Mempertahankan Ideologi Pancasila di Tengah Arus Globalisasi
Globalisasi telah membawa berbagai perubahan signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memudahkan kita untuk berinteraksi lintas batas geografis. Dahulu, bertatap muka dengan orang yang berada jauh terasa mustahil, tetapi kini kita bisa berbicara, bertukar pikiran, bahkan bisa bekerja bersama-sama secara virtual. Aktivitas lain seperti berbelanja pun berubah drastis; yang sebelumnya harus dilakukan secara langsung di toko, kini cukup dilakukan melalui aplikasi daring dan barang akan sampai di depan pintu rumah kita. Semua ini adalah hasil dari arus globalisasi yang mempermudah kehidupan.
Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, globalisasi ibarat dua mata pisau. Selain dampak positif, globalisasi juga membawa berbagai dampak negatif yang tidak dapat diabaikan. Misalnya, masyarakat kini lebih banyak bersosialisasi melalui media sosial dibandingkan interaksi dalam kehidupan nyata, sehingga nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan semakin memudar. Perundungan di dunia maya, penyebaran berita palsu, dan budaya individualisme semakin meluas. Budaya asing yang tidak tersaring mulai menggantikan budaya lokal, menyebabkan pergeseran nilai-nilai luhur bangsa. Bahkan, tontonan anak-anak sulit dikontrol, mempengaruhi pola pikir dan perilaku mereka sejak dini. Lebih jauh, globalisasi juga membuka jalan bagi ideologi-ideologi asing seperti radikalisme, liberalisme, dan hedonisme yang berpotensi merusak persatuan bangsa.
Indonesia sebagai bangsa besar memiliki pondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan globalisasi, yakni melalui Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Sebagai dasar negara, Pancasila tidak hanya menjadi pedoman hidup, tetapi juga menjadi identitas bangsa. Bung Karno, dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 di sidang BPUPKI, menyebut Pancasila sebagai filsafat dan jiwa bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila mencerminkan karakter dan jati diri bangsa yang unik, meliputi ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial.
Namun, dalam era globalisasi, mempertahankan Pancasila sebagai ideologi bangsa menjadi tantangan yang tidak ringan. Generasi muda, yang seharusnya menjadi pewaris nilai-nilai luhur bangsa, banyak yang mulai meninggalkan prinsip-prinsip Pancasila. Godaan ideologi alternatif yang lebih "modern" dan "praktis," seperti radikalisme, liberalisme, dan individualisme, sering kali terlihat lebih menarik. Akibatnya, budaya gotong royong, musyawarah, dan kehidupan sosial yang harmonis perlahan memudar. Kehidupan bermasyarakat yang dulu penuh toleransi kini tergantikan oleh polarisasi, konflik, dan bahkan perpecahan yang tak kunjung usai.
Tantangan terbesar dalam mempertahankan ideologi Pancasila adalah menjadikannya relevan di tengah arus deras globalisasi. Ini bukan hanya tentang memahami Pancasila sebagai dokumen sejarah, tetapi juga mengintegrasikannya dalam setiap aspek kehidupan modern. Nilai-nilai Pancasila harus menjadi pedoman bagi kebijakan pemerintah, perilaku masyarakat, dan gaya hidup generasi muda. Pendidikan memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini, baik melalui kurikulum formal maupun kegiatan informal yang berbasis budaya lokal.
Selain itu, media sosial, yang sering menjadi sumber disinformasi dan perpecahan, dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan nilai-nilai Pancasila. Kampanye digital yang kreatif dan inovatif dapat mengedukasi masyarakat tentang pentingnya Pancasila sebagai penyaring arus globalisasi. Program-program budaya, seperti festival seni tradisional dan diskusi lintas generasi, juga dapat memperkuat kembali nilai-nilai kebangsaan.
Globalisasi memang tidak dapat dihindari, tetapi Pancasila harus menjadi tameng yang melindungi bangsa Indonesia dari dampak buruknya. Sebagai bangsa yang besar, kita harus menghormati perjuangan para pahlawan yang telah memperjuangkan ideologi negara ini. Nilai-nilai Pancasila harus terus diperjuangkan agar tetap hidup dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat tetap berdiri kokoh di tengah arus globalisasi, tanpa kehilangan jati dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H