Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Filsafat Moral Martabat Manusia: Pemilu 2019 Boros Nyawa Manusia

Diperbarui: 23 April 2019   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Filsafat Moral  Martabat Manusia: Pemilu 2019 Boros Nyawa Manusia

Berita Hari ini di Kompas.com - 23/04/2019, 08:47 WIB di Kompas.com dengan judul "Data KPU: 91 Orang Petugas KPPS Meninggal Dunia. Sebanyak 91 orang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia usai bertugas. Jumlah ini berasal dari sejumlah daerah di 15 provinsi di Indonesia. "Jadi 91 ( petugas KPPS yang meninggal dunia)," kata Komisioner KPU Viryan Azis di Kantor KPU, Menteng, Senin (22/4/2019) malam. Selain itu, 374 anggota KPPS dilaporkan sakit. Jumlah ini tersebar di sejumlah daerah di 15 provinsi.

Jumlah dana pemilu seperti dalam berita Kompas.com. 26/03/2019, 20:03 WIB dengan judul "Anggaran Pemilu Capai Rp 25,6 Triliun, Untuk Apa Saja?".  Anggaran Pemilu 2019 menembus Rp 25,59 triliun, naik 61 persen dibandingkan Pemilu 2014 yang hanya Rp 15,62 triliun. Seperti dikutip dari situs Sekrataris Kabinet, Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kementerian Keuangan, Askolani menyabutkan anggaran itu dianggarkan sejak 2017. "Berdasarkan data, alokasi anggaran untuk persiapan awal di tahun 2017 sekitar Rp465,71 miliar. Kemudian pada 2018 (alokasi) mencapai Rp9,33 triliun," ujarnya dikutip dari situs Seketaris Kabinet, Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Pertanyaannya adalah bagimana secara episteme atau telaahan filsafat moral pemilu boros nyawa manusia dapat dipahami. Seharusnya ada mekanisme yang baik, mencegah agar tidak mestinya terjadi banyakknya nyawa melayang dalam pesta demokrasi yang bermartabat demi Indonesia lebih baik. Misalnya kajian awal dan persiapan matang tentang kriteria umum bagimana dan siapa yang disebut layak menjadi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Sejak dini mestinya KPU membuat rincian yang ketat tentang perlu uji kelayakkan dan kepatutan pada aspek [1] kompetensi minimal dan indicator pekerjaan; [2] surat kesehatan raga jasmani [tubuh] dengan hasil rekam medis kedokteran atau rumah sakit bahwa mampu sehat untuk melaksanakan tugas sebagai petugas KPPS; [3] kesehatan mental [jiwa] agar mampu melaksanakan tugas; [3] alokasi beban kerja, dengan waktu istirahat; 

[4] kemampuan mengelola stress kerja; [5] dan diperlukan diklat atau pendidikan dan latihan sebelum pemilu; [6] sampai pendidikan minimal sebagai prasyarat; [7] rentang usia yang disyaratkan, [8] surat kelakuan baik atau catatan kepolisian atau Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), [9] tanda tangan dan surat pernyataan dengan melampirkan semua prsayarat yang sudah ditentukan. Maka dengan semua syarat-syarat tersebu seharusnya tidak perlu besarnya nyawa sampai 91 orang meninggal dunia, apalagi dikaitkan dengan imbalan hanya Rp 500rb.

Ada dan perlunya "fit and proper test" secara sederhana pada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) seperti yang saya sebutkan pada kategori minimal di atas. Dengan cara seperti itu maka Martabat Manusia sebagai Hak seseorang untuk dihargai dan dihormati demi kepentingan mereka sendiri, dan diperlakukan secara etis.  Atau setidak-tidaknya untuk kedepan diperlukan evaluasi menyeluruh, dan membuat system yang relative permanen untuk menjamin pemilu berjalan dengan baik, dan meminimalkan jumlah pertugas yang meninggal dunia dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya.

Ke [1] Kasus 91 Orang Petugas KPPS Meninggal Dunia ditafsir dalam filsafat tentang martabat manusia [human dignity]. Kondisis ini memiliki indikasi awal adanya wujud pada paradoks pada Martabat manusia ditampilkan dalam wacana etika, hukum, dan politik sebagai komitmen dasar terhadap nilai manusia atau status keluhuran manusia. Penggunaan martabat manusia dalam hukum internasional publik merupakan penanda untuk memahami wacana moral, hukum, dan politik martabat manusia. Ekspresi karakteristik ditemukan dalam Pembukaan Konvesi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (1966) haknya "berasal dari martabat yang melekat dari pribadi manusia" dan yang prinsip animasinya adalah "pengakuan atas martabat yang melekat dan yang setara dan tidak dapat dicabut dari haknya.

Atau martabat manusia dalam teks Deklarasi PBB atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 1 dan 2 bahwa [1] Semua manusia dilahirkan bebas dan setara dalam martabat dan hak. Mereka diberkahi dengan akal budi dan harus bertindak terhadap satu sama lain dalam semangat persaudaraan. [2]  Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang ditetapkan dalam Deklarasi ini, tanpa perbedaan apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran atau status lainnya.

Maka yang penting pelajaran bagi Bangsa Indonesia meninggal nya 91 orang petugas KPPS sebagai bahan evaluasi bagi  keutamaan 'martabat yang melekat' merupakan jembatan potensial antara sejumlah gagasan dan cita-cita yang berbeda, yaitu kebebasan, keadilan dan perdamaian. Semua kehidupan manusia harus dilindungi sebagai masalah martabat, dan menggambarkan Kebudayaan Indonesia  menjunjung tinggi dalam "berperilaku bermartabat".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline