Kesabaran yang bisa diterjemahkan pada prinsip “ aku rapopo” sebenarnya tidak cocok dalam dunia politik. “ Aku Rapopo” lebih cocok dalam dunia sufi. Mengacuhkan pelecehan,penghinaan yang ditujukan ke wajah pengusung prinsip “ Aku rapopo ” pertama, memerlukan keteguhan hati tingkat Wali, kedua, dalam dunia politik bisa saja “ Aku rapopo” diartikan sebagai tidak tahu harus menjawab apa, tidak tahu harus berbuat apa.
Sewaktu menjadi pekerja sebagai Gubrenur DKI, prinsip “ Aku rapopo” masih cocok. Ketika menerima sindiran, kritikan, dia cuma menjawab, “ yang penting kerja...kerja..kerja....” Tapi sebagai capres atawa politisi, prinsip “ Aku rapopo”tidak akan bertahan lama, hanya dalam waktu singkat dia akan luntur oleh hujan krirtikan, badai hujatan, dan panasnya persaingan.
Terbukti. “ Aku Rapopo” luntur oleh iklan Kutagih Janjimu yang ditayangkan di MNC group televisi milik pengusaha dan politisi Harry Tanoe. Rencanya Jokowi akan menuntut MNC group yang memproduksi dan menayangkan iklan itu, ditambah iklan itu menampilkan wajah Jokowi tanpa izin. (Lihat) Padahal selama ini, saking populernya gambar jokowi dikhlaskan saja ditayangkan di mana-mana. Baik yang KW maupun yanga asli. Banyak orang yang kebagian rejeki oleh wajah Jokowi yang bersahaja itu.
Karena yang akan dituntut adalah pesaingnya dalam dunia politik, maka mau tidak mau tntutuan itu juga punya nilai politis walapun sebenarnya dalam peta persaingan polkitik, WIN-HT bukan lawan berat Jokowi, kuda hitam pun bukan.
Dengan lunturnya prinsip “Rapopo” Maka nampaklah wajah Jokowi sebagai politisi. Memang terjun dalam dunia politik ya mau tidak mau harus jadi politisi. Tidak bisa selamanya bersembunyi dalam wajah sufi. Sekarang prinsip “ Aku rapopo” lebih cocok disematkan pada wapres Boediono, karena dia memang bukan politisi.
30032014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H