PRATIWI Langengwangi keluar dari mobilnya. Dia menatap sekeliling, dan perlahan masuk ke sebuah wartel kumuh. Penjaga wartel yang sedang asyik dengan smartphonenya mengangguk sekilas tak peduli. Ada lima bilik di wartel itu, empat di antaranya ditempeli tulisan "RUSAK".
Pratiwi berjalan hingga ke bilik terjauh yang pintunya juga ditempeli "RUSAK". Dia masuk ke bilik, mengangkat gagang telepon dan memencet angka 1945. Perlahan, dalam dengungan yang aneh, dinding yang berada persis di belakang bilik itu terbuka. Pratiwi masuk ke bilik dan berjalan memasuki gang kecil yang dindingnya penuh lukisan superhero luar negeri.
Dia menarik nafas dan memencet gambar topeng Spiderman, tepat di bagian mata yang ada di dinding. Terdengar bunyi desis perlahan dan muncul sebuah panel kecil sebesar kalkulator. Pratiwi menempelkan mata kanannya ke arah panel itu.
"Kolonel Pratiwi Langengwangi. Identitas dikonfirmasi. Silakan masuk..." Terdengar suara seorang perempuan tanpa nada, disusul terbukanya dinding di sebelah kanan. Pratiwi melangkah, dan kini dia memasuki markas rahasia BAJRA, Barisan Penjaga Negara.
Beberapa saat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan bahwa gugatan terkait pemilu ditolak, Presiden Terpilih segera menelpon Pratiwi. "Keputusan MK sudah final. Mbak Pratiwi sudah bisa bekerja," ujar Presiden Terpilih dengan logat Jawa yang kental.
Dan sejak itulah, Pratiwi memimpin sebuah unit rahasia yang bertugas mengatasi berbagai kejahatan yang berpotensi membahayakan nyawa rakyat Indonesia.
Unit rahasia ini berkantor di Jakarta Selatan, di deretan rumah toko tidak menyolok yang letaknya persis di tepi jalan. Ruko itu terdiri dari tiga unit usaha: wartel, servis tape recorder dan penjualan buku bekas. Bagian belakang ruko itu menyambung dengan gudang tak terpakai yang memanjang. Tiga unit usaha itu merupakan kedok untuk menutupi keberadaan BAJRA, sekaligus sebagai "pintu masuk" ke unit rahasia itu. Pratiwi sengaja memilih unit usaha yang tidak terlalu laris, semata untuk alasan keamanan. Gudang memanjang di bagian belakang merupakan markas BAJRA.
***
"Diandra di line tiga mbak, katanya penting,"terdengar suara seorang perempuan.
Pratiwi mengangguk ke perempuan itu, gadis berusia 20-an tahun yang mengenakan kacamata berwarna merah muda. "Sambungkan ke speaker, Maia..."
Maia memencet beberapa tombol. Di speaker terdengar bunyi kresek-kresek.