota  Serang yang melambungkan nama Ibu Saenih, pemilik Warteg yang kebanjiran  hadiah dari sejumlah pihak termasuk Presiden Jokowi. Padahal Perda itu  yang bikin sejumlah LSM berteriak kompak, batalkan perda syariah!

 Sebenarnya sih Perda 20 tahun 2010 pemda Serang itu sudah di tangan  Mendagri, sudah menjadi beberapa lembar kertas yang tidak berdaya.  Tinggal sekali gorok, perda itu akan menemui ajalnya. Tapi kenapa  mendadak Mendagri takut mengeksekusi perda itu? 

 Setelah  gelombang simpati  kepada Bu Saenih mulai berkurang, gantian gelombang  dukungan terhadap perda itu datang silih berganti, wabil khusus dari  para ulama lokal Serang dan sekitarnya sampai tingkat nasional. Ketum  MUI, KH. Ma'ruf Amin dengan tegas mendukung perda itu.

 Kalau cuma   berlabel ulama yang menolak pembatalan perda itu sih gampang. Tinggal  tuduh saja sebagai kelompok radikal, selesai. Tapi kalau sudah KH.  Ma'ruf Amin yang selama ini dekat dengan pemerintah sudah ikutan  bersuara, cukup bikin pemerintah serba salah. 

Ditambah lagi, Mendagri  mengaku hapenya dibanjiri pertanyaan soal pembatalan perda syariah.  AKhirnya, dia bikin pernyataan bersayap, tidak ada perda syariah yang  dicabut. Padahal maksudnya perda 20 tahun 2010 itu yang tidak dicabut.  Entahlah perda intoleransi yang 25 persen itu.  Ujung cerita, perda 20  tahun 2010 itu cuma diminta  revisi beberapa bagain saja.

 Sejak  itu suara yang anti perda syariah nyaris tak terdengar. Kalau pun ada,  paling banter setingkat bisik-bisik tetangga. Sampai  Sis Grace  berpidato di depan kader PSI dan depan bro Jokowi. 

Dengan tegas sis  Grace menyatakan "perang" terhadap perda syariah. Supaya tidak  kedengaran memusuhi  perda satu agama saja, sis Grace mengambil jalan  memutar dengan menyebut terlebih dahulu  perda injil. Tetap saja yang  rame adalah soal perda syariah.

 Sis Grace bukan mendagri, bukan  pula presiden, partainya pun masih nol koma. Walaupun gagasannya itu  ditentang oleh cawapres yang didukungnya, walaupun dijegal oleh PPP,  parpol sekoalisinya, walaupun dicicbir oleh TGB, ulama yang  dihormatinya,  dia cuek saja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline