Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Apa Itu "Kementhus Ora Pecus"?

Diperbarui: 17 Januari 2021   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi Penulis

Apa itu "Kementhus Ora Pecus"?

Secara umum "Kementus' atau Kemaki berarti sombong, angkuh, pongah. "Ora" artinya "tidak", dan kata "Pecus , becus" artinya bisa, mampu, sanggup, memiliki kompetensi melakukan sesuatu. Maka ["Kementhus Ora Pecus"] arti harafiahnya adalah "berlagak pintar tetapi sebenarnya tidak atau gagal paham.  Tetapi arti transliterasi atau kebatianan tidak bisa dibaca sebagaimana arti harafiahnya. Kalimat ini  bermakna alegoris, metafora, bahkan melampaui literasi umum.  Dalam tradisi hermeneutika Wilhelm Dilthey, ini adalah gambaran roh/jiwa/mental atau batin (verstehen) sebagai ungkapan expresi dan bukan erklaren.

Maka  sikap  manusia ["Kementhus Ora Pecus"]  dapat ditafsir lebih luas dan mendalam misalnya dokrin ini bernilai untuk menciptakan kondisi tidak harmois seperti yang ditulis Niels Mulder, Javanism: The Background of Kebatinan.

Lalu mengapa ini berhubungan dengan kebatianan?.  Karena dokrin ini berasal pada rerangka pemikiran Serat Wedatama pada era Mangkunegara IV. 

"Kementhus Ora Pecus" adalah pengembangan rasa yang menjadi tolok ukur pertumbuhan batin. Tahapan  untuk mewujudkan keyakinan  seseorang hidup sejalan dengan Kehidupan, dan memiliki akses ke kebenaran secara langsung, tanpa perantara, menarik kekuatan dari 'Tuhan' sementara, pada saat yang sama, menjadi independen dari sumber kebenaran di luar diri yang paling dalam. Maka "Kementhus Ora Pecus" dianggap sebagai penghalang proses dan menjadi ilmu kebatinan cara Jawa Kuna yang juga pada akhirnya dapat dipengaruhi oleh sinkretisme budaya, dan sains.

Dan ["Kementhus Ora Pecus"] sesungguhnya semua "Wawelar vs Pituduh" di Jawa Kuna atau Indonesia lama  adalah proses Mistisisme Jawa yang mendasari adalah metafisika yang kompleks dan rumit: "manusia secara aktif dan tak terelakkan berpartisipasi dalam kesatuan yang mencakup semua keberadaan material dan spiritual. Aspek spiritual lebih unggul, lebih benar sebagaimana adanya. Harmoni dan persatuan dengan esensi tertinggi adalah tujuan dari semua kehidupan. Alam dan supernatur saling mempengaruhi satu sama lain, dan kausalitas tersirat dalam koordinasi harmoni diantara mereka "

Kata metafora atau Wawelar (larangan) ini berasal pada teks Mangkunegara IV yang tertuang dalam Serat Wedatama pupuh pucung bait ke-06 adalah [" Durung pecus, kesusu kaselak besus"]. Pada kata, ndurung, dereng artinya belum, pecus, becus artinya bisa, mampu sesuatu. Kesusu, kesesa artinya tergesa-gesa/terburu-buru melakukan sesuatu. Keselak, keselek kata dasarnya selak, selek artinya cepat-cepat (dadakan) segera. Besus artinya serba bersih dan baik, benar.

Lalu pertanyannya adalah apa  makna larangan atau wawelar ["Kementhus Ora Pecus"]?. Jawaban yang mungkin adalah menggunakan 3 pendekatan saling berkaitan antara kebatinan, sinkretisme budaya, dan sains.

  • ***********__ Sedangkan telos atau tujuan larangan atau Wawelar /laranagan bersikap ["Kementhus Ora Pecus"] mengarahkan diri pada perilaku Etika Jawa (virtue), menuju    persatuan dengan Tuhan atau MKG (Manunggaling Kawula Gusti). Etika Jawa yang saya maksud "jangan membuat malu" atau memalukan, tidak tahu malu, dll;  semacam dua (dokrin mental "isin, wedi"). Mental (malu, dan takut), dalam konotasi ini sebagai bentuk kualitatif maka hanya dapat ditempuh dengan jalur "Rasa bukan Rasio". Maka keutamaan adalah proses diri menjadi dan menghasilkan apa yang disebut "Sembah Roso"___***************.

Makna (1) wawelar ["Kementhus Ora Pecus"], jika meminjam pendekatan yang lebih konvensional terhadap frasa tersebut adalah dengan melihatnya sebagai paradoks referensi-diri. Paradoks referensi diri yang paling terkenal adalah frasa "berbohong", tidak tepat, lalai, atau ceroboh.  

Dalam kaitannya dengan sains dan pengetahuan, paradoks berfungsi sebagai indikasi argumen logis itu cacat, atau bahwa cara berpikir tersebut akan membuahkan hasil yang buruk. Hal ini dapat terjadi diperbaiki dengan  membentuk sistem, dan bagaimana sistem ini kemudian dapat menjadi sadar diri melalui proses referensi diri.

Makna (2)  wawelar pada ["Kementhus Ora Pecus"] adalah karena saya tidak bisa mempercayai kapasitan dan kemampuan otak saya.  Bayangkan pertanyaan ini: "Apakah Kucing  itu nyata?". Jika pada siang hari, jawabannya langsung terlihat karena cukup mengarahkan tangan  ke kucing dan berkata: "Ya, tentu saja kucing  itu nyata. Itu ada.  Tapi kemudian, dikaji  jatuh ke dalam sesuatu  disebut mengalamu  masalah regresi tak terbatas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline