Kata "Post Truth" pada tahun 2016 dijadikan sebagai "Word of The Year" oleh Oxford. Hal tersebut dikarenakan penggunaan kata post truth yang meningkat 2000% dari tahun 2015.
Menurut analisis jurnal yang berjudul "Etika Media di Era Post Truth", pemakaian kata atau diksi ini selalu dikaitkan dengan dua momentum politik paling berpengaruh pada tahun itu, yakni Brexit dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat.
Oxford Dictionary memberikan definisi istilah post-truth sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal.
Istilah tersebut berkaitan dengan proses agitasi yang bertujuan untuk menciptakan atau membangkitkan perhatian publik.
Namun, erat juga kaitannya dengan era revolusi teknologi komunikasi di mana penyebaran agitasi untuk meningkatkan emosi publik tanpa disertai fakta dan data disebarkan secara cepat dan masif. Sehingga post-truth identik dengan istilah hoaks.
Berdasarkan temuan itu, dapat disimpulkan bahwa isu post truth semakin mengemuka di publik dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa politik.
Karena dalam proses elektoral atau perumusan kebijakan, biasanya pihak yang bersebrangan atau oposisi melakukan cipta kondisi terhadap opini publik agar tercipta emosi publik sehingga memberikan reaksi penentangan terhadap kandidat atau kebijakan.
Dahulu post truth sangat sulit disebarluaskan, karena mengandalkan interaksi langsung antara originator dengan target. Walaupun dapat dilakukan juga melalui media cetak, namun ada proses pendistribusian hingga target penyebaran post truth.
Namun, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penyebaran post truth kini telah terinfluensi oleh perkembangan industri komunikasi, salah satunya melalui media sosial.
Praktik post truth juga telah menginvasi Indonesia yang ditandai dengan banyaknya peredaran hoaks melalui berbagai macam cara dan isu. Sektor politik adalah pengguna praktif post truth terbesar, sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa dalam proses politik dibutuhkan pengkondisian opini publik.
Black Campaign yang dilancarkan menggunakan kabar-kabar hoaks yang diproduksi oleh para buzzer dan didistrubisikan melalui media sosial. Mengapa media sosial?
- Pengguna media sosial sangat besar jumlahnya di Indonesia menurut data We Are Social pada tahun 2019 mencapai 150 juta pengguna,
- Pengkonsumsi media sosial yang paling setia adalah generasi millenial,
- Jumlah generasi millenial Indonesia lebih banyak dibanding generasi-generasi sebelumnya,
- Kecepatan pendistribusian,
- Berbiaya murah.