Lihat ke Halaman Asli

Baiq Nabila

Baiq Nabila

Kuatkan Kesehatan Mental agar Tidak Darting Saat Daring

Diperbarui: 2 Juli 2021   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesehatan merupakan bagian yang sangat esensial dalam kehidupan, seseorang yang mengalami masalah kesehatan tentu tidak akan merasakan nikmatnya makan, minum, istirahat sampai terganggunya waktu tidur sehingga mengancam ketenteraman dalam hidup. Dalam konsep WHO, sehat dirumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu "keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan atau cacat. Mencermati definisi tersebut, sehat bukan hanya fisik yang terbebas dari penyakit atau cacat, tetapi juga terbebas jiwanya dari belenggu permasalahan yang dapat mengganggu kesehatan mental.

Saat ini seluruh bidang kehidupan tengah berjuang melawan derasnya gelombang virus Covid-19. Tak terkecuali dunia kesehatan yang terdampak total akibat penemuan varian virus baru, Corona Virus Desease-19 atau akrab disebut Covid-19 hampir telah menyebar di seluruh dunia hingga sampai saat ini kasus Covid-19 terus melonjak tinggi. Namun bukan hanya sekadar tentang virus ini, tetapi dampak yang ditimbulkan telah mampu menggoyahkan seluruh bidang kehidupan. Dunia kesehatan menduduki puncak tertinggi yang terdampak akibat Covid-19. Di sisi lain kesehatan mental pun ikut tergunjang, kesehatan mental merupakan salah satu bidang masyarakat yang paling terabaikan. Padahal ribuan orang hidup dengan gangguan kesehatan mental, mengacu kepada data dari Kementerian Kesehatan (kemenkes) pada 2019 terdapat 197 ribu kasus gangguan kesehatan jiwa, hingga pada juni 2020 mendekati angka 277 ribu kasus. Peningkatan kasus tersebut mengingat domain hidup di masa pandemi ini menjadi tantangan baru bagi seluruh lapisan masyarakat. 

Kajian terkait kebijakan pemerintah dalam hal penanganan Covid-19 tak selamanya sepadan seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Kebijakan Stay at Home salah satu opsi yang dipilih pemerintah guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Dalam kebijakan ini, terdapat tiga poin penting yang harus diterapkan oleh seluruh lapisan masyarakat yakni beribadah, belajar dan bekerja dari rumah. Kebijakan ini tentu membutuhkan adaptasi yang keras dari masyarakat. Hal ini disebabkan pola tersebut merujuk pada pengurangan interaksi sosial. Selain itu, problematika yang juga tak lepas dari sorotan publik yaitu mengenai pergantian metode pembelajaran yang semulanya dilakukan di dunia nyata kini beralih dalam dunia maya. Dengan ini, strategi dunia pendidikan telah menambah notabene kebutuhan dalam keluarga, para siswa yang dituntut untuk belajar dari rumah atau secara daring tentunya membutuhkan fasilitas pendukung seperti gawai, laptop, dan kuota internet. Hal tersebut kembali melahirkan permasalahan baru di kalangan siswa. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan sejumlah siswa, mereka telah menyatakan permasalahan yang kerap dialami selama belajar daring mulai dari tuntutan untuk beradapatasi dengan situasi, sarana dan prasarana yang tak selalu ada, kecanduan akan gagdet, tumpukan tugas, materi pembelajaran sulit untuk dipahami, serta kerinduan untuk bertemu dengan guru dan teman-teman baru menjadi tanggungan bagi pikiran siswa hingga memicu peningkatan hormon stres dan naiknya tekanan darah atau dikenal dengan nama darting sehingga berpengaruh besar terhadap kesejahteraan psikologis siswa.

Kesejahteraan psikologis adalah suatu kondisi dalam diri seseorang dimana diri menjadi sejahtera melalui penerimaan diri, tujuan hidup, hubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal (Rudatussalamah & Susanti, 2014). Kesejahteraan psikologis berkaitan erat dengan kesehatan mental seseorang. Semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis, semakin beresiko peserta didik mengalami masalah kesehatan mental. Sejalan dengan itu, semenjak mewabahnya virus Covid-19 di Indonesia dengan diikuti oleh kebijakan untuk berdiam diri di rumah menyebabkan pikiran menjadi jenuh, tertekan, cemas hingga stres. Stres pada peserta didik di lingkungan akademik merupakan respons terhadap tuntutan yang bersumber dari proses belajar mengajar (Bariyyah, 2013). Jika tingkat stres tersebut tinggi maka resiko darah tinggi (hipertensi) pun semakin tinggi. Perubahan pola pembelajaran menuju pembelajaran daring menuntut para siswa untuk melek teknologi serta belajar untuk memanajemen waktu dan diri, hal ini yang kemudian menjadi tantangan yang harus dihadapi siswa. Di samping itu, guru sebagai figur sentral dalam proses pembelajaran harus kreatif mengelola kelas daring agar suasana belajar tidak monoton. Namun tak jarang terjadi, memberikan tugas kepada siswa adalah alternatif yang ditempuh guru dalam mengisi pembelajaran daring. Akses internet kaitannya dengan gawai andil menjadi tantangan dalam proses pembelajaran. Aktivitas yang diulang secara terus-menerus terkadang membuat lelah dan stress, terlebih lagi di tengah himpitan tugas yang menumpuk. Dalam konteks ini, orang tua berperan untuk membimbing anak, namun tak sedikit dari orang tua belum memiliki skill tersebut, hal ini kemudian membuat orang tua stres terhadap kondisi pembelajaran daring atau disebut sebagai darting orang tua.

Oleh sebab itu, diperlukan upaya dalam memberikan dukungan kesehatan mental bagi peserta didik. Namun sebelum merancang upaya dukungan kesehatan mental perlu disusun secara sistematik dan melibatkan berbagai pihak mulai dari peserta didik, orang tua, guru atau pihak sekolah, dan pemerintah. Pertama, peserta didik yang menjadi subjek harus belajar untuk memanajemen waktu dan diri guna meminimalisir masalah kesehatan mental dalam diri, manajemen tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan internal pribadi seperti membuat perencanaan kegiatan atau to do list, mengubah mindset ke ranah yang positif, puasa sosmed, istirahat yang cukup, mendengarkan musik, serta melihat pemandangan hijau yang akan memberikan efek rileks bagi pikiran. Kedua,  guru menjadi figur sentral dalam keberlangsungan proses belajar daring, oleh karena itu diperlukan pelatihan dan peningkatan kapasitas guru dalam mengelola kelas agar belajar daring tak selalu dialihkan pada penumpukan tugas. Ketiga, keluarga menjadi sebuah sistem yang memiliki fungsi optimal pada pertumbuhan dan perkembangan siswa, salah satunya orang tua diharapkan menjadi teman bagi anaknya sebagai wadah untuk bercerita dan berkeluh kesah, sehingga perasaan kesepian, bosan dan tertekan yang dapat memicu peningkatan hormon stres pada anak dapat tersalurkan melalui kegiatan mengobrol ini. Keempat, pemerintah yang memiliki wewenang dapat melakukan promosi kesehatan dengan cara mengumpulkan data terkait insidensi gangguan tersebut supaya kesadaran masyarakat meningkat dan mendapat pengetahuan terkait permasalahan tersebut. Dengan demikian, melakukan upaya dukungan mental bagi peserta didik artinya meningkatkan kesehatan mental masyarakat di masa depan secara keseluruhan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline