Masuk ke dalam kelas, tidak mungkin guru hanya diam, termangu, tertawa-tawa, menangis, atau bahkan teriak-teriak sampai urat saraf putus. Setiap langkah terhenti di depan pintu, salam terucap, kabar-kabar terkini dimulai, mengecek kehadiran murid lalu mulai mengajar. Tiap hari, dari satu jam pelajaran ke jam pelajaran lain, dari satu kelas ke kelas lain, dari kelas satu sampai kelas tiga – jenjang menengah pertama dan atas – dan mengajar dalam variasi dua jam pelajaran dan tiga jam pelajaran.
Penat kaki dan kebas tangan tak terasa lagi walaupun dari jam 8 pagi sampai 14 siang mengajar saja di dalam kelas. Roda terus berputar. Teriakan demi teriakan tercengat di kerongkongan. Murid melongo di barisan depan. Di barisan tengah lempar-lempar kertas yang telah dibuatkan pesawat tempur. Sekali dua kali meluncur mengenai murid-murid di barisan depan yang sedang mendengar penjelasan guru. Luncuran berikutnya, kepala guru juga bisa kena sasaran tempur. Pelajaran terus dimulai dengan meremas pesawat terbang sampai kusut. T
engok ke barisan belakang, deretan cekikikan dan kasur melambai menemani hari-hari penuh makna murid-murid kelas kakap. Tiap diajarkan tak pernah dengar, tiap ujian minta nilai lewat Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM). Giliran ditegur, merengek. Giliran dipukul dengan penggaris, terbirit-birit pulang melapor ke orang tua. Barisan belakang ini pula yang cengeng luar biasa. Dimanja seperti anak-anak istimewa walaupuan selalu ranking terakhir dari 30 murid. Dibilang apa-apa, masuk kuping kiri keluar kanan, atau sebaliknya. Guru meminta rapikan rambut, ngeyel. Besoknya diminta lagi, diam sambil lalu. Besoknya ditegur lagi karena rambut hampir sebahu, nggak diindahkan. Besoknya lagi digunduli oleh guru karena membandel, pulangnya lapor ke orang tua!
Di bagian belakang juga murid yang buat konser kecil-kecilan, goyang ngebor sampai ngebom, memasang headset tak berbentuk sebesar telapak tangan, guru teriak-teriak jelasin perbedaan A tambah A dengan A kali A, tak di dengar sedikitpun. Giliran diminta jelasin ulang ke depan, ogah-ogahan dan memunculkan protes ini itu. Karena disoraki seisi kelas, bangun juga ke depan kelas. Sampai di depan kelas ngeblank, diminta hapal perkalian paling mudah semisal kelipatan 5, sampai di tangga ketiga terseok-seok sampai harus turun lagi ke tangga pertama.
Tunduk malu duduk manis sebentar di bangku belakang. Lima menit kemudian sudah terbang lagi pesawat kupu-kupu jatuh di depan guru yang sedang menerangkan kembali perbedaan B tambah B dengan B kali B. Dicubit sekali, murid yang sama itu terbelalak, lapor ke orang tua, bahwa “Semua guru di sekolahnya jahat!” atau “Guru di sekolah tukang cubit!” atau “Aku telah dicubit!”
Karena apa?
Orang tua nggak menelaah sampai sejauh itu lagi. Lupa setiap hukuman karena ada kesalahan. Orang tua yang pernah sekolah terbirit-birit datang ke sekolah. Bawa polisi dan Hak Asasi Manusia karena anaknya telah dicubit. Harga diri guru digadaikan karena perangai seorang murid. Guru diarak dengan borgol, anak bandel lain sekalipun akan mengeluarkan airmata mengiringi kepergian gurunya ke penjara karena tahu benar siapa yang benar dan salah, tetapi tak pernah bisa berbuat apa-apa karena payung hukum lebih berkuasa.
Pernahkah guru berhenti mengajar? Dari dulu guru selalu menjaga rahasia antara murid dengan guru. Guru hanya mengeluh di kantor ada murid yang bandel, murid yang selalu buat onar, murid yang tidur saja di dalam kelas. Lepas dari sekolah, itu adalah rahasia yang tak akan pernah tersampaikan kecuali sepucuk surat untuk wali murid yang selalu bertingkah dan terlewat batas. Dengan banyak peragai murid dari kelas satu sampai kelas tiga, kelas biasa saja sampai kelas preman, guru tetap saja mengajar. Keluhan sesekali di kantor guru karena penat dengan situasi dan murid yang itu-itu saja yang tak pernah berubah.
Mau murid bandel, murid keras kepala, murid banyak tingkah, murid tukang tidur, guru tetap mengajar. Guru tak melapor ke orang tua si A adalah biang masalah di kelas. Guru tak melapor ke orang tua anaknya tak pernah belajar kecuali tidur di dalam kelas. Guru tak melapor ke polisi ada murid yang ketahuan merokok. Guru tak melayangkan gugatan kepada murid yang melakukan pelecehan secara fisik terhadap teman perempuannya di sekolah. Guru menyimpan itu semua untuk konsumsi pribadi, untuk mengubah pola pikir murid-murid yang dididiknya.
Giliran murid dicubit, dipukul, melapor dengan manja ke orang tua. Bagaimana mungkin ada akibat tanpa sebab. Bagaimana guru mencubit murid juara olimpiade dan belajar dengan tekun di barisan depan. Bagaimana guru memukul murid yang jago main bola dan kalem di dalam kelas.
Murid bandel selalu cari masalah. Biang kerok semua hal. Alasannya ribuan. Guru ini salah, guru itu salah. Matematika membosankan. Bahasa Indonesia pun menjenuhkan. Giliran olahraga, masuk tim penyemarak pertandingan antarkelas saja tak terpilih. Alih-alih mengoreksi diri, guru pula yang disalahkan, padahal saat di uji kemampuan lari saja seperti kambing seruduk rumput hijau. Guru menyentil murid bandel naik darah. Guru memukul atau mencubit, dia manja. Lupa waktu perkasa saat guru menerangkan pelajaran dan dia merugikan 29 murid lain yang sedang konsentrasi.