Berita CNN Indonesia | Rabu, 15/05/2019 16:14 WIB. Jakarta, CNN Indonesia. Terkait tudingan kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2019, Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono menyerukan kepada pendukung paslon 02 dalam Pilpres 2019 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk tidak membayar pajak kelak. "Tolak bayar pajak kepada Pemerintahan hasil Pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui Pemerintahan hasil Pilpres 2019," ujar Arief Poyuono melalui siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (15/5).
Ke [1] Jika pernyataan ini benar, maka ada problem serius perlu dibahas lebih mendalam mengapa sampai wacana ini muncul, apa lagi ajakan ini datang dari gagasan Wakil Ketua Umum Partai yang seharusnya memberikan contoh yang baik, dan memberikan teladan bagi masyarakat Indonesia. Menolak atau mengajak orang lain untuk tidak membayar pajak adalah sama dengan tindakan menolak kewajiban hukum dan etika public. Maka pada tatanan ini saya rasa jika ajakan semacam ini menjadi tidak bijaksana dalam sebuah tatanan bernegara dan berbangsa.
Pajak adalah sesuatu yang [niscaya atau wajib] demi terselanggaranya Negara sebagai mekanisme amanat UU, dan berlaku universal di seluruh dunia. Gaji Anggota DPR RI, saya rasa juga berasal dari pajak rakyat. Gaji PNS, ASN, TNI, Polri, dan semua hal yang berhubungan dengan APBN seperti pembiayaan pembangunan, jalan, jembatan, dan sarana umum, subsidi, belanja barang modal, dan semua hal termasuk dari sumber penerimaan pajak. Maka mengajak tidak membayar pajak sama saja dengan mengajak merusak system dan kedaulatan Negara NKRI. Dan sampai hari ini mekanisme dan pola tata keloloa Negara tidak bisa dijalankan tanpa pajak. Bahkan dengan pajak justru menciptakan keadilan dalam struktur berbangsa dan bernegara.
Ke [2] Jika pernyataan ini benar, maka ini berhubungan dengan upaya semua pihak dalam rangka mencapai kenaikan tax ratio Indonesia angka terakhir tahun 2018 itu 11,5% yang masih rendah jika dibandingkan Negara lain nya. Rasio pajak atau tax ratio adalah perbandingan atau persentase penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) dimana hal itu juga merupakan salah satu indikator untuk menilai kinerja penerimaan pajak. "Tax ratio itu mengukur kemampuan pemerintah mengumpulkan pajak dari total perekonomian, dalam arti total produk domestik bruto.
Sehingga, ukuran tax ratio itu menunjukkan seberapa mampu pemerintah membiayai keperluan-keperluan yang menjadi tanggung jawab Negara. Maka ajakan dan gagasan Wakil Ketua Umum Partai Politik dengan tema "Tolak bayar pajak kepada Pemerintahan hasil Pilpres 2019" menjadi kurang bijaksana atau berlebihan secara mental dan kurang mendewasakan demi NKRI milik kita semua.
Ke [3] Jika pernyataan ini benar, maka secara mental atau moral juga dirasakan tidak cocok atau kurang bijaksana, misalnya dalam agama-agama diajarkan ["Sepersepuluh berupa hasil bumi"] atau apa yang disebut: ["Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Tuhan apa yang wajib kamu berikan kepada Tuhan!"].
Artinya apa yang menjadi hak Negara berikan kepada Negara [dalam konteks ini pajak] semestinya wajib dipahami bahwa episteme moral pajak memiliki landasan moral yang cukup. Atau jika mau lebih dalam lagi Hak Negara atau Kaisar juga adalah Milik Tuhan Juga, dan pajak juga dipakai untuk manusia oleh manusia dan memperbaiki martabat manusia dalam tatanan rasio instrumental.
Ke [4] Jika pernyataan ini benar, maka ada jarak berpikir yang terlalu jauh antara kewajiban hukum dan etika public membayar pajak dengan diskursus kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2019 seperti yang diutarakan pada gagasan Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono. Saya rasa ada konteks yang berbeda, dan lebih mendasar sekalipun saling memiliki keterikatan.
Namun ajakan atau sampai tindakan nyata kepada masyarakat untuk melakukan tindakan melanggar kewajiban hukum dan etika public untuk tidak membayar pajak seperti itu jelas bertentangan dengan filsafat Immanuel Kant (1724-1804), tentang imperative kategoris: ["Bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kaukehendaki menjadi hukum umum"].
Apalagi ajakan seperti menjadi kurang bijaksana digagas oleh tokoh penting, dimana pada posisi ini seolah-olah memberikan kesan mengajak orang lain atau menjadikan orang lain sebagai sarana belaka demi dukungan politik tertentu. Immanuel Kant (1724-1804) menyatakan {"Bertindaklah sedemikian rupa sehingga Anda selalu memperlakukan umat manusia entah di dalam pribadi Anda maupun di dalam pribadi setiap orang lain sekaligus sebagai tujuan, bukan sebagai sarana belaka"}.
Maka ajakan dan kemungkinan menjadi tindakan melanggar kewajiban hukum dan etika public untuk tidak membayar pajak seperti itu jelas bertentangan prinsip tidak boleh menggunakan manusia lain sebagai sarana belaka atau manusia sebagai "fungsi" atau melakukan instrumentalisasi manusia.