Parade Idiot
Di pagi hari, aku suka menonton kemacetan lalu lintas,
Dari atas pelana Aku tidak pernah iri pada mereka,
Mereka terjebak langsung dari garasi,
Dan satu-satunya pikiran mereka: "Itu normal, itulah hidup!"
Bukan hidup untuk bergerak di dalam sangkar,
Untuk tidak lagi menemukan ular rumput, tupai dan burung gagak,
Itu membengkak, membengkak, dan kemudian meledakkan amarahnya
Pada orang yang lewat pertama, yang menjadi sangat kecil.
Mereka sudah lama lupa berbagi,
Mereka lebih suka mengurung diri dan duduk-duduk,
Mengkritik semua orang yang akan menunjuk pengangguran,
Sementara uang rakyat, merekalah yang dibohongi
Dari tanah air Nusantara, gambar yang indah,
Itu pertanda kesehatan ekonomi yang baik,
Kesehatan fisik dan mental, tapi kita menyembunyikan pembantaian,
Kita mempersingkat hidup kita, sementara belum lagi ada kebebasan.
Itu kuat, jadi kamu berani mengkritik penampilanku,
Sungguh nyaman! dan itu berjalan lebih cepat dengan mobil,
Bahkan tidak tiga jam untuk menempuh jarak 10 kilometer,
Bukan kamu akan melakukan lebih baik dari itu dengan sepeda
Saya lebih suka tetap terbungkus dalam tumpukan sampah peradaban,
Karena dunia luar, itu benar-benar tidak aman.
kamu seorang pengecut, dalam kemacetan lalu lintas tinggal dan bertahan,
Bahkan akan lebih lambat dari nenek pada 120 tahun.
Hai untukmu, oh punggawa negara yang agung dan mulia,
Yang menawarkan tontonan pagi ini di mataku yang bundar,
Terbiasa, tetapi selalu penuh keheranan
Di depan kemacetan hanya bisa disebut " parade idiot ".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H