Tiba-tiba saja nama Gayus Tambunan menjadi sangat pupuler di negeri ini sejak kasus korupsi pajak itu mencuat dalam bebereapa minggu terakhir di hampir seluruh media, baik media cetak maupun elektronik, baik di pusat maupun daerah. Tiba-tiba saja nama Gayus menjadi demikian terkenal, melebihi nama artis sinetron atau pemain band manapun di Repubilik Tikus, eh Republic Indonesia ini.
Hampir semua orang membicarakan Gayus, baik pejabat Negara, pimpinan dan anggota partai politik, ketua dan anggota DPR dan DPRD, LSM, mahasiswa sampai ke tukang ojek, tukang becak dan pemulung bicara tentang Gayus.
Tiba-tiba pegawai dan pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang semula sangat ditakuti dan dihormati, menjadi dilecehkan oleh masyarakat. Kenek-kenekbis kota dan metromini pun menyebut kantor Ditjen Pajak sebagai Kantor Gayus atau kantor Markus. Pegawai Ditjen Pajak yang mungkin jujur dan bersih pun dietriaki maling atau markus. Ironis memang. Gara-garau air nila setitik rusak susu sebelanga. Ataukah emang semua susu sudah menjadi nila yang pahit itu?
Tiba-tiba juga nama “Markus” juga jadi begitu populer, padahal itu nama Baptis yang semestinya dihormati oleh siapapun. Tapi apa boleh buat, dengan permohon maaf yang tulus, penulis terpaksa menggunakan istilah yang sama, kalau tidak, tidak nyambung dengan seluruh media yang ada. Sekali lagi mohon maaf, markus di sini bukanlah nama orang, tapi singkatan dari Makelar Kasus.
PNS Gol III A Milyarder Kakap
Bagaimana mungkin, Gayus Tambunan, PNS yang berpangkat “hanya” Golongan III A di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan , yang baru bekerja selama lima tahun itu sudah mampu mengumpulkan uang di rekeking pribadinya sebesar Rp. 25 miliar, bahkan bertambah menjadi Rp. 28 miliar, karena saat rekening itu diblokir, hanya tidak boleh dicairkan, tapi tetap bisa menerima transfer dari manapun. Bahkan menurut Susno Duadji, mantan Kabarsekrim POLRI yang pertama kali mengungkap kasus ini ke publik, ada kemungkinan, nilai kekayaan Gayus bisa mencapai Rp.200 milyar. Suatu jumlah yang sangat fantastis.
Bagi pembaca Kompasiana yang bukan PNS, asal tahu saja sebenarnya Pangkat Golongna III A itu adalah untuk Sarjana (S1) yang baru lulus dan baru bekerja. Saat ini di Kementerian lain di luar Kementerian Keuangan yang sangat dimanjakan itu seperti Kementerian Pertanian, Gaji PNS Gol III A adalah sekitarRp.1,5 juta per bulan.
Tapi di Kementerian Keuangan, “take home pay” resmi per bulan (termasuk tunjangan khusus) adalah Rp.12 juta. Ternyata penghasilan sebesar itu tidak cukup bagi Gayus dan kawan-kawan. Maklum, gaya hidup para pejabat dan petugas Ditjen Pajak, pada umunya memang “wah”.
Diskriminasi Antar Kementerian
Tentu saja besarnya gaji dan tunjangan khusus yang telah diberlakukan sejak tahun 2007 bagi seluruh karyawan Kementerian Keuangann yang diupimpin oleh Sri Mulyani itu sangat membuat iri dan sakit hati para karyawan di Departemen lain termasuk TNI dan Polri. Memangnya hanya Kementerian Keuangan saja yang bekerja keras dan berdedikasi tinggi di negeri ini?,
Bukankah Ditjen Pajak tidak bisa mencapai target pajak yang ditetapakan bila obyek pajaknya tidak berkembang. Misalnya, bagaimana mereka dapat meningkatkan pemungutan pajak dalam bidang pertanian termasuk perkebunana, bila Kementerian Pertanian tidak bekerja dengan baik. Bukankah tidak ada peningkatan pajak untuk barang yang diproduksi dan diperdagangkan, bila Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagnagan tidak bekerja serius untuk membina industri dan memfasilitasi perdagangan baik di dalam maupun lura negeri untuk menghasilkan devisa negara?
Demikian juga dengan Kementerian Pekerjaan Umum yang bertannggung-jawab dalam pembangunan infra struktur seperti jalan, jembatan dan sarana transportasai lainnuya untuk menunjang kegitan ekonomi masyarakat termasuk para pengusaha dan wajib pajak. Begitu juga dengan TNI dan POLRI, dengan gaji yang sangat kecil, yang hanya cukup untuk belanja satu-du minggu, mereka tetap dituntut untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI dan keamanan dalam negeri?
Disnilah letak kesalahan yang sangat mendasar tenntang kebijakan pemberian tunjangan yang sangat besar di Kementerian Keuangan yang terbukti masih belum efektif mencegah “tikus-tikus” seperti Gayus untuk korupsi. Memang penghasilan yang besar bukan jaminan seseorang untuk tidak korupsi, bila mentalnya bobrok, jauh dari agama, jauh dari takut kepada Allah, Tuhan yang tidak pernah tidur atau ngantuk, Tuhan yang selalu mengawasi dan melihat segala tingkah laku hamba-Nya.
Markus di Negeri “Tikus”
Tak pelak lagi, kasus Gayus merupakan salah satu kasus yang sangat mengegerkan seluruh negeri ini. Betapa tidak, alumnus STANitu, telah membuka mata kita semua, bahwa memang Mafia Peradilan dan Mafia Pajak ada dan sangat merajalela dan meng-gurita sejak lama di Negara Zamrud Khatulistiwa ini.
Kasus Gayus senilai Rp.28 milyat bagi PNS dengan pangkat masih tergolong rendah dengan jabatan hanya staf biasa, mampu mengumpulkan uang sebesar itu sangta fenomenal. Bisa dibayangkan berapa penghasilan atasanya?. Kepala Seksi (Eselon IV), Kepala Sub Direktorat (Eselon III), Direktur (Eselon II), dan Direktur Jenderal Pajak (Eselon I)?. Saya bukan menuduh, tapi “patut diduga” bahwa mereka “pasti” mempunyai penghasilan yang tidak halal yang jauh lebih besar daripada Gayus. Bukankah Gayuis tidak mungkin bias bekerja sendiri karena dia hanya sebagai pelaksana saja, bukan decision maker, pengambil keputusan.
Berdasarkan pengalama penulis yang pensiunan Departemen Pertanian, adalah tidak mungkin seorang staf biasa, dapat melakukan hubungan dengan pihal luar, tanpa ada disposisi dari atasannya, termasuk Menteri. Disposisi itu umumnya turun dari Menteri ke Dirjen, dari Dirjen lalu ke Direktur, selanjutnya ke Ka Subdit, kemudian ke Ka Seksi baru ke staf seperti Gayus.
Rasnya tidak mungkin para atasan Gayus ini tidak menadapat bagian uang haram seperti kasus Gayus ini?. Ini lah yang disebut oleh Amin Rais, mantan Ketuan Umum Partai Nasional itu sebagai “Korupsi Berjamaah”. Masya Allah!!!, Kok korupsi yang berjamaah? Mestinya kan Shalat yang berjamaah itu?
Anggota Komisi XI DPR Eva Kusuma Sundari (PDIP) berpendapat sama, bahwa penegak hukum juga harus mengusut pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang berada pada level eselon I dan II dan III terkait kasus dugaan manipulasi pajak dan makelar kasus yang melibatkan pegawai Golongan III, Gayus Tambunan. Kalau “kroco” saja bisa “menilep” uang Negara begitu besar, pastilah pejabat yang di atas Gayus, jauh lebih besar lagi.
Hal ini dapat dibuktikan dengan kausu mantan pejabat Ditjen Pajak yang sempat dialih tugaskan di Bappenas yang memiliki rekekaning sebesar Rp. 68 miliar. Sungguh mencengangkan. Dan penulis yakin, masih banyak pejabat negara yang memiliki kekayaan luar biasa seperti itu
Gayus Seret Cyrus
Setiap hari Gayus “bernyanyi, dan semakin banyak nama-nama yang “terseret” dalam kasus Gayus, baik di Ditjen Pajak, Polri, Kejaksaan dll.
Di Kejksaan sudah ada belasan Jaksa yang diduga terlibat kaus Gayus, termasuk Jaksa Cyrus Sinaga yang sudah ditahan polisi. Kita tunggu saja pengungkapan jaksa-jaksa lainnya.
Para pejabat di Direktorat Jenderal Pajak yang sudah mengganti 10 orangpejabat. Dari10 orang atasan Gayus yang kini telah diperiksa, tiga diantaran di non-jobkan termasuk Direktur Keberatan dan Banding, Bambang Heru. Sementara tujuh yang lainnya akan didemosi dalam artian akan diberikan jabatannya yang lebih rendah. Hasil penyelidikanterakhir, sudah ada 12-13 orang petuga dan pejabat Ditjen pajak yang terlibat kasus Gayus
Di tubuh Polri juga sudah ada beberapa pejabat dan penyidik yang tersangka dan terperiksa. Dua yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah Kompol Muhammad Arafat Enanie dan AKP Sri Sumartini. Sedangkan yang masih berstatus terperikasa adalah Brigjen Pol Edmon Ilyas. Seperti diketahui, tim independen kini tengah menelusuri kemungkinan adanya aliran dana ke Brigjen Pol Edmon Ilyas dari dana Rp6,2 M yang ditarik tunai oleh Gayus. Pejabta Polri lainnya yang masih berstatus terperiksa adalah Radja Erizman sekarang menduduki Dir. II Eksus Bareskrim Mabes Polr
Dari pihak Pengacara yang sudah menjadi tersangka adalah Haposan Hutagalung, mantan Pengacra Gayus yang diduga kuat sebagai Markus kasus Gayus ini.dan ini masih berkembang terus, seiring dengan “nyanyian” Gayus pada hari-hari berikutnya.
Ini baru babak pendahuluan. Kita akan menyaksikan semakin banyak pejabta dan aparat serta pengusaha dan penguasa yang terlibat dalam kasus Gayus ini, karena Gayus tidak mungkin bermain sendiri. Ada team work-nya. Pasti masih banyak lagi Gayus-Gayus yang lain.
Dibela Adnan Buyung Nasution
Memang “hebat” Gayus ini, bukan hanya besarnya nilai uang yang “ditilep” saja yang kelas kakap, tapi dia juga mampu meyakinkan seorang Adnan Buyung Nasution bersama, pengacara “super senior” untuk “turun gunung”, membela si Gayus yang sempat lari ke Singapura bersama istri dan anak-anaknya ke Singapura.itu.
Tapi kita harus tetap berprasangka baik dan percaya pada bang Buyung, bahwa disamping untuk membela Gayus, beliau juga berkamksuf mengungkap kasua Mafia Hukum dan Mafia Pajak ini sampia ke akar-akarnya, baik di tubuh Polri, Kejaksaan dan semua pihak yang terlibat dalam kejahatan yang sangat menyakiti hati rakyat ini. Sebab, kalau hanya mengharapkan “panen besar” dari membela Gayus, mungkin tidak akan didapat karena semua rekeking simpanan Gayus sudah diblokir. Entah kalau mereka mau dibayar dengan uang cash atau perhiasan Gayus yang nilainya juga miliaran rupiah itu
“Hikmah” Kasus Gayus
Bagaimanapun, terkuaknya kasus Gayus ini banyak sekali hikmahnya untuk bangsa kita. Kita harus berterimaksih kepada Susno Duaaji Mantan Kabareskrim Polri Komjen, yang telah berani mengungkapkan kasus ini secara terbuka melalui konfrensi Pers yang menghebohkan itu.
Kita pun harus “berterimaksih” pada Gayus yang telah berhasil mengumpulkan uang yang demikian banyak dalam waktu singkat sehingga kasus ini dapat “tercium” melalui PPAT. Kita juga bersyukur dengan alam demokrasi dengan kebebasan Pers, sehingga segala kejahatan yang selama ini tertutup rapat, dapat terkuak dengan sangat terang dan nyata.
Dengan adanya kasus ini, semakin terang benderanglah bahwa Mafia Hukum itu memang ada, Mafia Peradilan itu memang riel, dan Mafia Pajak itu memang nyata. Dengan adanya kasus Gayus, maka mata kita semakin terbuka lebar bahwa masih banyak sekali terjadipraktek-praktek kotor untuk memperkaya diri sendiri. Dengan terungkapnya kasus ini, semakin jelas para pejabat, instansi, pengusaha, pengacara yang korup dan jahat di negeri ini.
Salah satu di antaranya adalah Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak dan mantan Inspektur Bidang Kinerja dan Kelembagaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang menjadi tersangka kasus korupsi dan pencucian uang, Bahasyim Assifie, yang telah ditahan Polda Metrojaya.
Bahasyim terbukti melakukan pelanggaran dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Pemeriksaan dan Penyidikan Kantor Pajak Jakarta VII pada 2007. Rekening BNI dan BCA atas nama istrinya SP, terdiri atas Rp30 miliar ditambah USD sebesar 1 juta dan anaknya WAH Rp19 miliar. Setelah berbunga,jumlahnya saat ini diperkirakan mencapai Rp 66 miliar.
Dengan adanya kasus Gayus, pasti DPR dan Pemerintah akan melakukan banyak perubahan, termasuk membuat atau merubah Undang-undang agar kasus ini tidak terulang lagi. Dengan terungkapnya kasus Gayus, ada kemungkinan perombakan total Struktur Organisasi dalam Kementerian Keuangan, termasuk pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Departemen Keuangan menjadi di bawah Langsusng Presiden, mungkin dalam bentuk Kementerian sendiri. Juga Pengadilan Pajak, mungkin kelak tidak lagi di bawah Ditejen Pajak, sehingga tidak mungkin lagi ada “kongkalikong” di antara mereka.
Dengan adanya kasus Gayus, kita berharap agar jumlah pajak yang dapat dikumpulkan untuk pembangunan, akan meningkat dengan tajam, yaitu sebesar minimal 18 persen dari GDP Nasonal sehingga bisa mencapai Rp. 1000 triliun, jauh lebih besar dibanding dengan target penerimaan pajak saat ini yang “hanya” Rp.700 triliun atau 12 persen dari GDP Nasional.
Dan kalau ini terjadi, kita yakin bahwa kesejahteraan rakyat akan jauh lebih meningkat, TNI akan lebih kuat persenjataannya untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI yang setiap saat diintai dan diincar oleh Negara-negara tetangga terutama Malaysia yang ingin memperluas wilayahnya terutama di lautan yang kaya sumber alam terutama minyak dan gas bumi.
Begitujuga dengan peningkatan kesejahtaraan Polri dan PNS di seluruh Kementerian dan Lembaga Tinggi Negara Non Kementerian, maka korupsi akan jauh berkurang, walaupun hal ini bukan satu-satunya cara untuk memberantas korupsi yang sudah terlanjur membudaya sejah zaman Orde Baru di bawah rezim Soeharto.
Kita berharap dengan terkuaknya kasus Gayus, maka Pemerintahan yang bersih dan tarnsparan akan lebih cepat terwujud, dan Indonesia tidaklagi menjadi “Juara” sebagai salaha satu Negara Paling Korup di dunia. Malu kan?
Oleh: Bakaruddin Is
Sumber:berbagai sumber Inilah Com, Kompas Com dan Republik on line dan televisi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H