Lihat ke Halaman Asli

Rasanya Tidak Pernah Akan Cukup.... Rokok oh Rokok

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Masalah rokok diatur sebetulnya telah jelas... melindungi kesehatan masyarakat. Masyarakat mana? Tua muda, besar kecil, kaya miskin, pejabat non pejabat, dewasa anak-anak, pegawai pengangguran, petani pekerja kantoran... semua.  Kenapa harus menjadi ribut, pemerintah hendak melindungi kesehatan masyarakat kok malah ditentang? Bukannya justru harus disyukuri. Rasanya semua orang paham, bahwa biaya berobat untuk segala macam jenis penyakit itu mahal. Jika anda harus memilih pilih sakit atau sehat, tentu jawabnya adalah sehat, dan untuk menjadi sehat itu harus diupayakan. Tidak mau terkena kolesterol harus diupayakan tidak mengkonsumsi penyebab kolesterol,  tidak mau terkena darah tinggi, stroke, jantung atau kanker paru pun demikian harus menghindari  faktor-faktor resiko penyebabnya, salah satunya rokok. Pemerintah sadar kok biaya sakit yang akan ditanggung masyarakat akibat terkena penyakit ini amat sangat mahal. Pemerintah juga sadar cacat akibat penyakit stroke misalnya akan sangat menyulitkan masyarakatnya, karena pemerintah menyadari belum berpihak kepada orang-orang cacat, lihat saja fasilitas-fasilitas umum, masih banyak yang belum dilengkapi dengan kebutuhan bagi orang cacat.

Pemerintah sangat menyadari juga bahwa masyarakat Indonesia memiliki mimpi menjadi juara dunia sepakbola, maka dalam mewujudkan mimpi tersebut, Indonesia harus memiliki bibit-bibit pemain yang sehat, napas panjang tidak ngos-ngosan dan tentu saja cerdik dan cerdas. Bibit-bibit pemain itu khan generasi muda, anak-anak masa depan bangsa .... yang tentu sajauntuk mewujudkannya  harus kita ciptakan bibit-bibit  pemain yang sehat, kuat dan cerdas, selain ditunjang dengan gizi yang baik, juga ditunjang dengan lingkungan yang sehat dan bersih.  Coba bayangkan jika dari kecil dia sudah terpapar rokok oleh keluarganya, umur 10 tahun sudah mulai merokok dan menjadi kecanduan .... tentu akan semakin menjauhkan impian jadi pemenang piala dunia.

Sudah ratusan ribu penelitian dilakukan terhadap hubungan rokok dengan kesehatan, semakin maju teknologi kedokteran, semakin maju penelitian semakin banyak ditemukan bahwa rokok merupakan faktor resiko terhadap kesehatan, rasanya tidak akan pernah cukup untuk meyakinkan ... para perokok. Mereka tetap saja akan merokok, karena sudah dalam taraf kecanduan, dan sangat sulit untuk menyembuhkan kecanduan rokok. Tidak percaya coba deh suruh orang yang dekat dengan anda yang merokok, untuk tidak merokok sehari saja...

Rasanya tidak akan pernah cukup juga penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, atau lembaga-lembaga pendidikan, bahwa petani tembakau di Indonesia tidak banyak, hanya ada didaerah tertentu saja... dan bukan rahasia lagi impor tembakau lebih besar dari ekspor tembakau, dimana posisi petani Indonesia jika impor lebih besar.  Benar hasil pertanian tembakau Indonesia semua terserap oleh industri rokok?

Rasanya tidak pernah akan cukup juga untuk meyakinkan  ... bahwa industri rokok besar Indonesia, kepemilikannya sudah bukan nasional lagi.... uang beli rokok dari masyarakat larinya kemana? Owwww jauhhh ya sampe Swiss,lokasi  perusahaan principalnya

Rasanya juga tidak cukup, fakta cukai tembakau merupakan sumber pendapatan negara kelihatannya besar ya 77 trilyun di tahun 2011. Tapi jika dibandingkan biaya pengobatan yang ditanggung masyarakat akibat sakit jantung koroner  adalah 150juta biaya pasang stent x7% yang sakit jantung koroner  x241juta penduduk Indonesia= aduhhh ngitungnya sampai bingung... Rp2,530,500,000,000,000.

Cukupkah fakta-fakta penelitian yang jumlahnya telah mencapai ratusan ribu untuk melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.... rasanya tidak pernah akan cukup, selama tujuan utama perlindungan kesehatan dibiaskan, dibelokkan atau dilabel dengan alamat palsu (pinjam istilah Ayu Tingting)  ... tidak pernah akan tercapai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline