Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Heidegger dan Hermeneutika Ontologis

Diperbarui: 20 Juni 2018   23:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: kalw.org

Pada tulisan ini akan disajikan kajian pustaka disunting dari hasil penelitian saya pada tahun 2010 lalu tentang rekonstruksi Hermeneutika  Ontologis Heidegger untuk memahami ilmu auditing di Indonesia. 

Tulisan ini diturunkan dalam beberapa tulisan yang sudah saya ringkas, dan dipakai bahan saya mengajar di Pascasarjana matakuliah Auditing Lanjutan dan matakuliah akuntansi kontemporer.

Martin Heidegger (1889-1976), mengembangkan hermeneutika sebagai interpretasi ontologis. Dalam pandangan Heidegger, pemahaman bukanlah sebuah metode. Menurutnya, pemahaman lebih dari sekedar metode. 

Sebabnya pemahaman sudah ada wujud terlebih dahulu (pre-reflective undersanding) sebelum merefleksikan sesuatu. Heidegger menamakan prapemahaman tersebut sebagai Daseins (ada di sana). Hermeneutika  Ontologis Heidegger kemudian disebut sebagai "hermeneutik der faktizitt".

Pertama (1) Pemikiran Husserl, dan Heidegger dalam kaijian fenomenelogi. Dalam buku "being, and time" maka Heidegger mempertahakan tradisi Geist dan Laben yang dimaknai secara berbeda dalam hidup sebagai makna tersendiri sebagai pendasaran ilmiah dan pijakan berpikir manusia barat. Dan sekaligus memahami, dan mempertanya  ulang kajian metafisis sebagai tradisi berpikir selama ini. 

Maka feneomenologi telah membuka peluang dalam pemahaman fenomena Kant sebagai prakonseptual.  Fenomenlogi Husserl, dari pemikiran Franz Brentano sebagai wujud gagasan fungsi kesadaran sebagai subyektivitas transendetal kedalam pikiran. Sementara  Heidegger fenomenologi sebagai media penting keberadan manusia dari historisitas fenomena tersebut. 

Pemikiran Heidegger adalah diadopsi dari terdahulunya  Dilthay, Nietzche sebagai kilas balik metafisika barat khususnya kepada subyektivitas transendal. Heidegger dari aspek fenomenolog teologi menyatakan bahwa "fakta keberadaan" merupakan persoalan lebih fundamental  ketimbang kesadaran, dan pengetahuan manusia. Bagi Husserl, sebagai fenomenolog pemikiran matematika bahwa "fakta keberadaan" sebagai  datum kesadaran umat manusia. 

Heidegger dalam teks being and time menyatakan fenomenologi sebagai fenomenologi hermeneutika. Maka pemikiran Husserl, memiliki arti keberlanjutan keperbedaan, dan kedalaman didalam konsep Heidegger sebagai metode fenomenologi. Heidegger dalam being, and time, adalah proyek pemikiran "hermeneutika dasein". 

Husserl,  sebagai fenomenolog pemikiran matematika berlawanan dengan Heidegger dari aspek fenomenolog teologi yang menyatakan semua ilmu pengetahuan didunia ini tidak ada tujuan final, dan  tanpa kepastian yang pasti. Tentu saja Heidegger dari aspek fenomenolog teologi dipengaruhi pemikiran terdahulunya Dilthay, Nietzche, Hegel, Kant, Rilke, Trakl, dan Holderlin.  

Basis ini menjadikan Hermeneutika sebagai basis pemikiran historis, penemuan kreatif masa lalu, dan bentuk reinterprestasi. Sementara Husserl,  sebagai basis pemikiran matematika wujud repleksi yang bersifat apodiktik (keyakinan), reduksi, atau reduksi eidetic atau dikenal dengan feneomenologi reduksi. Maka fenomenologi Husserl dipengaruhi pemikiran  Cartesian, Kant, dan Fichte.

Kedua (2) Fenomenologi sebagai "hermenutis".....#bersambung****




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline