Masa pandemi berangsur pergi, masyarakat Indonesia memanfaatkan waktu senggangnya untuk berwisata. Bukan di luar negeri, namun justru ada kebanggaan berwisata di Indonesia. Muncul pula hestek #DiIndonesiaAja dan Bangga Berwisata di Indonesia. Saya sebagai traveler Indonesia sangat bersyukur kepada Sang Maha yang telah menciptakan bumi Indonesia yang begitu cantik. Zambrud Khatulistiwa.
Banyak wisatawan yang berlomba-lomba, mengejar tempat-tempat wisata yang Instagramable. Berfoto ria kemudian memposting di media sosialnya. Feed media sosial mereka menjadi cantik. Itu yang dulu sering saya lakukan juga! Namun sayangnya pernah viral banyak wisatawan yang berfoto ria hingga merusak bunga-bunga dan tanaman di area wisata itu. Memprihatinkan. Seakan mereka berwisata sekedar mempercantik feed media sosial, tanpa berkesadaran menjaga semua yang ada di sekitarnya.
Saat pandemi saya bergabung ke GenPI (Generasi Pesona Indonesia) . Anggotanya terdiri dari netizen yang memiliki ketertarikan pada bidang pariwisata. Saya juga mulai mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Koteka (Komunitas Traveler Kompasiana). Sejak pandemi pula fokus saya berwisata tidak sekedar refreshing (healing istilah orang sekarang) atau memburu tempat Instagramable. Walaupun tetap berfoto-foto saat berwisata dengan tujuan utama lebih menunjukkan pesona dan potensi wisata Indonesia. Setidaknya menunjukkan bahwa Saya berwisata berkesadaran.
Traveling with Purpose
Sekarang saya bertekad untuk "Traveling with Purpose", yakni memiliki tujuan kebermanfaatan di dan untuk tempat yang saya kunjungi. Berwisata bukan sekedar bersenang-senang tanpa arti, namun tidak juga harus berpikir yang berlebihan. Dengan bergabung bersama GenPI dan Koteka setidaknya saya memiliki banyak rekanan untuk berdampak positif bagi dunia pariwisata di Indonesia. Kami senantiasa bercerita tentang keindahan dan potensi alam, budaya, kuliner hingga pergerakan ekonomi kreatif masyarakat lokal baik yang di perkotaan hingga di desa-desa. Apalagi saat ini desa wisata Indonesia melaju pesat mengembangkan potensi wisata dan ekonomi kreatif.
Tentunya apa yang menjadi tujuan berwisata saya selaras dengan fokus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) saat ini. Pada saat ini Kemenparekraf fokus ke usaha mendorong pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism di Indonesia.
Sustainable Tourism
Sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan adalah pengembangan konsep berwisata yang dapat dapat memberikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan, sosial, budaya, serta ekonomi untuk sekarang dan ke depannya bagi seluruh masyarakat lokal maupun wisatawan yang berkunjung.
Kemenparekraf/Baparekraf memiliki 4 pilar fokus yang dikembangkan untuk sustainable tourism. Di antaranya pengelolaan berkelanjutan (bisnis pariwisata), ekonomi berkelanjutan (sosio ekonomi) jangka panjang, keberlanjutan budaya (sustainable culture) yang harus selalu dikembangkan dan dijaga, serta aspek lingkungan (environment sustainability).
Dari 4 fokus tersebut saya berniat berperan menimbulkan dampak positif dalam setiap perjalanan wisata. Diantaranya dengan cara :
1. Bisa melalui kegemaran saya menulis dan sosial media dengan mempromosikan tempat wisata Indonesia, sekaligus memberi edukasi ke masyarakat agar wisatawan lokal dan international turut menjaga semua aspek dalam sustainable tourism ini.
2.Menjaga kelestarian lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya sesuai jenis sampah, menggunakan peralatan ramah lingkungan (termasuk sabun, pasta gigi, skincare saya pilih yang organic dan tidak berlebihan menggunakan). Yang pasti tidak merusak alam yang hidup di lingkungan lokasi wisata.
3.Konsumsi produk lokal tempat wisata tersebut. Saat berada di lokasi wisata, usahakan konsumsi kuliner khas setempat. Bahkan upayakan jajan & menikmati kuliner lokal yang bersih & halal.
4.Menggunakan jasa penginapan dengan membayar sesuai dengan harga yang sesuai pasar. Saya pernah menyewa mobil dengan pengemudinya di Lombok NTB. Pengemudinya bercerita bahwa beberapa kali ada wisatawan lokal yang menginap di rumah warga dan menawar harga sangat rendah namun wisatawan itu menginginkan semua fasilitas, layanan dan makanan terbaik. Karena warga lokal ini tulus memberi yang terbaik, maka ia bersedia "menombok". Ternyata wisatawan tersebut bercerita ke forum/komunitas di dunia maya dengan bangganya bahwa dia dan teman-temannya bisa mendapat harga yang sangat murah dengan segala terbaik. Hal ini yang akhirnya membuat warga lokal menjadi susah dan tidak mendapatkan keuntungan ekonomi ke depannya. Sangat disarankan juga kita menginap di hotel atau penginapan sesuai harga resmi sebagai kontribusi ekonomi. Setidaknya kita berperan menciptakan lapangan pekerjaan di dunia wisata.
5.Belajar seni budaya setempat. Suatu hal yang menyenangkan jika kita mengenal dan mempraktekan seni atau budaya suatu tempat. Seperti yang kami lakukan saat berkunjung di desa-desa wisata. Mereka selalu menawarkan pengalaman baru, misal di Desa Japan Kudus Jawa Tengah. Mereka mengajak wisatawan menari menggunakan caping/topi petani serta memetik serta sangrai kopi . Atau saat di Desa Labirin Bogor Jawa Barat, kami diajak untuk membuat kerupuk jengkol dengan menumbuknya dan mencoba bermain angklung.
6.Menjaga ekosistem lingkungan. Hal yang paling sederhana adalah tidak menimbulkan keributan atau suara bising. Contohnya saat berwisata glamping di lingkungan alam sangat tidak disarankan memasang petasan atau kembang api saat mengadakan suatu acara.
7.Menggunakan transportasi lokal yang tersedia. Misalkan saat di Gili Trawangan menggunakan Cidomo, Becak, Andong atau Delman, dan transportasi lokal lain yang tersedia dan ramah lingkungan. Kalau di Jakarta ada bis listrik yang modern. Bisa juga Bajaj listrik jika ingin mencoba pengalaman baru.
8.Menjadi volunteer. Sebenarnya ada 1 hal yang bisa dilakukan untuk kesuksesan "Traveling with Purpose", yaitu menjadi volunteer. Salah satu kegiatan yang pernah saya lakukan adalah memunguti dan membersihkan sampah di jalur pendakian Taman Nasional Gede Pangrango bersama WWF.