Lihat ke Halaman Asli

Benz_Hermawan

Tukang Jait

Seni Pertunjukan di Ujung Tanduk, Kenapa Pekerja Seni Dipersalahkan?

Diperbarui: 24 Juli 2021   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Foto pelaku seni sebelum pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 dan kegelisahan umat manusia. Tulisan ini dibuat menangkap keresahan yang timbul ditengah masyarakat. Bayangkan saja akibat pandemi Covid-19, ada kawan yang mengaku terkena pemutusan hubungan kerja. Ada juga yang mengaku tidak bisa berkreatifitas dan beraktifitas dalam berkesenian karena adanya larangan berkerumun.

Seorang kawan berseloroh dalam status whatsapp nya "Sak suwene kesenian di pateni (off), seniman ya  akeh seng mati tenan. Opo mung manut kahanan?.

Kalau diartikan bahasa Indonesianya, jika seniman tidak boleh tampil di masa Pandemi Covid-19 ini. Banyak seniman yang mati sungguhan. Apa hanya menunggu keadaan?.

Ya garis besarnya seperti itu lah. Apa yang disampaikan seorang kawan ini mungkin bentuk luapan hati. Bagaimana tidak. Satu persatu teman-temannya dalam berkesenian meninggal. Memang baginya sudah ditakdirkan. Namun jika membatasi berkesenian hingga pandemi reda justru semakin membuat semua pada sakit.

"Sudah jelas musuh Covid-19 adalah imun. Imun tinggi virus kalah. Hati senang tingkatkan imun, susah tirunkan imun. Kesenian jelas itu menyenangkan. Kenapa yang dilakukan justru menyusahkan," tanyanya dalam statusnya.

Kawan yang juga seorang penggendang ini tidak memungkiri apa yang digencarkan pemerintah dengan segala peraturannya, baik mulai PSBB, PPKM, PPKM Mikro, darurat, hingga PPKM level sebagai upaya menurunkan angka positif Covid-19 yang masih tinggi. Namun demikian lanjutnya ada perlu yang diperhatikan. Jangan sampai rakyat semakin stres karena bingung besok makan apa.

"Banyak teman seniman mati bukan kena Covid, tapi karena stres, depresi, ya Allah. Apa yg bisa kita perbuat? Untuk kemanusiaan..??, Tulisnya.

Kawan satu ini bahkan menganalogikan realitas di masyarakat. Ibarat penjual pecal yang dagangannya ramai. Ia mempertanyakan kenapa yang dibubarkan warungnya bukan mengatur pembeli agar jaga jarak atau tertib.

Pun juga penonton kesenian, apa juga tidak bisa diatur? Kenapa kesenian yang dibubarkan atau dilarang." Kalau begini mestinya kesenian dapat menguatkan imun," akhirnya drop tidak ada hiburan," keluhnya.

Apa yang disampaikan kawan ini, mungkin satu dari jutaan orang yang mengalami hal sama. Jadi kalau berbicara pandemi Covid-19 sebenarnya ada berbagai aspek yang harus diperhatikan. Tidak hanya berbicara data pasien sembuh dan positif Covid-19 atau juga yang dinyatakan meninggal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline