Lihat ke Halaman Asli

Bai Ruindra

TERVERIFIKASI

Guru Blogger

Bensin Si Kaya dan Si Miskin

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semestinya, kekayaan alam Indonesia dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Di mana setiap manusia yang bernafas di negeri ini sangat berperan penting dalam menyelaraskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Peranan penting tersebut dimulai dari hal terkecil sehingga mampu menjangkau permasalahan besar guna memecahkan masalah.Sektor Hulu Migas termasuk “urusan” besar yang melibatkan orang-orang berkompeten dan mampu menggerakkan sektor migas menjadi salah satu unsur utama kelangsungan negeri kita. Hasil minyak bumi dan gas menjadi kekayaan yang mesti dicicipi oleh seluruh rakyat. Sumber daya manusia yang terdapat dalam menjaga, mengolah hasil produksi sehingga siap pakai menjadi penentu kesuksesan devisa negara ini. Terlepas dari beratnya kinerja SKK Migas, masyarakat memiliki kontrol lebih besar dalam menjaga hasil bumi tersebut tetap bernyali di negeri sendiri.

Saya mengambil sebuah realita di salah satu sudut Indonesia. Di sebuah kota kecil tak bernama. Di kota padat ini hiduplah si kaya dan si miskin. Perbedaan taraf hidup yang membuat mereka mempunyai peran masing-masing dalam membahagiakan kehidupannya.

Kebutuhan hidup si kaya dan si miskin tentu sangat berbeda. Penghasilan si kaya lebih besar, penghasilan si miskin cenderung kecil. Dari semua yang terlihat ke permukaan, penilaian mendalam tertuju pada sarana transportasi. Si kaya memiliki kendaraan roda dua dan roda empat. Katakanlah jumlah kendaraan roda dua si kaya ada dua. Kendaraan roda empat ada dua. Lihat pula si miskin yang hanya mampu membeli satu saja kendaraan roda dua. Namun, bukan jumlah kendaraan yang menjadi persoalan. Baik si kaya maupun si miskin sama-sama berhak berbangga dengan hasil keringat mereka.

Kendaraan si kaya dan si miskin butuh "nyawa" bukan? Tanpa nyawa, kendaraan keduanya hanya sekumpulan benda mati yang tak berfungsi. Si kaya dan si miskin memarkirkan kendaraan mereka di POM bensin terdekat; mematikan mesin, mengisi bensin secukupnya, bahkan sampai penuh, melunasi tagihan petugas Pertamina, lalu meninggalkan tempat pengisian bahan bakar minyak tersebut.

Jika berhemat, si miskin tidak kembali ke POM bensin selama tiga hari ke depan berturut-turut. Si kaya bisa saja kembali ke POM bensin yang sama – cumasatu di kota kecil itu – untuk mengisi bensin ke kendaraannya yang lain. Dua kendaraan roda dua diisi penuh. Dua kendaraan roda empat juga diisi penuh.

Si miskin dan si kaya sudah mengisi bensin. Keduanya mengisi bensin bersubsidi. Kelangkaan bahan bakar kendaraan bermotor pun terjadi di kota kecil itu. Si miskin galau tak bisa mendapatkan bahan bakar minyak bersubsidi. Si kaya dengan mudah mengganti kendaraan lain yang masih terisi penuh "nyawanya".

Rantai makanan ini akan terus berulang dalam waktu tak tentu. Si miskin dan si kaya sudah terbiasa dengan pola demikian. Toh, suplai bahan bakar minyak bukan urusan mereka.Ada Pertamina. Ada Undang-undang mengenai minyak dan gas bumi yang kemudian mengukuhkan sistem kerja sama dan bagi hasil antara pemerintah dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Ada SKK Migas yang bertanggung jawab terhadap kekurangan minyak bumi ini.

Si kaya dan si miskin memiliki kemampuan berpikir lebih realistis. Keduanya berperan dalam suplai bahan bakar minyak supaya merata. Pihak terkait yang saya sebutkan, belum mampu mengawasi secara personal terhadap si kaya dan si miskin. Suplai bahan bakar minyak ke kota kecil tersebut sesuai estimasi yang sudah ada. Sistem cost recovery juga berlaku pada si kaya dan si miskin. Perputaran bahan bakar minyak tergantung pada pemakaian keduanya. Dua orang dapat memengaruhi banyak orang. Bagaimana jika yang melakukan hal serupa adalah orang-orang kaya di seluruh negeri ini. Konstribusi apa yang dilakukan si kaya ini dan si kaya itu dalam menjaga minyak bumi yang semakin berkurang.

Pemerintah, SKK Migas, Pertamina maupun kontraktor, mengawasi “mafia” kelas atas. Evaluasi yang dilakukan oleh lembagan berkepentingan belum mampu menjamah si kaya anu dan anu yang tidak tercatat berapa kali mengganti kendaraan ke POM bensin. Evaluasi diri menjadi pelajaran utama. Berlomba-lomba dalam hemat tak lain menjadi kunci sukses suplai bahan bakar minyak itu sendiri. Belajar saja berhemat. Kebutuhan bisa direncanakan. Harapannya, manajemen rantai suplai (Supply Chain Management/SCM) menyentuh kota kecil tak bernama seperti ini. Banyak kota kecil kekurangan minyak. Hal terkecil selalu membawa pengaruh besar, bukan?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline