Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Heidegger, dan Hermeneutika Ontologis (2)

Diperbarui: 20 Juni 2018   23:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: kalw.org

Mencari ilmu bukan soal menjawab pertanyaan apapun, tetapi ilmu dihasilkan dari kemampuan manusia bertanya dan meragukan apapun. Pertama kali saya membaca being and time ada yang terasa agak konyol, bagi Heidegger bertanya mengapa "ada" dan bukan tidak "ada".  Mengapa sesuatu itu harus ada. Apa dasar episteme nya. 

Tentu saja hanya manusia yang bertanya tentang apa itu "ada". Non manusia tidak membahas "ada". Maka akses memahami ada adalah "memahami manusia itu sendiri. Artinya memahami manusia sama dengan akhirnya kita dapat dan berjumpa dalam pemahaman tentang "ada". 

Misalnya dalam membahas bidang ilmu akuntansi dan auditing juga bukan membahas apa-apa, dua kata akuntansi, dan auditing sebagai "ada". 

Artinya hanya manusia yang membicarakan akuntansi, dan auditing, bukan yang lain. Maka mengetahui adalah memiliki tubuh, dan tubuh adalah alat manusia mengetahui dunia atau mengetahui "ada". 

Maka metode yang ditempuh dilakukan dengan meminjam Heideggerian fenomenologi menjadi ontologi untuk interprestasi keberadan Dasein. Maka fenomenologi keberadaan (ada) akan membuka apa yang ["tersembunyi"] tanpa kategori apapun.

Heidegger dalam buku  being, and time, adalah proyek pemikiran "hermeneutika dasein".  Heidegger menjelaskan fenomenologi sebagai "hermenutis" membahas redefinisi tentang fenomenologi dari sisi "filologi". Berasal dari kata Yunani "phainomenon" atau phaninesthai, dan logos. Kata "phainomenon" bermakna memperlihatkan dirinya sendiri, sesuatu termanifestasika atau diilhami. 

Kata "pha" sama dengan pho's berarti cahaya, terang benderang, dan dapat diindari terlihat. Maka fenomena adalah sesuatu yang dilihat, diungkap dengan bantuan cahaya atau dibawa dalam terang, dan dapat diidentifikasikan sesuai apa adanya seada-adanya (to onta, das siende). Kata termanifestasi berarti bentuk pengilhaman sesuatu sebagaimana adanya, tanpa harus dibentuk.

Bentuk filologi pada kata "ology-ology" pada kata fenomenologi berasal dari kata logos, adalah sesuatu yang dipahami melalui pembicaraan. Maka makna kata "logos" atau sesuatu dengan sendirinya muncul, bukan nalar, tetapi sebagai fungsi pembicaraan, yang membuat nalar itu menjadi mungkin. 

Fungsi logos adalah membiarkan sesuatu memperlihatkan sesuatu. Dan membawanya kedalam cahaya terang dan memperlihatkan diri. Maka harus ada pembiaran ruang bagi dirinya untuk terlihat. Logos (melalui pembicaraan) adalah kekuatan yang diberikan kedalam bahasa  kepada pengguna tersebut, maka suatu wahana apa terungkap, kemudian apa yang termanifestasi olehnya.

Kata phaninesthai, dan logos sebagai fenomenologi  bermakna membiarkan sesuatu termanifestasikan apa adanya, tanpa memaksa kategori apapun yang diberikan kepadanya. Sebagai pembalikan arah yang disifati manusia (seseorang). 

Maka phaninesthai, dan logos sebagai fenomenologi  adalah sarana keberadaan yang diarahkan oleh fenomena melalui suatu cara pengaksesan diri yang murni menjadi miliknya sendiri. Inilah perbedaan keunggulan Heidegger dalam teori hermeneutika, bukan pada kategori tetapi pada "manifestasi" yang menjumpai kita. Sekaligus metafisika, dan "persoalan keberadaan" itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline