Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Residivis: 16 Tahun Menjadi Copet di KRL

Diperbarui: 27 Agustus 2023   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Wildan Noviansah_detikNews

Diskurus Residivisme 16 Tahun Menjadi Copet di KRL

Berita Kompas.com dengan judul "Pencopet Spesialis KRL dan Stasiun Ditangkap, Polisi: Pelaku Dua Kali Residivis KOMPAS.com - RM (36), pencopet spesialis kereta rel listrik (KRL) dan stasiun disebut sudah dua kali mendekam di penjara. Kapolsek Tambora Kompol Putra Pratama mengatakan, pelaku pernah dipenjara selama tujuh bulan di Mapolsek Kelapa Gading. Kemudian, RM   mendekam di Mapolda Metro Jaya selama enam bulan.

"Pengakuan pelaku dari tahun 2007 sudah jadi copet, dan sudah dua kali tertangkap sama Polsek Kelapa Gading dan Polda Metro Jaya," ujar Putra saat dikonfirmasi, Jumat (25/8/2023). Kerap Beraksi di Stasiun dan KRL, Dua Pencopet Ditangkap Polisi Masih kata Putra, pelaku sudah melancarkan pencopetan di kawasan stasiun maupun KRL selama 16 tahun. Tiap kali mencopet, RM bekerja sama dengan tiga temannya yakni S (42), EF, dan L. Dari empat pelaku, polisi telah menangkap RM dan S, sedangkan EF serta L masuk daftar pencarian orang (DPO).

Pertanyannya mengapa pelaku kejahatan mengalami Residivisme 16 Tahun Menjadi Copet di KRL bisa muncul dalam Masyarakat. Tentu untuk menjawabnya tidak mudah, dan tidak boleh sembarangan, ada banyak sudut pandang factor penyebab hal ini bisa muncul.

Apa itu Residivis?, 

Kata Residivis berarti "penjahat yang kambuh," muncul ditahun 1863, dari istilah hukum Perancis recidiviste(pada tahun 1847), dari recidiver" mundur, kambuh," dari bahasa Latin Abad Pertengahan recidivare" kembali ke dalam dosa," dari bahasa Latin "recidivus" atau jatuh kembali, atau mengulangi kembali perbuatan jahat atau tindak criminal.  Atau kata Residivis secara harafiah berarti "kejatuhan", atau jatuh, tenggelam, menetap, merosot, binasa;" orang jatuh, menjadi rendah.

 "Recidivisme adalah masalah yang sangat serius yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi   di negara-negara lain. Dan ini merupakan masalah yang sulit dipecahkan karena orang-orang yang melakukan kembali pelanggaran tersebut berasal dari karir kriminal (16 tahun menjadi copet di KRL Jabodetabek) yang lama dan sulit bagi mereka untuk mengarahkan diri mereka sendiri secara rehabilitas sosial. Bagaimanapun, ada pengalaman baik/buruk sebagai bahan diskursus dalam beberapa kasus dan ada hal-hal yang bisa dilakukan penyebab utama terjadinya kejahatan. Selain itu, ketidakmampuan intervensi baik itu intervensi ketika mereka berada di penjara, dengan program atau setelah penjara, untuk melunakkan atau mencoba mengendalikan agar orang-orang yang keluar dari penjara tidak melakukan pelanggaran lagi.

Pada banyak kasus diberita dan media dimana "Tingkat residivisme jarang sekali turun drastis. Hal ini karena, secara umum, sebagian besar orang yang dirampas kebebasannya menjalani hukumannya dan keluar dari penjara dengan relatif cepat. Ketika terjadi pergantian yang tinggi antara mereka yang masuk dan keluar penjara, hal ini menunjukkan kepada kita   hal ini tidak mengantisipasi akan adanya tingkat residivisme yang tinggi. Sebaliknya, ketika tingkat pergantian orang yang masuk dan keluar penjara rendah, hal ini memperkirakan sedikit orang yang melakukan pelanggaran berulang. 

Di bebebapa negara terbelakang dan negara berkembang data menunjukkan, tingkat keluar masuk penjara, yaitu orang yang keluar masuk penjara, jauh lebih tinggi dibandingkan di Eropa atau Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan   akan ada lebih banyak pelaku berulang di masa depan dibandingkan saat ini. Sampai tren tersebut berbalik,

Di sisi lain, diskursus data dan fakta menjelaskan apa saja variabel yang mempengaruhi residivisme: "Ada banyak penelitian di banyak negara mengenai pertanyaan ini, dan kita dapat mengidentifikasi tiga atau empat variabel kunci yang dapat memprediksi atau dianggap sebagai faktor risiko residivisme.

Yang pertama dan terpenting berkaitan dengan riwayat kriminal narapidana atau pelaku berulang. Seseorang yang mulai melakukan tindak pidana pada usia yang sangat dini, yaitu pada usia 9 atau 10 tahun, telah mencuri sesuatu, telah berkonflik dengan penguasa, dan sebagainya, adalah seseorang yang sangat besar kemungkinannya untuk mempunyai karir criminal (kasus pencopet  KRL 16 tahun)  yang berkepanjangan dan, oleh karena itu, mereka adalah orang-orang yang mungkin akan keluar masuk penjara berkali-kali."

Spesialis tersebut menambahkan: "Faktor kedua yang menjelaskan residivisme adalah usia mereka saat keluar dari penjara. Semakin muda mereka dibebaskan dari penjara, semakin besar kemungkinan mereka untuk berkarier sebagai penjahat dan berulang kali melakukan pelanggaran. Seseorang yang dibebaskan dari penjara pada usia 22, 23, 25, 27 tahun lebih besar kemungkinannya untuk melakukan tindak pidana berulang dibandingkan seseorang yang dibebaskan pada usia 40 atau 45 tahun;

Artinya, usia adalah prediktor yang baik. Variabel ketiga, yang sangat penting, adalah lingkungan, yaitu lingkungan sosial. Jika seseorang keluar rumah dan mempunyai pasangan atau anak-anak yang, alih-alih mendorong mereka untuk melakukan perampokan atau tindak kriminal, namun tidak menyukai pasangan atau ayahnya melakukan hal tersebut, maka orang tersebut akan mempunyai peluang lebih besar untuk melakukan apa yang kita sebut dengan karir kriminal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline