Lihat ke Halaman Asli

Balya Nur

Yang penting masih bisa nulis

Dua Menguak Takdir

Diperbarui: 2 Maret 2018   09:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: nasional.kompas.com

I.
Ketum MUI sekaligus Rais Aam PBNU, K.H. Ma'ruf Amin kerap  disebut ayahanda oleh HRS. Saya menyebutnya sebagai "Ayah Bangsa."   Kedekatannya dengan pemerintah bisa menjadi jembatan penghubung  kebuntuan antara pemerintah di satu sisi dengan pihak yang bersebarangan  dengan pemerintah di sisi lain. 

 Ketika terjadi ketegangan  jelang aksi dua satu dua, walaupun Pak Kyai mengimbau agar membatalkan  niat aksi itu, tapi Pak Kyai juga memahami niat "anak-anaknya" sulit  dibendung. Pemerintah pun tetap pada pendiriannya, melarang aksi itu.

Pada saat ketegangan sampai pada titik kritis, beliau tampil sebagai  penengah. Walhasil, panitia aksi dan pemerintah mencapai kata sepakat,  aksi tetap berjalan dipusatkan di Monas.Walaupun pada akhirnya meluber  juga sampai jauh, itu soal lain. Beliau didaulat menjadi imam sholat  jum'at pada aksi itu. Beliau tidak mengiyakan, juga tidak menolak. 

 Setelah beliau pertimbangkan, beliau tidak datang ke  acara aksi itu.  Dapat dipahami,  aksi dua satu dua memang mendapat penolakan dari  kalangan petinggi NU. Pak Kyai ayah bangsa ini ingin berdiri di tengah  anak-anaknya yang pro dan kontra. 

Terpenting, aksi itu berlangsung super  damai. Kata Penjabat Gubernur  DKI, tidak ada satu pun ranting yang  patah. Walhasil, yang kontra pun memuji kesuper damaian aksi itu.

Pada kasus Ahok, kedekatan Pak Kyai  dengan pemerintah tidak  menyurutkan setapak pun pendapat Pak Kyai bahwa Ahok memang menista  agama Islam sebagaimana  yang dinyatakan pada kesaksiannya di  persidangan.

Sedikit pengantar soal Pak Kyai ini penting untuk  memahami tema tulisan ini yang mengambil judul pelesetan kumpulan puisi "  Tiga Menguak Takdir "  karya tiga penyair, Chairil Anwar, Asrul Sani,  dan Rivai Apin. 

Kali ini Pak Kyai menjembatani antara pemerintah dengan terpidana terorisme Ustadz Abu Bakar Baasyir. Saya kira untuk  saat ini tidak ada seorang tokoh pun berani mengajukan usul kepada  Presiden agar Ustadz Abu yang sedang sakit  dirawat dengan perawatan  terbaik, terlebih mengusulkan grasi. 

 Keberanian usulan Pak Kyai  ini disambut baik oleh sejumlah tokoh politik baik parpol pemerintah  maupun oposisi. Maklumlah, ini kan tahun politik. Padahal, kalau  misalnya bukan usulan pak Kyai , mana ada yang berani mewacanakan grasi  terhadap Ustadz Abu Bakar Baasyir. Walhasil, Presiden mengabulkan  permintaan pertama, tapi tentu saja soal grasi perlu proses panjang, dan  syarat utamanya adalah permohonan Ustdaz Abu.

 Mudah ditebak,  Ustadz  Abu menolak permohonan grasi. Dia memilih mendekam di penjara  --baik jeruji besi maupun tahanan rumah --  yang terisa 8 tahun lagi dari  vonis 15 tahun penjara ketimbang minta maaf pada pemerintah. Dia tidak  merasa bersalah.  Menurut pengacaranya, Ba'asyir enggan menerima grasi  karena harus mengakui kesalahan yang tidak dilakukan. "Saya hanya  menjalankan keyakinan saya, agama saya, dan menerangkan tentang agama  Islam," kata Guntur, pengacaranya  menirukan ucapan Ba'asyir sebagaimana  dikutip oleh beberapa media.

 II.
Tertangkapnya kelompok  Family MCA yang dituduh menyebarkan berita hoax mendapat reaksi dari KH  Ma'rif Amin. Pak Kyai meminta agar penebar berita hoax tidak  membawa-bawa nama "muslim. "  Tentu saja taushiyah Pak Kyai Ma'ruf  berdasarkan Alqur'an dan Hadits yang memang dengan tegas melarang  penyebaran berita bohong ( hoax )

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline