Kali ini giliran Cawapres yang kena protes. Sandiaga didemo oleh sejumlah Santri di Jombang karena dituduh melangkahi makam KH Bisri Syansuri , ulama besar yang ikut mendirikan NU di Indonesia. Tuntutannya, Sandiaga harus minta maaf. KH Ma'ruf Amin diprotes oleh Forum Tunanetra Menggugat karena dianggap telah menyinggung perasaan kaum difabel karena KHMA menyebut orang yang tidak menghargai keberhasilan jokowi disebut sebagai buta dan budeg.
Sandiaga tidak mau bersilang kalam. Dengan tulus dia mengaku salah dan minta maaf. "Dan dalam ziarah tersebut, tadi juga ada ziarah kubur, di sini juga ada pemandunya. Dan tanpa mau menyalahkan siapa-siapa, saya harus berani mengambil risiko ini bahwa kesalahan ada di saya."
"Oleh karena itu kesalahan saya, saya mohon maaf. Dan tentunya manusia penuh khilaf, penuh salah. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mohon maaf," kata Sandiaga.
Permintaan maaf ini menambah koleksi permintaan maaf dari kubu Prabowo-Sandi. Sebelumnya Prabowo meminta maaf atas kasus Ratna Sarumpaet dan kasus tampang Boyolali. Sebelumnya, ketua TKN mengeritik permintaan maaf Prabowo yang disebut sebagai sudah dua kali beturut-turut dalam satu setengah bulan terakhir. Ditambah dengan permintaan maaf Sandiaga, boleh dibilang ini hattrick yang ditunggu-tunggu oleh TKN Jokowi-Maruf yang bisa dijadikan amunisi baru buat "menyerang" kubu BPN Prabowo-Sandi. Boleh dibilang, daya ingat TKN Jokowi-Ma'ruf ini luar biasa.
Bayangkan saja, dalam satu diskusi, TKN masih membawa-bawa soal jualan mayat saat Pilkada DKI, soal obor rakyat, dan semacamnya. Apalagi hattrick permintaan maaf ini. Pasti akan dibiawa terus bahkan sampai beberapa tahun ke depan.
Kalau kubu Prabowo surplus permintaan maaf, kubu Jokowi bukan defisit, tapi memang pelit untuk minta maaf. Barangkali Permintaan maaf bagi mereka merupakan aib, makanya mereka berani ngeledek Prabowo yang dua kali minta maaf.
Sampai saat ini KH. Ma'ruf Amin belum mau minta maaf pada Forum Tunanetra Menggugat. Bahkan wakil TKN, Abdul Kadir Karding menuduh protes para tunanetra itu sebagai politisasi kaum difabel. Alasan Pak Kyai, diksi buta dan budeg adalah bahasa Alqur'an seperti terdapat dalam surah Albaqarah ayat 18. Hal itu juga diamini oleh timsesnya, Kyai Maman imanulhaq dan Raja Juli Antoni.
Pertanyaannya, kenapa tidak sejak awal mengutip ayat itu? Tentu saja ini berhubungan dengan tekad yang terus digelorakan oleh kubu Jokowi, Jangan jualan ayat! Jangan politisasi Alqur'an! Situasinya sekarang, maju kena mundur kena. Maju kena protes kelompok tunanetra. Mundur kena tuduhan jualan ayat. Dan itu sudah dibuktikan dengan sempritan KH Agus Solachul A'am Wahib Wahab, Ketua Barisan Kyai Santri Nahdliyin (BKSN) yang akrab disapa Gus A'am.
"Menggunakan shummun bukmun 'umyun fahum laa yarji'uun untuk membela Jokowi, sangatlah naf. Saya tidak habis pikir, bagaimana kalau hal tersebut dilakukan yang lain? Pasti sudah turun jalan, demo. Kalau mau membela Jokowi, mau menunjukkan sukses Jokowi, pakai data Yi. Jangan mainan Ayat Alquran. Bahaya," tegas Gus A'am.
"Orang bisa saja menuduh balik. Bahwa sesungguhnya yang budek dan buta, itu justru yang menafikan keadaan. Sudah tahu ekonomi babak belur, dibilang sukses. Sudah tahu harga BBM, tarif listrik mencekik, masih dibilang aman. Sudah tahu utang negara menggunung, masih dibilang prestasi. Sudah tahu rakyat kecil menjerit, masih dibilang makmur. Ini bukan sekedar buta, tetapi sudah dholim," tegas Gus A'am yang menyarankan agar Kiai Ma'ruf pakai data, karena sukses seorang presiden itu, diukur dari data yang ada. Sumber
Masih beruntung Gus A'am tidak mengupas tuntas surah Albaqarah ayat 18 hingga tidak terjadi perang tafsir antar kyai. KH Ma'ruf Amin pun tidak menjelaskan secara rinci maksud ayat itu. Apakah ayat itu ditujukan buat umat yang tidak mau mengakui keberhasilan seorang presiden, presiden mana saja termasuk Raja Arab Saudi, atau lebih jauh lagi, semasa khulafaurosyidin? Pertanyaan itu memang bukan kelas kita, itu kelas Gus A'am dan Kyai Ma'aruf Amin yang sudah khatam luar dalam.
Lebih aman pertanyaan itu ditujukan sekelas Raja Juli Antoni saja yang mengatakan, "Dalam Al-Quran, sudah dijelaskan untuk mendeskripsikan orang-orang tidak mau menerima kebenaran mesti sudah berulang-ulang kali sudah didakwahkan. " Kemudian Raja mengutip surah Albaqarah ayat 18. Raja tidak menjelaskan, kebenaran apa yang dimaksud? Apakah termasuk keberhasilan seorang presiden?