Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

TERVERIFIKASI

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Bedah Buku Paul Riceur (tulisan 1)

Diperbarui: 15 Juni 2018   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pada tulisan ini saya menyajikan bedah buku Paul Ricoeur dengan Judul  ["Theory of Interpretation Discourse and the Surplus Meaning"]. Buku ini adalah semacam bahan kuliah Paul Ricoeur di Universitas Kristen Taxes, dangan judul Discourse and the Surplus Meaning.  Tulisan bedah buku ini pernah saya berikan pada matakuliah Auditing Lanjutan Program Pascasarjana Universitas Mercu Buana Jakarta, dalam rangka metode memahami catatan klien dan interprestasi laporan keuangan dalam rangka memperoleh bukti-bukti audit. Semacam trans-substansi Theory of Interpretation untuk laporan keuangan klien.

Lebih jelasnya isi buku teks ["Theory of Interpretation Discourse and the Surplus Meaning"]. Bab 1. Bahasa sebagai Wacana. Membahas episteme linguistic  langue (sinkronik), dan parole (diakronik). Pada bab 1 ada 6 pokok bahasan yang dibahas.

(1) pertama pemikiran Ferdinand de Saussure  tentang adopsi episteme pada (a) langue, dan  (b) parole bentuk struktural. Aturan ini memberikan investigasi linguistic apa yang diungkapkan secara bahasa. Langue adalah tanda atau aturan yang didasarkan pada setiap pembicaraan menghasilkan parole sebagai pesan khusus. 

Pemikiran ini mendasarkan pada  Emil Durkhiem, Saussure bahwa parole sebagai pesan khusus membentuk dimensi waktu diakronik, sementara  Langue sebagai tanda atau aturan yang didasarkan pada setiap pembicaran khusus bersifat intensional sebagai suatu sistem yang bersifat sinkronik. 

Parole sebagai pesan bersifat arbiter dan kontingental dalam komunitas tertentu. Pendekatan model structural memungkinkan dapat dipahami menjadi teori interprestasi (semiotika) bersifat imanen dengan sistem tanda dan makna. Penanda (pemberi tanda) adalah analisis fonologis; gesture, suara, getaran, pola tertulis, atau medium indra fisik, dan  yang ditandai atau analisis simantik  dipahami dengan ilmu semiotika.

(2) semantic vs semiotic: Kalimat. Kaitan antara tanda dan kalimat, atau antara tanda dan pesan. Langue adalah objek homogen, dan parole sebagai pesan bersifat heterogen.  Semiotic ilmu tentang tanda, bersifat formal sampai batas dissosiasi bahasa ke dalam bagian-bagian pokoknya. Semantic adalah ilmu tetang kalimat, langsung dengan focus dengan konsep makna (meaning), sebelum dijelaskan perbedaan antara makna, dan referensi ke dalam batasan semantic secara fundamental dipahami oleh prosedur integrative bahasa. Perbedan antara semantic vs semiotic adalah kunci seluruh ilmu bahasa.

(3) dialektika peristiwa, dan makna. Adalah fenomenologi makna atau logical investigation Hussrel dan jenis analisis linguistic sebagai bentuk dialektika peristiwa, dan makna.  Diskursus atau wacana adalah peristiwa bahasa. Peristiwa (parole) bersifat  diakronik, cenderung berakhir, sementara sistem terus berlangsung. Maka pesanlah yang dapat menjadi ciri aktualitas menghasilkan tanda tersebut. Wacana sebagai Predikat. Maksudnya predikat (status)  sebagai factor yang harus ada dalam kalimat, makna khusus ada dalam kalimat itu dipertentangkan dengan fungsi subjek logis atau gambaran universal subjek. Predikat menunjukkan jenis kualitas tingkatan tertentu bentuk hubungan atau aksi. Dialektika Peristiwa Dan Makna. Wacana dipandang sebagai peristiwa atau proposisi, pertama fungsi predikatif dikombinasikan suatu identifikasi, kedua sebagai sesuatu yang abstrak tergantung keseluruhan kongkrit sebagai bentuk dialektika antara peristiwa, makna dalam kalimat. Semua makna diaktualisasikan sebagai suatu peristiwa, maka semua wacana dapat dipahami sebagai makna.

(4) Makna Pengucap, dan Makna Ucapan. Referensi diri wacana, maka dapat dihubungkan referensi wacana ke pembicaranya melalui peristiwa dialektika. Bahasa tidak berbicara namun oranglah yang berbicara sebagai gambaran pembicara atau pengucap atau subjek logis. Tindakan lokusioner, dan illokusioner. Sebagai bentuk menyatakan, dan melakukan pada dialektika peristiwa dan makna. 

Menyatakan perintah, keinginan, pertanyaan adalah dilakukan  sesuatu itu sendiri (lokusioner), atau melakukan sesuatu yang dikatakan (illokusioner) bahkan dampak tindakan itu sendiri (perlokusioner). Tindakan Interlokusioner adalah kesangguapan dialalog dengan diri sendiri dikaitkan dengan tindakan lokusioner, dan illokusioner. Pembicara, pendengar, pesan saling berinteraksi atau antara kode, kontak, dan konteks membentuk skema rekognisi, konatif, emosi, poetic, metalinguistic, dan referensial untuk mengatasi kesendirian fundamental manusia.

(5) Makna sebagai arti, dan referensi. Konsep ini diperkenalkan oleh filsuf Gottlob Frege pada "one sense and reference". Atau teori distingsi antara semiotic, dan semantic sebagai bentuk lesikon atau makna menghubungkan antara identifikasi fungsi, dan fungsi predikat dalam kalimat, dan referensi menghubungkan bahasa dengan realitas dunia. Signifikasi referensi sebagai problem universal sangat luas sehingga makna pengucap harus diekspresikan ke dalam bahsa referensi  sebagai acuan wacana sebagai penunjukkan oleh pembicaranya melalui struktur wacana.

(6) Beberapa implikasi hemeneutika. Ada dua tokoh yang mempengaruhi bidang hermeneutika dikaitkan dengan pemikiran Paul Ricoeur yakni hermeneuika Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey (1833-1911). Schleiermacher  metode nacherleben, dan metode divinature verstahin, bahwa bahasa adalah (1) interpretasi  gramatis (kalimat gaya bahasa simantik, kata-kata dipakai, sejarah), (2) Interprestasi dunia psikologis mental (apa kiranya isi yang dipikir penulis).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline