Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Mencari "Ada", Etnografi Petilasan Ibu Soekirah

Diperbarui: 1 Januari 2019   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dok. pribadi)

Ide gagasan ini diperoleh saat saya napak tilas jalan kaki mencari manusia bijak atau satrio piningit di Jogja dan Jawa Tengah yang waktu dan tanggalnya tidak perlu saya sebutkan akhirnya saya terhenti disuatu senja jam 03.00 sore di Dusun Kemusuk, Jl. Nulis Puluhan, Srontakan, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55752.

Kaki saya menemui suasana yang lain dan berbeda yakni tepatnya pada Museum Soeharto yang menyimpan memoar dan peninggalan Jendral Besar TNI Soeharto yang diresmikan pada tahun 2013.

Setelah berdiam diri beberapa waktu, mata batin saya tertumbuk pada suatu sudut sebelah kanan pintu masuk bagian belakang, yakni Petilasan Ibu Soekirah binti Atmosudiro. Ibu Soekirah adalah ibu kandung Presiden Soeharto bin Kertosoediro. Adalah ibu Soekirah yang menjadi ibu Bapak Presiden Indonesia ke 2 lahir tanggal 8 Juni 1921 atau rabu kliwon.

(dok. pribadi)

Lalu bagimana sebenarnya memahami secara tafsir filologi hermeneutika, dan semiotika yang memungkinkan makna ["petilasan"] khususnya Petilasan Ibu Soekirah memiliki nilai filsafat untuk melahirkan rehabilitasi pemahaman.

Secara umum maka kata ["petilasan"] umum dipakai dalam bahasa Indonesia sekalipun secara filologi bisa memiliki makna yang berbeda-beda. Saya kutip dari umum sederhana dulu misalnya pada Wikipedia disebutkan Petilasan adalah istilah yang diambil dari Bahasa Jawa (kata dasar "tilas" atau "bekas") menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang penting.

Tempat yang layak di sebut petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau terkait dengan legenda atau tempat. Dalam bahasa lain disebutkan, petilasan disebut maqam (berarti "kedudukan" atau "tempat"). Istilah 'makam' dalam bahasa Indonesia tidak berarti sama dengan 'maqam' atau kuburan.

Tidak mudah memahami kata ini jika ingin melahirkan ulang "ontologis" nya. Maksud melahirkan kembali disini selalu saya kaitkan dengan fakta bagimana mungkin dalam kesederhanaan dan rumitnya hidup dimasa ibu Soekirah bisa menjalani hidup dipedesaan melahirkan seorang anak kemudian menjadi presiden hebat sukses dieranya. Tentang Pak Harto saya sudah pernah tulis dalam artikel Kompasiana.

Masalah pada tulisan ini adalah kekaguman saya pada ibunda Pak Harto. Sampai puluhan tahun lebih saya merenungkanya, dan mencari literature. Tetapi tidak memadai untuk menjawab hakekat ilmu Jawa Kuna dalam wujud paparan riset, khususnya menyangkut ibunda Pak Harto. Maka saya mencoba membuat sebagian hasil penelitian saya, tidak semuanya, dan mungkin memerlukan 10 tahun supaya penelitiannya lengkap dan memadai.

Kendala penelitian ini adalah saya tidak memiliki akses langsung dalam bentuk wawancara atau memberikan kuesioner untuk bertanyan pada Ibu Soekirah yang mengalami sendiri sejarah hidupnya supaya diperoleh lebih otentik argumentasi tulisan ini.

Tetapi secara episteme cara lain masih mungkin dengan menggunakan pemikiran kritis atau preposisi bahwa di alam semesta ini ada banyak monad-monad "substansi" di sebut sebagai ranah fisika dan metafisika. Monad disini bahwa alam ini mewariskan logika daya purba ("force primitive") yang bukan material tetapi bersifat spiritual" sehingga pelahiran makna kata ["petilsan"] dapat" direhabilitasikan kembali. Maka kata ["petilasan"} dapat diselidiki dengan metode ontologi, sebagai ilmu tentang ada (science of being).

Pada kutiban di Wikipedia menyatakan makna kata ["petilasan"] adalah "tempat tinggal" atau rumah. Atau tempat menghuni.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline