Data yang ada di Detikcom pada saat tulisan ini dibuat memperlihatkan lembaga survey Quick Count Pilpres 2019 yakni, Litbang Kompas, Indo Barometer, LSI Denny JA, Median Kedai Kopi, menghasilkan simpulan statistika bahwa pemenang adalah Calon Nomor Urut 01 diantara 54%, dan pasangan nomor urut 02 diantara 46%. Dan data sampling terkumpul mendekati angka 99% sudah masuk terkumpul.
Artinya secara ilmiah atau episteme statistika data ini tidak memiliki perubahan signifikan pada pengurangan dan penjumlahan suara atau mengalami stationer data.
Atau jelas secara statistika dengan metode sampling data ini dapat disimpulkan atau digeneralisasikan bahwa yang tampil sebagai pemenang adalah Calon Nomor Urut 01.
Namun pada saat yang sama pasangan nomor urut 02 justru menyatakan angka hasil survey tidak valid, tidak reliable, dan menyesatkan kemudian disampaikan dengan terbuka bahwa pasangan urut pasangan nomor urut 02 yang menang dengan 3 kali pernyataan.
Bahkan dalam tempo 3 x 12 jam, pasangan nomor urut 02 tiga kali mengumumkan kemenangannya. Pernyatan pertama menang berdasarkan exit poll sebesar 55 persen; dan pernyataan berikutnya kata update terbaru hasil real count yang sudah masuk, disimpulkan telah menang 62 persen.
Pertanyaannya adalah bagimana "narasi akademik" sebagai kritik keprihatinan saya kondisi seperti ini bisa dijelaskan dengan memahami Ekskursus Filsafat Statistika, dan Quick Count Pilpres 2019 dengan pernyataan pasangan urut pasangan nomor urut 02 menyatakan unggul dan menang dengan 3 kali pernyataan dengan exit poll dan real count tanpa menjelaskan episteme atau paradigm riset tersebut.
Padahal disisi lain: Litbang Kompas, Indo Barometer, LSI Denny JA, Median Kedai Kopi, menghasilkan simpulan episteme statistika bahwa pemenang adalah Calon Nomor Urut 01 diantara 54%, dan pasangan nomor urut 02 diantara 46%
Berikut ini saya sampaikan bagaimana menjawab problem ini dengan pendekatan [episteme] filsafat statistika, dan ilmu sebagai berikut:
Ke [1] filsuf besar t kontemporer Alfred North Whitehead menyatakan "seluruh ilmu barat adalah catatan kaki dari pemikiran Platon".
Artinya seluruh ilmu saint barat fondasinya dan dipakai di Indonesia adalah Pemikiran Platon. Maka untuk menjelaskan kondisi paradox antara pasangan nomor urut 02 dengan validitas reliabilitas hasil pengolahan statistika oleh lembaga Litbang Kompas, Indo Barometer, LSI Denny JA, Median Kedai Kopi saya meminjam episteme Platon untuk menjelaskannya.
Ke [2] Pada Dialog Glaukon Dengan Socrates sebagai hidup mati atau bolak balik menanjak (anabasis), turun (katabasis) Platon mengunakan istilah "eikon" dengan menggunakan metafora alegori Gua untuk mencapai ["idea Yang Baik" atau "ten tou agathou idean"] atau mencari kebenaran.