Tulisan ini hanya berisi lima persen dari apa yang dapat dikatakan, sisanya tidak diungkapkan. Ada banyak sekali tulisan saya tentang wacana diskursus pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Setelah merevisi berkali-kali dan mempertimbangkan banyak aspek, maka saya membuat judul dengan tema 49 Hari Setelah Pengumuman Pemindahan Ibu Kota Negara.
Tulisan ini pun lebih baik disalahpahami dari pada dipahami. Sebab, membutuhkan rasa subtil kedalaman batin paling bijaksana mungkin sampai pada tahap pemahaman.
Pengumuman wacana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2019 (tanggal tersebut saya menulis artikel dengan judul perjamuan terakhir). Dan besoknya 17 Agustus 2019 di Istana Negara ada pentas Wadian Dadas, dan Wadian Bawo.
Memang jika memakai logika hal ini bisa-bisa saja, karena memang sebagai bentuk kebijkasanaan pemerintah dengan segala macam alasan pemidahan ibu kota.
Tetapi sesungguhnya pada aspek metafisik ini bukan peristiwa biasa, melainkan ada makna semiotika hermeneutika yang melampaui apa yang tampak dalam indra manusia.
Pentas Wadian Kaharingan Dayak (Dadas dan Bawo) pada upacara 17 Agustus 2019 di Istana Negara merupakan jawaban metafisik (abnormal) di mana dalam waktu bersamaan ada pengumuman dari penggawa negara memindahkan Ibu Kota Negara.
Berikut ini makna, sekitar lima persena saja, pada trans-substansi makna tersebut:
Tema dan Tarian Wadian Dadas dan Bawo, dan Giring-giring, adalah pentas untuk ritual adat Dayak. Di mana pada pentas tersebut adalah pada tatanan sadian welum atau siklus kehidupan.
Namun sayangya, yang dipertontonkan wujud upacara [mie_empu, dalam bahasa Dayak]. Atau acara penyembuhan manusia sakit jiwa dan sakit raga. Jadi kegunaan [telos] tarian ini sebenarnya adalah penyembuhan dari penyakit.
Lalu apa maknanya secara metafisika?
[1] Secara ontologi makna umum adalah lebih baik ibu Kota sekarang ini, Jakarta, disembuhkan. Tidak usah pindah ke mana-mana.