Salah satu yang bikin saya betah menjadi pengamat Kecebong adalah kejutan. Biasanya pada bulan september para Kecebong berperilaku lebih tenang dibanding bulan lainnya. Lebih banyak bergerombol sambil tiarap di pojokan. Apakah sedang menyatukan IQ atau entah apa.
Belum selesai penelitian saya mencari penyebab mereka tiarap tiap bulan september, tiba-tiba saya mendapat kejutan, para Kecebong entah sebab apa seperti cacing kepanasan. Ini masih bulan september. Ada apa?
Eh, ternyata gara-gara tanpa sengaja saya setengah teriak, "Emang gue pikirin!" Saya mencoba beberapa kali berteriak, "emang gue pikrin! " Sebanyak itu pula Kecebong belingsatan. Ada apa dengan "emang gue pikirin? "
Biasanya di luar dunia kolam ada dunia yang nyambung dengan perilaku dunia kolam. Namanya bumi terbalik. Planetnya sih masih sama, cuma perilaku Kecebong dunia luar kolam yang sering terbolak-balik. Perlu saya kasih tahu. Kalau di salah satu daerah di Banten ada suku dalam dan suku luar. Suku dalam komunitas Kecebong sebut saja suku dalam kolam. Suku luar sebut saja suku bumi terbalik.
Suku bumi terbalik sedang dibuat belingsatan oleh ucapan petinggi militer yang dengan entengnya bilang, "Emang gue pikirin..." Padahal itu ujaran yang sangat umum, nggak ada anehnya. Menurut suku bumi terbalik itu lebih pantas diucapkan oleh pemain lenong. Ada juga yang bilang ujaran yang tidak elegan.
Saya memang selalu sulit memahami jalan pikiran suku bumi terbalik. Secara umum, bahasa panggung lenong adalah ujaran yang lugas tanpa tedeng aling-aling. Jujur, apa adanya. Dialek Betawi ya memang begitu. Kalau ada pejabat yang meminjam bahasa lenong berarti dia ingin bicara jujur. Secara umum begitu.
Persoalan yang ditanyakan pada pejabat militer itu persoalan yang sudah berkali-kali diputar balikan tanpa fakta. Lebih tepatnya, fakta yang diputar balik. Dan itu sudah berlangsung cukup lama. Mau jawaban apa lagi? Semakin dijawab secara detail, secara elegan, semakin mereka semangat memutar balikan fakta. Sampai-sampai kejahatan ingin ditutupi hanya dengan asap rokok. Nggak jelas banget. Menjawab orang-orang ngeyel kaya gitu memang diperlukan jawaban ala lenong, "emang gue pikirin..."
Effeknya, gantian mereka mikir. Emang enak. "Emang gue pikirin" membuat mereka berusaha berpikir keras buat melancarkan serangan berikutnya. Tapi mau menyerang dari arah mana? Semua pintu sudah tertutup dengan jawaban, "emang gue pikrin. " Giliran elu sekarang yang mikir. Kira-kira begitulah.
Beda lagi perlakuan bahasa lenong yang juga diucapkan oleh pejabat pujaan suku bumi terbalik. " Gue beguk! " " Kalau ada setan yang nongol, gue gebuk! " Bahasa itu sontak mendapat tepuk tangan meriah suku bumi terbalik.
Padahal " gue gebuk" adalah salah satu bahasa lenong yang tidak jujur. Kalau ada pemain lenong bilang, " Bakalan gue gebuk die!" Atau, "Gue gebuk,lu!" Itu cuma bahasa gertak sambal. Kalau jagoan lenong preman mau menggebuk seseorang tidak pake ngomong dulu, langsung gebuk aje. Atau kalau mau mencapai ketegangan, pake mantun dulu, habis itu langsung gedebak gedebuk.
Makanya jangan heran kalau ada yang bilang, " Kalau ada setan yang nongol, gue nggak pake tanya, langsung gue gebuk! " Pas Setan datang, nggak bakalan dia gebuk. Kalau nggak kabur ya pelanga-pelongo. Paling banter ,ngeles. Hmmm...salah copas bahasa lenong.