Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Apa itu Jagat Gumelar, Jagat Gumulung (1)

Diperbarui: 19 Desember 2022   18:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Apa Itu  Jagat Gumelar, Jagat Gumulung

Mengapa Cinta bisa menyatukan Jagat Gumelar, Jagat Gumulung? Tentu ada banyak world view untuk jawaban ini. Tetapi untuk mendapat diskursus akademik maka saya akan menggunakan pendekatan Hidup manusia ada itu ada 3 perkara; Wirya/Keluhuran; Arto/Kekayaan kemakmuran, dan Winasis /Ilmu Pengetahuan untuk memberikan tafsir hermeneutisnya;

Pada pandangan Jawa atau Indonesia Klasik  semua logos didalam realitas dunia ini bersifat Dialektis antara dua hal yakni  Jagat Gumelar, Jagat Gumulung.  Tatanan Mikro Kosmos atau Jagat Gumulung atau  Buwono Alit [mikrokosmos],  disebut individu, pribadi atau keluarga atau wilayah Res privata, sedangkan  Buwono Agung {makrokosmos/alam semeseta seluruhnya] atau Res Publica, masyarakat, bangsa negara, dan internasional [dunia]; mengalami perjumpaan dengan apa yang disebut Buwono Langgeng [abadi], atau Sang Waktu_ lahiriah batiniah_ ada menuju  perjumpaan dengan 'Sanghiyang Wenang/Sanghiyang Tunggal", atau "Batara Tunggal".

Pada proses dialektis tersebut hasilnya dtemukan sebagai buah perbuatan tidndakan dengan kemungkinan-kemungkinan pada  acuan Metafor: Semar/Ismoyo, Togog, dan Batara Guru. Atau dalam istilah lain konsep ini disebut proses perjumpaan anasir " dalam "Pancer": Kiblat Papat Lima Pancer menjadi Sadulur Papat Lima Pancer,  dan Episteme  sembah RASA mencari Tuhan dalam konteks Manunggaling Kawulo Gusti {MKG}.

Rasa atau Roso adalah nilai cara hidup manusia Jawa/Jawani dimana tahapannya berlangsung dalam proses berurutan mulai dari Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Jiwa,  dan tertinggi Adalah "Sembah Rasa." Hanya dengan rasa memungkinkan kita mengetahui bahkan pengetahuan mistik atau misteri berjumpa dengan Tuhan Maha Esa. Rasa bisa dihasilkan dengan menginternalisasikan sikap Eling, Waspodo, dan Ojo Dumeh;

dokpri

Pada Jagat Gumelar, Jagat Gumulung, dapat dipahami dengan menggunakan Sastra_ Gendhing_ dimana Alam Bersifat Relasional Dialektis; dimana Sastra [Simbol Yang Ilahi],  Gendhing : simbol manusia manusia dan kehidupannya; dan  Keselaras kehidupan [metafora Gendhing] indentik dengan musik  "keselarasan" kesatuan;

Maka jika metafora sastra Jawa dimana Alam Bersifat Relasional Dialektis seturut dengannya disinilah manusia menjadi berguna, dan nilai guna manusia itu disebut Memayu Hayuning Bawana {memperindah alam semesta_ekologi lingkungan]. Contoh kata yang sering dipakai Hamemayu Hayuning Bantolo [tanah], Hamemayu Hayuning Wono [Hutan], Hamemayu Hayuning  Samodro [laut], Hamemayu Hayuning Tirto[air], Hamemayu Hayuning Howo [udara], Hamemayu Hayuning Manungso {memulyakan martabat manusia], Hamemayu Hayuning Budayo/budaya dan seterusnya; 

Implikasi lain Memayu Hayuning Bawana pada Serat Paramayoga atau Dharma Manusia dengan Manusia, Manusia dengan Alam, dimana alam ini dipahami sebagai entitas "Manunggal" atau Memayu Alam sebagai "Keluarga" misalnya [1] Bapak Angksa, Ibu Pertiwi, Kakak/Kakang Kawah, Ade Ari-ari, [2] Tata Nama manusia hewan: Gajah Mada/tokoh, kebo hijau, lembu sora, Hayam Wuruk, Kidang Walengka, dll, [3] Nama benda atau barang; memakai nama Kyai, Kyaine untuk tombak, senjata, keris, pakaian, dan seterusnya;

Dengan "Manunggal" atau Memayu Alam sebagai "Keluarga"  artinya " Alam ini sebagai Tanggunjawab Moral  atau tugas hidup manusia  dengan 3 M; [a] Momong, mengasuh, menjaga, [b]  Momor, mendekat, membaur, menyatu, dan [c] Momot, menerima, menanggung.  Akhirnya dengan cara ini maka Telos Hidup: Ngunduh Wohing Pakarti",   "Memayu Hayuning Bawana" atau   memberi keindahan dunia, diinternalisasi  dalam hidup kita menjadi nyata kongkit, dan berkeutamaan kebaikan [virtue];

Hasil dialektis pada proses seperti dijelaskan sebelumnya maka  Manusia sabagai Jagat Gumulung atau  Buwono Alit [mikrokosmos] memilki keutamaan [virtue]; [a] Gung Binathara [Agung seperti batara dewa]; [b] Mbahu Dendha Nyakrawati [pemeliharaan hukum dan dunia], [c] Berbudi Bawa Leksmana [berbudi baik, selaras kata dan perbuatan], dan [d] Ambeg Adil Para Marta [menegakan keadilan tanpa kecuali]; sebagai dokrin manusia paripurma versi Indonesia Klasik atau Jawa Kuna;

Kematangan diri [virtue], dapat dicirikan oleh sikap kompetensi;  Gemar menuntut ilmu;  Mampu ngaji [Aji/Kemulyaan], Mampu membaca/memahami [hermenetika],  Pintar Menulisii Musik,  Tampil dengan Kuda/kenderaan,  Mampu Menari [olah rasa, rasa, tim],  Pandai mengayati Musik [seni],  Menguasi Bahasa Jawa, dan Tembang Gede, Menguasai Siasat Perang, mampu beradaptasi tanggap pada dinamika zaman;_ Indonesia adalah terbaik, terima kasih__




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline