Ada cerita menarik yang bisa dipetik dari dua orang sama-sama terkenal, Mario Teguh dan Donald Trump, yang jatuh popularitasnya karena masalah sebab-akibat seksualitas yang tidak menggunakan kecerdasan seksual. Mario Teguh dituntut untuk mengakui seorang anak dari pernikahan sebelumnya yang saat ini menuntut pengakuannya dan Donald Trump yang akhirnya meminta maaf atas perkataan cabulnya di tahun 2005 silam. Artinya, kesuksesan, kehebatan dan kekayaan termasuk pribadi yang baik dengan tingkat pendidikan dan keagamaan yang tinggi menjadi sangat rapuh dan mudah dihancurkan saat gagal menggunakan kecerdasan seksualnya.
Bara Susanto, seorang pembicara dan praktisi seks terapis perilaku seksual pernah mengingatkan betapa pentingnya menjaga perilaku seksual agar memiliki sexual history yang baik dimasa depan. Sebagai salah satu fungsi penting kecerdasan seksual, yaitu sebagai penyelamat masa depan.
Saya sendiri termasuk yang kehilangan tokoh hebat dalam bisnis saat Trump mulai mencalonkan diri menjadi calon presiden. Padahal hampir semua buku tentang Trump yang saya miliki telah tamat dibaca. Dia termasuk orang yang perfeksionis dengan stadart dan hegemoni tinggi yang jarang sekali meminta maaf. Tetapi Trump memutuskan untuk meminta maaf atas komentar cabulnya yang melecehkan wanita.
Bahwa jika seorang pria telah kesuksesan, kehebatan dan kekayaan seperti dirinya, maka dengan amat mudah untuk bisa mengajak kencan wanita lalu mengajaknya berhubungan seksual. Wow.... bahkan dalam budaya seksulitas barat pun, komentar Trump masih dianggap tidak pantas untuk diucapkan.
Trump pun akhirnya memiliki reputasi cabul dengan perilaku seksual yang buruk sebagai tambahan dari beberapa keburukan lainya, hanya karena guyonannya yang tidak seharusnya diucapkan. Trump gagal menjaga kecerdasan seksualnya yang menjadikan hampir sebagian besar pemilih wanita membatalkan dukungannya saat pemilihan presiden yang akan segera digelar.
Di Indonesia, kasus Mario Teguh menjadi trending topik hingga hari ini. Sayang, jika saja mario teguh menggunakan kecerdasan seksualnya lebih awal dalam menyikapi dan menyelesaikan masalah yang sudah 30 tahun berlangsung, dia tidak akan kehilangan kesuksesan dan kehebatannya. Hanya kekayaan saja yang saat ini masih tersisa.
Keberadaan Kiswinar sebagai anak, bahkan setelah bercerai pun merupakan bagian dari sexual history atas hubungan sebab-akibat seksual dalam perkawinan sebelumnya. Dan Mario Teguh gagal menggunakan kecerdasan seksualnya saat dengan teguh tidak mengakuinya. Belakangan dia mulai mengakuinya dengan setengah hati, lalu tidak mengakui, lalu mengakuinya lagi.
Ini membuktikan bahwa pendidikan yang tinggi, kesuksesan, kehebatan, dan kekayaan tidak menjamin keunggulan perilaku seksual seseorang. Terlebih tingkat kecerdasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H