Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Filsafat Seni Mimesis [152]

Diperbarui: 28 Desember 2018   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Filsafat Seni Mimesis [152] Croce

Benedetto Croce masih berpendapat  seni itu intuitif, logis atau non-konseptual, dan oleh karena itu 'mewakili perasaan' ; tidak berarti  cara keterlibatan estetika   melibatkan konsep itu, atau tidak berarti  seni harus dipahami sebagai simbolik, menyiratkan suatu hubungan yang membutuhkan tindakan intelektual untuk dipahami. Keduanya  menyiratkan  keterlibatan estetika   menjadi sesuatu yang lebih, atau sesuatu  selain diluar estetika,  yang merupakan kapasitas intuitif. Intinya adalah  kesadaran  tentang bentuk intuisi tidak lain adalah kesadaran kita  tentang arus pemersatu perasaan yang mengalir melaluinya. Ini adalah klaim tentang apa yang menyatukan suatu intuisi, membedakannya  pada  intuisi di sekitarnya, yang relatif diskontinyu.

Ekspresi yang tepat, jika sesuai, juga indah, keindahan tidak lain adalah ketepatan gambar. Ekspresi dan keindahan bukanlah dua konsep, tetapi konsep tunggal,  diizinkan dengan kata sinonim. Maka dalam esai pada tahun 1917 adalah klaim Benedetto Croce menarik tetapi penuh teka-teki  seni dalam arti 'universal', berkaitan dengan 'totalitas'.  Untuk memberikan bentuk artistik pada isi perasaan berarti, mengesankan padanya karakter totalitas, menghembuskan nafas kosmos ke dalamnya. Dengan demikian dipahami, universalitas dan bentuk artistik bukanlah dua hal tetapi satu.

Dalam intuisi, yang tunggal berdenyut dengan kehidupan yang utuh, dan keseluruhan berada dalam kehidupan yang tunggal. Setiap representasi artistik asli adalah dirinya sendiri adalah alam semesta. Alam semesta dalam bentuk individu itu, dan individu itu membentuk sebagai alam semesta.

Dalam setiap ucapan, setiap ciptaan [imajinatif] fantastis,  pada  penyair, di situlah letak seluruh takdir manusia, semua harapan manusia, ilusi, kesedihan, kegembiraan, cucu manusia dan kesengsaraan, seluruh drama realitas yang terus-menerus berevolusi dan tumbuh  pada  dirinya sendiri dalam penderitaan dan sukacita.

Benedetto Croce  ingin sekali menegaskan pentingnya seni bagi kemanusiaan, dan pernyataannya tentang hal itu penuh dengan perasaan. Seni bersifat universalitas dan bukan dengan perasaan tertentu. Tetapi sulit untuk melihat melampaui metafora seperti 'mengesankan karakter totalitas.

Bila meminjam dan mengingatkan pada diktum Kantian  dalam estetika   'menuntut universalitas' dalam penilaian (judgment), tetapi tidak ada indikasi eksplisit mengenai hal itu. Ada satu filosofi Benedetto Croce seni terjadi sebelum kecerdasan, maka perbedaan logis antara subjek dan predikat runtuh; karena itu mungkin setidaknya satu penghalang dihilangkan  pada  berbicara tentang 'universalitas seni'. Tetapi itu tidak menunjukkan apa, secara positif. Jelas  terdapat sesuatu yang benar tentang berbicara tentang 'karakter seni universal'  pada music classic  Beethoven, WA Mozart, atau lukisan Michelangelo sebagai lawan  pada  tontonan sempit  yang menyedihkan  seperti dongeng bang Mamat punya istri simpanan dari kali pasir.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline