Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Episteme Seneca, Pergantian Nama Calon Wakil Presiden

Diperbarui: 9 Agustus 2018   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

EPISTEME SENECA:  Pergantian Nama Calon Wakil Presiden

Selama presiden ke 7 Indonesia menjabat, dan mencalonkan kembali, dan begitu calon penantang untuk presiden ke 7 selalu terjadi kejutan pada menit-menit terakhir. Selalu ada hal-hal yang mengejutkan berita pada keputusan akhir.

Misalnya saat akan diumumkan pada kabinet kerja, menjelang menit terakhir seorang calon Menteri  sudah mengenakan kemeja putih di Istana negara harus pulang batal di umumkan menjadi menteri Komunikasi, dan Informatika dan melalui pintu Wisma Negara, Minggu (26/10/2014) sekitar pukul 19.30.

Hal yang sama terjadi pada hari ini Kamis (9/8/2018) dalam sejarah kembali terulang di JlH.O.S. Cokroaminoto No. 42Plataran Menteng Jakarta, seorang calon punggawa wakil Presiden, sudah mengukur kemeja putih, dan menyerahkan CV, dan dua hari sebelumnya keturunan Raja Jawa Kuno (Mataram Kuno) atau Gubernur DIY Sri Sultan HB X memberikan potongan nasi tumpeng acara prosesi Dhahar Kembul di Jalan Malioboro pada Selasa (7/8/2018) malam. Namun pada menit-menit terakhir  terakhir batal di umumkan menjadi calon wakil presiden  periode  2019-2024.

Dan sebagai bangsa yang besar dua tokoh manusia penting Indonesia tersebut yang belum menjadi (terjadi) atau "batal" diumumkan menjadi calon resmi punggawa negara, memiliki jiwa sikap yang luar bisa, legowo, ksatria, dan menerima sebagai situasi itu sebagai hal yang bisa dalam kehidupan mereka. 

Sungguh luar bisa mental manusia ini dan saya rasa perlu menjadi pelajaran bagi perjalanan negara tercinta pada masa mendatang. 

Pengalaman ini dapat dan pernah terjadi pada siapa saja, kapan saja dalam skala kecil sampai hal-hal yang dianggap luar bisa, memungkinkan terjadi, dan lumrah, bukan hanya urusan rasionalitas, tetapi melampaui atau beyond evil and good.

Lalu bagimana kondisi ini dimaknai secara filosofis, memungkinkan mendapat tempat pemahaman yang memadai. Saya meminjam istilah "ducunt volentem fata, nolentem trahunt" episteme yang dikatakan Lucius Annaeus Seneca (dikenal sebagai Seneca) adalah seorang filsuf zaman era Stoik, negarawan, dan penulis drama Romawi pada Zaman Perak sastra Latin. Seneca adalah tutor dan kemudian menjadi penasehat kaisar Nero.

Seneca [4BC--65M), "ducunt volentem fata, nolentem trahunt" di bahasa Indonesiakan artinya ["bila engkau setuju maka takdir akan membimbingmu, apabila tidak setuju maka takdir pasti akan memaksa engkau"].  Seandainya aku membangkang aku menjadi buruk, kemana saja engkau menghendaki jalanku melangkah aku akan mengikuti engkau tanpa ragu. 

Apapun alasannya aku tetap setia mengikuti engkau. Kemudian Zenon [333-262BC] juga mengandaikan perumpamaan seekor anjing yang diikat pada roda kereta. Jika anjing itu pintar, ia akan ikut berlari dengan senang dan bahagia serta iklas dibawa kemanapun kereta itu pergi. Demikian juga jika anjing itu  melawan makan dia akan terseret tersiksa, dan perjuangan yang sia-sia. 

Artinya manusia harus rela menyesuaikan dengan kondisi alam dan takdir atau logos alam semesta ini sebagai perjalanan penyelenggaraan (providentia) atau ketertundukan pada hukum alam, segala keindahan keteraturan dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline