Lihat ke Halaman Asli

Kemenangan Jokowi dapat “Menular” pada Pilpres 2014

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13481845331234127753

[caption id="attachment_206917" align="alignnone" width="620" caption="Jokowi sumber Kompas Com"][/caption] Walaupun baru berdasarkan perhitungan cepat (quick count) oleh Lembaga Survey Indonesia (LSI) dan belum resmi diumumkan oleh KPUD DKI, namun kemenagan Joko Widodo-Basuki (Jokowi-Ahok), sudah hampir pasti (99.99 %). Walaupun seorang petinggi Partai Demokrat yang mengusung Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) masih "mimpi" bahwa hasil dari perhitungan secara manual dapat berubah. Hanya orang bodoh yang tidak mengerti statistik dan metode qiuck count yang belum percaya bahwa Jokowi-Ahok-lah Gubernur-Wakil Gubernur DKI 2012-2017 yang akan datang. Kemenangan Jokowi dan Ahok ini sudah sering diprediksi para pengamat sebelumnya, baik di media cetak, elektronik maupu jejaring sosial di internet. Peroleh suara Jokowi-Ahok pada Putaran Kedua Pemilu kada DKI ini, sesuai dengan urutan perolehan suara pada saat Pemilihan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Putaran Pertama dengan enam pasang calon. Pada Pemilukada Putaran Pertama, Jokowi-Basuki yamg hanya didukung oleh dua Partai yaitu PDIP dan Gerindra berdasarkan perhitungan cepat mendapat 42,65 % suara, sedangkan Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara) yang diudukung oleh Partai Demokrat, Partai Amananat Nasional, Hanura, PKB, PBB, PMB dan PKNU hanya memperolah 34,42 % suara, Ternyata hasil perhitungan cepat ini tidak jauh berbeda dengan hasil perhitungan yang sebenarnya di lapangan dimana Jokowi-Ahok memperoleh sekitar 1,85 juta suara (42,6 %) sedang Fauzi dan Nachrowi memperoleh 1,48 juta suara atau 34,5 % suara. Secara lengkap perolehan suara ke-enam pasangan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur DKI 2012 adalah sebagai berikut: (1). Jokowidodo-Basuki mendapat 1.847.157 suara (42,60 %), (2). Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli 1.476.648 suara (34.05 %), (3) Hidayat Nurwahid-Didik Rachbini 508.113 suara (11,72 %), (4) Faisal Basri-Biem 215.935 suara (4,98 %), (5) Alex Nurdin-Nono 202.643 suara (4,67%) dan (6) Hendardji-Riza 85.990 suara (1,98 %). Hitung cepat pada hari Pemilukada putaran kedua tanggal 20 September yang ditayangkan sejumlah stasiun televisi mengunggulkan pasangan Jokowi-Ahok meraih suara sekitar 54 %, sementara Foke-Nara berkisar 46%. Berdasarkan hasil Pilkada Putaran Pertama dan bukti-bukti hasil quick qount yang dilaksanakan oleh Lembaga Survey Indonesia ini selalu akurat, sehingga hampir pasti bahwa Jokowi dan Ahok lah yang akan memimpin Ibukota RI pada lima tahun kedepan. Walaupun pada Pemilukada DKI Putaran Kedua itu, Fauzi Bowo dan Nachrowi mendapat dukungan tambhan dari tiga Partai Besar, yaitu Partai Golongan Karya dan Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Keadilan Sejahtera, yang semula medukuang Alex Burdin dan Hidayat Nurwahid, namun Jokowi dan Ahok tetap menang. Mengapa? Ini yang menarik untuk dibahas. Mengapa Jokowi-Ahok Menang? Dari berita-berita yang dilansir di media cetak, televisi dan jaring sosial selama ini dan pendapat pribadi penulis, ada beberapa faktor mengapa Jokowi dan Ahok dapat mengalahkan Fauzi Bowo dan Nachrowi, antara lain: Fauzi Bowo 1. Warga Jakarta sudah bosan dengan gaya kepemimpinan Fauzi Bowo yang ditinggal oleh oleh Wakil Gubernurnya yang tidak diberi wewenang atau tugas, yang menunjukkan gaya kepemimpinannnya yang otoriter dan tamak kekuasaan. Tidak mau berbagi tugas dengan Wakil Gubernurnya. 2. Fauzi Bowo sudah lama sekali duduk di Pemerintahan Jakarta baik sebagai pejabat Dinas DKI, maupun sebagai Wakil Gubernur dan terakhir sebagai Gubernur, tanpa ada prestasi yang menonjol bagi warga Jakarta terutama masalah kemacetan lalu lintas dan angkutan umum, banjir, kebakaran dan lain-lain. 3. Gaya kepemimpinan Fauzi Bowo yang "ngebos", menjaga jarak dengan rakyat kecil, hanya "jual kumis" (Ingat slogan saat Pemilukada DKI sebelumnya, "Coblos kumisnya), tentu saja tidak disukai warga DKI. 4. Colon Wakil Gubernur Nachrowi Ramli belum punya pengalaman sebagai Kepala Daerah baik Bupati atau Walikota apalagi Gubernur), sehingga tidak punya andil menaikkan perolehan suara Foke. 5. Partai yang mendukung Fauzi yang paling utama, Partai Demokrat sedang mendapat sorotan tajam dari seluruh rakyat Indonesia dengan kasus-kasus korupsi atau dugaan korupsi yang melanda para kadernya seperti Gayus, Angelina Sondakh, Hartati, dan yang diduga korupsi walaupun belum tersentuh hukum antara lain Anas Urbaningrum dan Andi Malarangeng (kasus Hambalang dan Wisma Atlit), Jokowi dan Ahok 1. Di lain pihak Jokowi dan Ahok berpenampilan sebaliknya, mereka sangat merakyat, mau naik kendaraan umum, dengan kemeja kotak-kotak lengan pendek (ini pakaian rakyat kebanyakan, bukan pejabat). 2. Pelayanan Jokowi sebagai Walikota Solo kepada warganya sangat baik dan memuaskan dalam arti cepat, tidask ada pungli dan lain-lain. Begitu juga Basuki sebagai Bupati Belitung Timur dilaporkan sangat baik kepada warganya. 3. Kesediaan Jokowi menjadikan mobil karya siswa SMK Solo sebagai mobil dinas yang akhirnya mengundang perhatian Pemerintah Pusat (Kementerian Perindustrian), sehinggan para pejabat ikutan memesan mobil buatan siswa SMK itu sebagai mobil nasional (walupun sampai saat ini belum terwujud secara penuh). 4. Penampilan Jokowi (dan Ahok) yang tampak sederhana, jujur, merakyat, memberikan harapan bagi rakyat kecil akan perubahan nasib mereka. 5. Program-program yang disampaikan oleh kedua pasangan ini cukup berbobot dan menjanjikan bagi warga Jakarta, seperti melakukan integrasi permukiman dan prasarana angkutan 6. Belum pernah ada "laporan miring" bahwa mereka melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), suatu penyakit yang sangat luar biasa mewabah di negeri ini. 7. Keduanya adalah termasuk generasi muda yang energik dan banyak terobosan-terobosan baru, tidak seperti para pejabat Orde Lama dan Orde Baru atau "Orde SBY" yang bergaya "priayi", minta dilayani, bukan melayani. Ingat sebagain beasr pemilih adalah generasi muda, bahkan para pelajar stingkat SMUdan mahasiswa sudah bosan dengan kepemimpina gaya lama. 8. Last but not least, Jokowi dan Ahok yang banyak diberiatakan telah "dizalimi" oleh lawannya, seperti terjadi kebakaran rumah warga di lokasi dimana mereka menadapat suara terbanyak, dan isue SARA (Ahok China non muslim), mendapat simpati warga Jakarta (persis saat SBY terpilih sebagai Presiden RI karena "dizolimi" oleh Megawati (sebagai Presiden waktu itu). Dapat "Menular" pada Pilpres 2014 Sungguh menarik melihat hasil Pemilukada DKI untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur 2012-2017 yang ditayangkan secara langsung oleh beberapa stasiun TV swasta nasional yang pertama kali dilakukan di Indonesia, termasuk hasil perhitungan cepat yang dapat diikuti setiap saat. Dari fakta-fakta tersebut, maka hal serupa dapat terjadi pada Pemilukada di daerah lain, baik untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati atau Walikota dan wakilnya, bahwa: 1. Partai-partai besar (walaupun berkolaborasi) tidak menjamin bahwa calon yang mereka jagokan akan mendapat simpati dari rakyat bila calon itu sendiri tidak berkualitas, tidak punya track record yang baik (terutama masalah korupsi). 2. Calon incumbent (yang sedang menjabat), dengan segala fasilitas yang ada tidak menjamin akan terpilih bila dalam kepemimpinannya selama ini tidak memuaskan rakyat karena tidak sesuai apa yang dijanjikan saat kampanye dengan kenyataan saat dia telah menduduki jabatan. 3. Calon dari generasi muda yang jujur, bersih dari korupsi, merakyat, komunikatif, sederhana dan punya program yang baik, mempunyai kesempatan lebih besar untuk terpilih karena rakyat sudah bosan dan muak dengan "generasi tua" yang terbukti hanya OMDO (omong doang), sebagaimana yang kita rasakan dalam kepeimpinan nasional saat ini. 4. Jangan ragu mencalonkan etnis yang bukan "asli Indonesia" seperti dari etnisnya Ahok, yang penting dia mencintai Indonesia sepenuh hati, bukan penghianat bangsa seperti koruptor. ( Ingat orang pertama yang merebut medali emas Olimpiade adalah Susi Susanti dan Alan Budikusuma yaitu Olimpiade Barcelona Spanyol tahun 1992). 5. Rakyat Indonesia sudah lebih pintar dan cerdas untuk memilih pemimpinnnya, gaya kepemimpinan yang hanya membangun citra semkin tidak populer di mata rakyat. Rakyat butuh bukti bukan janji. Mudah-mudahan Partai-partai yang saat ini jumlahnya "seabrek-abrek" yang akan mengikuti Pemilu 2014 yang akan datang mulai dari saat ini sudah mencari figur-figur dari generasi muda yang potensial untuk ditampilkan, bukan "LULA", lu lagi- lu lagi, walaupun saat ini dia sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai. Kepopuleran nama tidak menjamin rakyat suka padanya. Penulis yakin calon Presiden dan Wakil Presiden yang berkualitas dan bebas dari indikasi korupsi apalagi terbukti korupsi itu cukup banyak. Hal itu dapat kita lihat di DPR RI, hanya saja masalahnya, apakah Partai-nya mau mencalonkan para kadernya itu, bukan Ketua Umun Partai?. Nah lho, ini yang berat bagi Ketua Umum Partai di Indonesia, karena dia sendiri "pengen" jadi Presiden karena merasa dia paling berjasa dan berkuasa bagi Partai-nya. Weleh welh weleh....... Depok, 21 September 2012 Selamat berkerja untuk Jokowi dan Ahok





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline