Dikutib dari berita BangkaPos.com dengan judul Video Bully Geng Tai di SMA Binus Viral, Ibu Korban Sebut Pelaku Ancam Bunuh Anaknya yang Kelas 6 SD, https://bangka.tribunnews.com Ibu korban bahkan buka suara menjelaskan bagaimana penganiayaan dan pengancaman yang didapatkan anaknya. Video ini terungkap setelah diviralkan oleh akun Twitter @BosPurwa, Senin (19/2/2024).
Pasca-viral, rekaman video saat momen pembullyan terjadi pun beredar. Kelompok bernama geng tai itu diduga berisi siswa kelas 2 SMA Binus termasuk FL anak VR. Dalam video terlihat seorang remaja berkacamata yang mengenakan kaos biru dongker pasrah kala dibentak-bentak remaja di depannya. Meskipun berpostur lebih tinggi dan besar, remaja berkaos biru itu diam saja kala dilecehkan remaja lain.
Bahkan kala disuruh melepas celana panjangnya dan hanya menyisakan celana dalam, remaja tersebut tetap pasrah.
Pun saat disuruh mengucapkan kalimat permintaan seniornya, ia pun menurutinya.
"Bilang apa," kata remaja di video.
"Sarah, Sarah," ujar korban.
"Gob**k, bokap lu tentara, lu gob***," pungkas remaja yang mengenakan kaos cokelat.
Tak cuma menghardik, remaja diduga anggota geng tai itu juga memukul dada dan mencekik leher korban.
Mengikat di dinding pake Tali Gorden
Megang Tangan dari Belakang
Sundut dan Mukul
Membakar tangan pake korek api
Diperlakukan tak manusiawi, korban hanya diam. Sementara anggota geng lainnya tampak puas tertawa melihat perundungan di depannya.
Sungguh-sungguh keterlaluan Sebagai sekolah elit, orang kaya berpendidikkan dan berreputasi Internasional SMA di Binus Serpong secara logika kekerasan seperti ini sangat menyakitkan keluarga korban terutama ibu dan keluarga korban bagaimana mungkin "kekerasan ini dapat terjadi. Sudah banyak dengan mudah diperoleh berita kekerasan selama Tindakan
Mengikat di dinding pake Tali Gorden
Megang Tangan dari Belakang
-Sundut dan Mukul
- bakar tangan pake korek api
Tak cuma menghardik, remaja diduga anggota geng tai itu juga memukul dada dan mencekik leher korban.
Menurut Johan Vincent Galtung (24 Oktober 1930 /17 Februari 2024), kekerasan terjadi ketika manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi fisik dan mental yang sebenarnya berada di bawah potensi realisasinya. Galtung akan melihat sesuatu sebagai kekerasan jika di kemudian hari peristiwa tersebut dapat diatasi atau dicegah, namun tetap dibiarkan. Sebagai realitas simbolik, bahasa tidak dapat dipisahkan dari dunia batin pemakainya dan lingkungan sosial yang ada.
Diantaranya konflik sosial seperti kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, penjarahan, pelecehan, perampokan, penindasan, dan sebagainya. Bertepatan dengan fenomena kekerasan yang melanda bangsa ini, kesopanan atau bahasa etika kini mengalami erosi atau kemunduran yang luar biasa. Untuk mengatasi hal tersebut, etika kesusilaan berbahasa perlu dibenahi dalam konteks pengajaran bahasa di tanah budaya Indonesia;
Sebagai fenomena sosial, kekerasan telah menarik minat para ilmuwan sosial untuk lebih lanjut. jauh mempelajari, menggeluti dan mencari teori eksplanatorisnya. Salah satu di antaranya adalah Johan Galtung. Tulisan ini memaparan tentang teori kekerasan Galtung dalam hubunganya dengan praktik bahasa. Menurut Johan Galtung, kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi fisik dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensinya.
Galtung akan melihat sesuatu sebagai kekerasan bila di masa mendatang peristiwa tersebut dapat diatasi atau dicegah, tetapi tetap dibiarkan. Sebagai realitas simbolik, bahasa tidak bisa lepas dari dunia batin pemakainya dan setting sosial yang ada. Termasuk di antaranya konflik-konflik sosial berupa kekerasan, pembunuhan, penipuan, penjarahan, memaafkan, memelukan, meminjam, dan lain-lain.
Berbarengan dengan fenomena kekerasan yang melanda bangsa ini, kesopanan atau etika yang diucapkan kini mengalami erosi atau presentasi yang luar biasa. Untuk mengatasinya, etika kesopanan berbahasa perlu disikapi dalam konteks pengajaran bahasa dalam lahan budaya Indonesia
Tipe Kekerasan SMU di Binus Serpong adalah jenis kekerasan sejak tahun 1969 Johan Galtung, salah satu pendiri bidang studi perdamaian, mengistilahkan kekerasan langsung, yang membedakannya dengan bentuk kekerasan lainnya. Tipe Kekerasan SMU di Binus Serpong adalah Kekerasan langsung, kata Galtung, berkaitan dengan "ketidakmampuan somatik, atau perampasan kesehatan, saja (dengan pembunuhan sebagai bentuk ekstremnya), yang dilakukan oleh aktor yang menginginkan hal ini menjadi konsekuensinya."
Menurut Galtung, kekerasan langsung diwujudkan secara fisik, terkait dengan peristiwa yang dapat dilihat, dan harus melibatkan pelaku dan mempunyai tujuan. Diskursus ini untuk lebih memahami definisi kekerasan, pada Kekerasan SMA di Binus Serpong menggunakan "segitiga kekerasan" yang dikembangkan oleh peneliti perdamaian dan sosiolog terkenal dunia, Johan Galtung.
Ketiga jenis kekerasan tersebut saling bergantung satu sama lain. Segala bentuk kekerasan dapat menyebar dan berdampak pada jenis kekerasan lainnya. Misalnya, jika kekerasan struktural menjadi terlembaga dan kekerasan budaya meningkat, maka terdapat risiko bahwa kekerasan langsung akan meningkat.
Menurut Johan Galtung, kekerasan selalu terjadi ketika seseorang dipengaruhi sedemikian rupa sehingga perkembangan fisik dan mentalnya berada di bawah potensi yang sebenarnya. Oleh karena itu, kekerasan menjadi penyebab perbedaan antara pembangunan potensial dan pembangunan aktual.
Dengan meminjam Pemikiran Galtung membedakan tiga jenis kekerasan di SMU Binus Serpong: