Lihat ke Halaman Asli

Berlawanan Ketertarikan

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernah mendengar atau bahkan membaca mengenai ketertarikan orang asing (bukan Indonesia tentunya) terhadap kebudayaan baik seni maupun kuliner RI? Bagaimana Kesannya? Pasti heboh dan serta merta mereka si orang asing ini langsung dipuja-puja bak pahlawan karena tiba-tiba terkesan menampar rasa nasionalisme kita.

Sempat bertemu dengan orang-orang asing yang berbahasa daerah Jawa atau Bali atau bahkan bahasa daerah lainnya? bahkan dengan tepatnya mereka berbicara tanpa canggung dengan bahasa Indonesia? Pasti ada satu dua diantara kita yang bertemu dengan mereka dan kitapun terkagum-kagum dan mulai menghina orang sendiri (baca orang Indonesia) karena belajar dan berusaha berlatih bahasa asing (entah Inggris, Jepang, Rusia atau bahasa asing lainnya)

Saya berteman dengan orang asing yang berbahasa Bali dan juga adalah salah satu anggota penabuh gamelan Bali di salah satu sanggar di kabupaten asal saya di Bali. Bahkan diapun menarikan topeng atau ikutan juga semacam wayang orang lengkap dengan pemakaian bahasa Bali serta banyolan yang dimengerti oleh masyarakat Buleleng Utara dan tiba-tiba saja dia seperti oase dimata masyarakat (terutama orang kota) sebagai refleksi kepedulian budaya dan meminggirkan orang sendiri saat mereka belajar Tango, Salsa dan mengecap mereka sok kebule-bulean.

Beberapa teman bule saya suka sekali makan makanan Indonesia, apalagi yang biasa ada di emperen. Karena murah dan enak pastinya, bahkan kalau berkunjung ke rumah warga dan ditawari makanan rumahan di masyarakat jangan salah mereka akan nambah sepiring dua (tentu saja gratis ini) dan langsung ucapan enak akan meluncur entah karena memang makanan tersebut enak dilidahnya atau karena sungkan terhadap si pemilik rumah yang menawari mereka. Lalu kita mengecam saat masyarakat lokal (baa Indonesia) hendak sekedar mencicipi steak ataupun sushi dan kadang lupa bahwa para bule itu suka juga makanan gratis kalau itu dapat menghemat keuangan mereka.

Kita terlalu sering merendahkan orang sendiri dan menyanjung orang asing hanya karena mereka mempelajari budaya kita. Tidak salah menurut saya mempelajari budaya negara lain, dan mungkin sangat dianjurkan karena sebagai bagian perjalanan manusia di dunia.

Saya sendiri menyukai ragam bangsa dan kalau mampu mempelajari ragam budaya dunia. Apakah itu berarti saya kurang peduli dengan budaya bangsa sendiri terutama budaya daerah? Saya beberapa kali bertanya kepada orang-orang yang suka menghujat nasionalisme bangsa sendiri " berapa budaya daerah yang kamu tahu kok menuduh orang mempunyai rasa nasionalisme yang rendah?" atau "Seberapa peduli kamu sama lingkungan kok menuduh pemerintah tidak peduli?"

Saya sering mendengar betapa kayanya negeri ini, betapa luasnya negeri ini dan yang kita perlukan adalah pemimpin yang mampu menjadi manajer mumpuni. Saya rasa, kita terlalu banyak mengeluh, tetapi lupa berpeluh. Kita juga adalah bagian dari sistem pemerintah, apa yang telah dilakukan? Menjual kisah kemiskinan untuk kepentingan sendiri? menghujat pemerintah saat ada bencana tetapi tidak membantu?

Saya sendiri berusaha untuk berimbang dan tentu saja senang ada orang asing yang mempelajari hasil budaya kami (sebagai orang Bali) dan Indonesia pada khususnya tetapi tidak pernah melihat mereka sebagai orang yang istimewa dan saya tidak merasa tiba-tiba rasa kecintaan saya akan budaya dan nasiopnalsime akan hilang. Saya masih memakai bahasa Bali, dan mampu berbahasa Indonesia walau tidak sesempurna orang Ibu Kota Negara dan berusaha memakai bahasa Inggris saat bekerja atau sekedar beberapa patah kalimat dalam bahasa Jerman dan Perancis saat memesan mekanan dinegara mereka (tentu saja pelayan Jerman dan Perancis tidak serta merta memberikan saya harga khusus saat mereka mendengar saya mengucapkan kalimat dalam bahasa mereka, kecuali di Indonesia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline