Untuk ukuran politisi Sandiaga Uno terlalu lembut. Bahasa lainnya, nggak tegaan. Sandiaga yang biasanya kerap menebar senyum ramah, nampak sekali dia agak tegang ketika semalam membacakan sikap politik parpol koalisi PAS perihal rupiah yang nyungseb.
Untuk menjadi agamawan pun dia terlalu santun. Agamawan yang masuk politik juga nggak gitu-gitu amat. Kyai Ma'ruf saja pernyataan pertamanya setelah diangkat jadi cawapres Jokowi berani menyindir lawan politiknya yang dikatakan kurang relegius karena nggak berani mengangkat cawapres ulama. Sandiaga nggak bakal berani nyindir lawan politiknya.
Soal kepolosan, sebut saja keluguannya dalam politik ada kemiripan dengan Kyai Ma'ruf. Pak Kyai dengan entengnya mengimbau kader NU yang tersebar di berbagai parpol agar mau kembali ke pangkuan PKB. Tentu saja bikin parpol koalisi pro Jokowi yang ada NU-nya gerah
Berkali-kali Sandiaga menyatakan ingin berpolitik santun. Mana ada politik santun? Politik santun itu jebakan betmen lawan politik yang diartikan Sandiaga secara harfiah. Bagi lawan politik, politik santun itu tidak mengeritik lawan politik, kalau diserang jangan membalas, kalau dihadang terima dengan sabar. Difitnah ini itu diam saja.
Barangkali Prabowo membaca gelagat itu. Makanya Sandiaga yang disuruh membacakan pernyataan sikap politik koalisi oposisi terhadap terpuruknya rupiah, di tengah pernyataan politisi koalisi pro pemerintah yang minta politisi oposisi agar berpuasa bicara soal rupiah. Ketegangan Sandiaga membaca pernyataan politik itu barangkali karena Sandiaga masih terngiang ucapan Surya Paloh yang memberi peringatan pada oposisi agar jangan berkomentar soal rupiah demi demokrasi. Padahal oposisi puasa bicara atas nama demokrasi saja sudah membingungkan. Kalau untuk nasionalisme okelah.
Makanya atas nama nasionalisme, Sandiaga dengan polosnya mengajak para pengusaha menukarkan dolar miliknya menjadi pecahan rupiah. Sandiaga mulai duluan memberi contoh. Dia tidak menyangka ajakannya itu malah menuai caci maki dari pendukung lawan politiknya. Seolah meroketnya dolar Amerika penyebabnya adalah karena Sandiaga Uno untuk ukuran Cawapres terlalu ganteng. Ketika besoknya Pak Moeldoko mengikuti jejak Sandiaga Uno atas nama nasionalisme juga, menukarkan dolar ke rupiah juga, tim hore Capres petahana mendadak sakit gigi. Bungkam limabelas ribu bahasa.
Politik santun dalam bahasa lawan politik adalah, mereka boleh kita tidak boleh. Selagi Kyai Haji Ma'ruf Amin bersafari politik minta dukungan ke sejumlah pesantren dan majelis ta'lim, Sandiaga Uno bersafari ke sejumlah perguruan tinggi. Sekjen PPP mengeritik Sandiaga yang dianggapnya tidak santun dalam berpolitik karena sudah berkampanye sebelum waktunya, ke kampus pula yang mesti steril politik praktis.
Politik sejuk dalam bahasa lawan politik adalah, mereka boleh menuduh macam-macam kita tidak boleh membantah. Kalau mau membantah, kita harus membuktikan bantahannya. Lha mereka yang menuduh tanpa bukti, kita yang suruh membuktikan.
Politik damai dalam bahasa lawan politik adalah, dalam kontestasi pilpres setelah berpelukan jangan berkampanye negatif. Kalau mereka boleh. Prabowo mengembalikan makna pelukannya dengan Jokowi ke tempat semestinya. Berpelukan bukan berarti berhenti bicara seolah tidak ada pilpres. Pelukan bagi Prabowo adalah fair play.
Boleh bersaing tapi tetap menjaga persatuan. Sebelumnya, lawan politik mamaknai, setelah pelukan jangan lagi bersaing. Terbukti saat jelang penutupan Asian Games, Prabowo meluncurkan buku Paradox Indonesia yang berisi catatan kritis pada pemerintah. Tanpa menunggu lama, lawan politknya menuduh Prabowo tidak ikhlas sewaktu berpelukan. Mabuk kekuasaan. Kalau dipikir, bagaimana mungkin mabuk kekuasaan, lha berkuasa saja belum. Ada juga yang mabuk kekuasaan itu, dikasih kesempatan sekali, pingin nambah lagi.
Tapi bukan berarti kesantunan politik ala Sandiaga Uno salamanya bikin gemes. Ada juga manfaatnya. Misalnya sesaat sejumlah gubernur dilantik presiden, sejumlah gubernur bukannya berlomba-lomba bicara soal program membangun daerahnya, tapi kompak "deklarasi" akan mendukung Jokowi. Tapi Gubernur Sumut, gubernur pilihan Sandiaga Uno tampil beda. Dia tidak bicara dukung mendukung yang kepagian, dia lebih banyak bicara soal membangun daerahnya.