Lihat ke Halaman Asli

Banjir dan Longsor, Kisah Lama yang Terus Berulang

Diperbarui: 16 Maret 2018   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber gambar: Merdeka.com)

Tidak terhitung lagi sudah berapa banyak daerah di negeri ini yang terdampak banjir dan tanah longsor. Kondisinya pun sangat menyedihkan. Pasalnya banyak kerugian yang ditimbulkanya. Termasuk jatuhnya sejumlah korban jiwa yang akhirnya hanya menyisakan duka dan air mata.

Melihat fenomena banjir dan longsor yang terjadi saat ini tentu membuat kita semakin was-was. Pasalnya, hampir setiap tahun ke dua bencana ini seolah sudah menjadi langganan di hampir semua wilayah negeri ini. Mulai dari sabang sampai merauke. Intensitasnya pun dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Kalau kita memperhatikan data tahun 2016, yang dirilis oleh Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN) bahwa, selama bulan Januari-September telah terjadi 1.704 bencana. 584 kali di antaranya adalah banjir dan sebanyak 47 kali banjir disertai tanah longsor. Selama periode ini jumlah korban meninggal dunia karena banjir  mencapai 128 jiwa.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah kenapa banjir dan longsor ini seolah sudah sangat begitu mudahnya terjadi. Bahkan, setiap tahun intensitasnya semakin tinggi. Padahal pemerintah sudah menggelontorkan sejumlah anggaran untuk penanganan banjir dan longsor ini. Seperti pembangunan drainase atau penampungan air hujan. Akan tetapi, semua seolah sia-sia belaka.

Minimnya Kesadaran

Terkait dengan banjir dan longsor ini, tidak selamanya kita harus menyalahkan alam. Karena pada dasarnya, apa yang terjadi itu semuanya tidak lepas dari ulah kita sendiri. Sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah.swt dalam Al-Quran surah As-Syura ayat 30. Bahwasanya kita sebagai manusia turut andil menciptakan banjir dan longsor ini. Namun sayangnya, kita seolah mengabaikanya.

Terkadang kita sudah begitu paham kalau penggundulan hutan itu bisa memicu bencana banjir dan tanah longsor. Akan tetapi, pada saat yang sama kita masih tega untuk mengayunkan kampak menebang satu demi satu pohon-pohon yang ada di hutan. Hingga akhirnya yang tersisa hanya puing-puing kehancuran. Begitu pula dengan kebiasaan kita dalam memperlakukan sampah.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian dari kita masih begitu enggan untuk sekedar membuang sampah pada tempatnya. Kita lebih memilih untuk membuangnya atau meletakkanya di mana saja. Padahal, semua perbuatan ini sangat beresiko. Coba bayangkan, jika setiap orang meletakkan sampah-sampahnya sesuka hati, dijalanan, disungai atau tempat-tempat lainya  maka apa jadinya nanti kalau hujan sudah turun. Tentu saja hal ini bisa menghalangi aliran air. Sehingga, selokan ataupun sungai lambat laun tidak bisa lagi menjalankan fungsinya untuk mengantarkan air menuju ke laut. Kalau sudah begini, maka banjir pun tak akan bisa terelakkan lagi.

Saatnya Berubah

Sudah terlalu banyak contoh kejadian buruk yang terjadi akibat kerusakan yang kita lakukan dengan tangan kita sendiri. Tidak perlu lagi mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakan-tindakan bodoh yang kita lakukan itu. Sudah cukup banjir dan longsor menghancurkan sendi-sendi kehidupan kita. Sekarang waktunya untuk berbenah. Sekarang, kita tinggal memilih. Apakah kita mau bebas dari banjir dan longsor, atau mengabaikan itu semua dengan sebuah konsekuensi yang mengerikan.

Jangan bermimpi untuk bisa bertahan sampai 10 atau 20 tahun lagi di atas tempat kita berpijak saat ini. Jika masih memilih untuk abai dengan keadaan, maka besok atau lusa semuanya akan hilang, hancur dan porak-poranda tanpa ada satu pun yang tersisa.

Tulisan bisa juga dibaca disini




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline