Merebaknya hoaks yang kian masif dalam masyarakat kian meresahkan, sehingga dengannya hoaks urgen diperbincangkan dan dilawan. Inilah fenomena yang menjadi keresahan bersama anggota forum diskusi cermin retak. Keresahan ini kemudian diolah dalam forum diskusi panel dengan menghadirkan pemateri dari tiga basic ilmu berbeda. Hoax menjadi tema sentral diskusi perdana Cermin Retak pada Kamis (2/11) di kos saudari Vinsensia Sasmita, Penfui - Kupang.
Baldus Sae dalam kajian filosofisnya menguraikan sekelumit sejarah mengenai hoaks dan urgensi perang melawan hoaks. Hoaks yang adalah berita bohong memang tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahan beritanya. Dan dalam tataran epistemologis, hoaks jelas mengkhianati kebenaran. Hoaks mengancam eksistensi dan prinsip kebenaran.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa urgensi melawan hoaks dikarenakan hoaks sarat modus. Seringkali hoaks ditunggangi muatan kepentingan parsial dan sektarian. Untuk melanggengkan kursi kuasa, hoaks sering dijadikan kendaraan politik meruntuhkan elektabilitas lawan politik. Dengan demikian, hoaks berpotensi besar menciptakan konflik horisontal dalam masyarakat.
Efrem Wijaya dalam kajian sosial politiknya mengamini bahwa kehadiran hoaks memperparah arah disintegrasi bangsa. Keutuhan NKRI dan kohesi ikatan sosial menjadi retak lantaran virus hoaks yang kian masif mewabah. Oleh karenanya perlu ada regulasi pemerintah yang tegas untuk memerangi hoaks.
Pemateri ketiga, Elfrem Wonny mengupas hoaks dari sudut pandang hukum. Saracen, hoaks dan hukum Indonesia menjadi titik tolak pembahasannya. Hukum Indonesia memang telah memberikan ruang untuk pers. Kemerdekaan pers memang telah dijamin dalam undang-undang sebagai hak asasi. Namun demikian, kehadiran hoaks seakan menggugat eksistensi hukum Indonesia untuk merummuskan arah kebijakan baru mengenai kebebasan berpendapat melalui media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H