Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Gadamer, Kebenaran dan Metode [6]

Diperbarui: 5 Juli 2018   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadamer: "Kebenaran, Dan Metode" [6]

Hans Georg Gadamer (1900-2002),  menerbitkan ide pada buku dengan judul "Truth And Method", atau ["Kebenaran, Dan Metode"] adalah buku yang akan saya bahas pada tulisan berikutnya. Buku Masterpiece, magnum opus atau great work  karya Gadamer  tahun 1975 dengan judul (Wahrheit und Methode) terbitan kedua  Second, Revised Edition, diterjemah oleh Joel Weinsheimer dan  Donald G. Marshall. Buku asli (Wahrheit und Methode) di terjemah menjadi judul "Truth And Method", atau ["Kebenaran, Dan Metode"].

Maka pada tulisan ke (7) ini saya membahas singkat isi buku (Wahrheit und Methode) buku ini memiliki 3 bagian Part   (I) the question of truth as it emerges in the experience of art (Pertanyaan Persoalan Kebenaran Yang Muncul Dalam Pengalaman Seni).

Gadamer pada pemikiran "Geisteswissenchaften" dengan mengatakan pengalaman seni adalah pengalaman kesadaran paling ilmiah pada batas-batasnya. Dengan argumentasi pengalaman keindahan lebih mengetahui dirinyan sendiri, memiliki nilai kesadaran keintiman, dan ketiga dapat memahami unsur kemanusian menjadi lebih baik. Dalam tulisan Gadamer tentang Subjektivikasi  Estetika dalam Kritik Kantian  bahwa pengalaman seni estetika tidaklah menghubungkan dirinya dengan pemahaman diri akan subjek, atau waktu, namun dipahami sebagai momen a-temporal tanpa adanya acuan terhadap lainnya kecuali dirinya sendiri.

Kritik Gadamer bahwa pengalaman estetis memiliki kliem kebenaran sendiri tidak dipengeruhi oleh metode Kantian, dan mendasarkan pada pemikiran "Geisteswissenchaften"  dan eksis ketika dinamai pengalaman. Pengalaman bukan subjek dan objek, atau dengan kata lain perubahan terjadi ketika tidak ada objektivikasi. 

Artinya pada saat subjek dan objek disatukan  atau karya seni adalah permainan  karya seni (spiel), dan tidak dapat diantisipasi dengan metode tertentu. Karya seni dapat dipahami melalui partisipasi dalam struktur pemahaman diri dipastikan membuat kebenaran bagi manusia itu sendiri. Seniman mampu membentuk transfigurasi gambar (image) dari pengalaman-pengalamannya, menjadi abadi, terbuka, dan perjumpaan dengan generasi berikutnya, dan dapat diulang kembali.

Bagi Gadamer, tugas manusia adalah merehabilitasi elemen dekoratif dan temporal yang telah diabadikan oleh estetika dengan dasar "bentuk murni, dan ekspresi pengalaman". Esetika meruang, dan mewaktu, maka tugas manusia adalah  membalikkan horizon pemahaman pada seni, sekaligus sejarah secara bersamaan.

 Dengan cara ini maka interprestasi seni mengacu pada merehabilitasi "estetika murni" melalui peleburan horizon mentranstendesikan model subjek objek (melebur) untuk mendapatkan keutuhan pada fungsi, maksud, apa, bagimana, temporalitas, ruang, dan karya seni terebut. 

Atau bila dipahami sebenarnya memahami seni dapat memakai atau meminjam 10 kategori Aristotle (substansi), atau 12 kategori Kantian. Dengan model ini maka karya seni berbentuk dinamis dan bukan statis kepada pemahaman permainan seni (spiel), dan dalam rangka penjelasan makna sebuah karya seni. Artinya estetika sebagai basis substansiasi karakter dialektis dan ontologis hermeneutika itu sendiri.

Gadamer berusaha membebaskan (merehabilitasi) interprestasi pada estetika mitos dan estetika subjektivitas, dikotomi  subjek, isi, terpisah dari opini kreatif penulis karya, dan menjadikan subjektivitas pembaca karya seni, maupun kandungan (isi) karya. Pemahaman adalah "kesinambungan" dan "peleburan horizon", serta "merehabilitasi" antara pemahaman diri, dalam keberadaan manusia pada kritik historis Gadamer.

Karya seni memilik keberadan authentiknya dalam fakta (realitas) pada hadirnya pengalaman, mentransformasikan manusia yang memiliki kepekaan pengalaman, atau sebagai subjek pengalaman seni, sesuatu yang ada sepanjang waktu. Ia adalah karya itu sendiri, menikmati karya seni, memiliki  kebermaknaan bebas dari kesadaran (logika) manusia yang memainkannya sebagai basis substansiasi.

Artinya pemikiran Gadamer lebih dekat kepada dialektika Socrates dibandingkan pemikiran manipulative dan teknologis modern. Kebenaran tidak dicapai dengan metode, tetapi dicapai dengan dialektis karya seni tersebut atau dialektika menuju kebenaran (Geist), dan bukan hanya memahami seni sebagai kenikmatan perseptual antara "bentuk" dan "isi" dianggap berasal dari hal yang sama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline