Lihat ke Halaman Asli

Apakah Cancel Culture Sulit Direalisasikan di Indonesia?

Diperbarui: 27 Mei 2024   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  Seiring berjalannya waktu, berbagai aspek kehidupan di dunia semakin berkembang. Sama halnya dengan dunia entertainment  yang berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman. Pada saat ini dunia entertainment, tidak hanya sebatas penyanyi, aktor, dan aktris. Dengan adanya media sosial muncul lah namanya "Selebgram". Untuk mendapatkan personal branding yang bagus, mereka yang berkecimpung di dunia entertainment harus memperhatikan etika dan profesionalisme dalam popularitasnya. Pada kenyataannya hal tersebut tidaklah mudah untuk dilakukan. 

  Di Indonesia sendiri masih belum ada cancel culture bagi tokoh-tokoh publik. Cancel culture adalah Cancel culture merupakan budaya boikot massal terhadap orang-orang yang dianggap bermasalah. Pemboikotan ini biasanya diikuti dengan pemberhentian dukungan terhadap orang tersebut. Dengan perkembangan zaman saat ini, kita dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang dilakukan oleh aktor, aktris, penyanyi, dan selebgram. Begitu pula dengan dunia entertainment di Indonesia yang tidak lepas dengan berbagai kasus, seperti pelaku KDRT, pelaku pencabulan, perselingkuhan, pornoaksi, dan yang paling marak terjadi yaitu pecandu obat-obat terlarang. Namun, mereka masih diberi panggung dan bahkan setelah terlibat kasus-kasus tersebut popularitas mereka naik daun oleh masyarakat Indonesia. Sehingga oknum yang bersalah tidak mendapatkan efek jera dan akan menganggap kesalahan yang mereka lakukan  bukan lah masalah yang besar.

  Padahal cancel culture memegang peranan penting untuk mengatasi kejadian tersebut tidak terulang kembali. Hal tersebut dapat kita lihat dari salah satu negara yang sukses menerapkan cancel culture di negaranya yaitu Korea Selatan. Korea Selatan merupakan negara yang berhasil memanfaatkan bonus demografi dengan optimal. Tentunya mereka menerapkan beberapa norma yang ketat untuk bisa mencapai masa jayanya saat ini. Cancel culture adalah salah satunya. Bentuk cancel culture di Korea Selatan sangat beragam, pertama dengan pembatalan kontrak kerja, pengurangan peran dan penghapusan peran, jumlah penggemar berkurang. Tidak hanya itu, yang terparah yaitu dengan pemboikotan massal yang dilakukan netizen Korea yang akan dijadikan bahan ejekan hingga banyak yang membuat konten ajakan untuk ikut memboikot public figure yang bermasalah. Pemboikotan juga dilakukan oleh brand yang menggandeng public figure tersebut. Sehingga nama public figure yang bermasalah akan menghilang seketika di dunia entertainment di Korea Selatan.

  Seharusnya penerapan cancel culture di Indonesia bisa direalisasikan. Sehingga tidak ada lagi normalisasi tindak kejahatan dan permasalahan yang dilakukan oleh tokoh publik Indonesia yang dianggap sepele bahkan dijadikan sebagai momentum untuk naik daun. Hal ini bisa saja tercapai dimulai dengan masyarakat Indonesia yang sadar akan kesalahan selama ini yang telah menormalisasikan kesalahan tokoh-tokoh publik. Dengan penerapan cancel culture juga dapat meningkatkan kualitas dunia entertainment Indonesia. Karena tokoh publik akan dijadikan sebagai role model bagi masyarakat sehingga memang sudah seharusnya memiliki etika yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline